[LUCY]
"Di mana aku? Kenapa begitu gelap di sini?"
"(Selamat tinggal, Lucy!)"
Suara Luna tiba-tiba menggema. Lalu, di depanku muncul bayangan Luna yang menangis pasrah. Di depannya ada tubuhku yang terbaring tidak sadarkan diri. Dan di belakangnya ada Ayahku yang sedang merafalkan sesuatu.
"Tidak! Jangan…! Agh!"
Sial! Kedua tanganku terbelenggu oleh rantai hitam yang menancap ke tanah.
"Aaaarrrgghh…"
Percuma saja aku memberontak, rantai ini terlalu kuat. Aku pun pasrah dan menyerah.
"Sekarang, aku sudah benar-benar gagal untuk menyelamatkannya."
Air mata mulai membasahi pipiku. Tak kuasa.
"Berdirilah, anakku."
Suara itu? Aku tidak asing dengan suaranya.
"Ibu?"
Ibuku berdiri di hadapanku dan tampak berbeda, tubuhnya dipenuhi cahaya putih.
"Iya, Arya. Ini Ibu."
Sudah lama aku tidak mendengar nama asliku disebut. Bahkan, aku sendiri hampir melupakannya.
Ibu memegang pipiku dan sentuhannya begitu hangat. Aku pun kembali meneteskan air mata.
"Ibu, aku rindu Ibu. Sangat merindukanmu."
"Ibu juga, Nak."
Ibu memelukku dengan erat begitu pula denganku.
***
[TAHUN 1949]
Ibu melepaskan pelukannya dan merapikan kembali seragam sekolahku.
"Anak Ibu tampan sekali hari ini."
"Ibu juga sangat cantik."
"Ya sudah, kamu belajar yang pintar, ya!"
"Siap, Bu."
Aku berlari menuju gerbang sekolah sambil melambaikan tangan pada Ibu. Ibu juga melambaikan tangannya sembari tersenyum.
***
"Ibu sedang masak apa?"
"Ibu masak makanan kesukaan kamu."
"Yeeeey! Aaaaasssiiiiikkkk!"
Aku berlari berputar-putar mengelilingi dapur.
***
"Ayah pulang!"
Aku menunjukkan sesuatu pada Ayah dengan semangat.
"Ayah, lihat!"
"Ayah tidak suka."
"Kenapa? Gambarnya jelek, ya?"
"Itu kamu tahu."
Kenapa Ayah selalu tidak suka dengan apa yang aku lakukan?
***
"Ayah sedang apa?"
Ayah tidak menjawab, dia terlihat sangat fokus membaca buku yang sangat tebal.
Aku mengambil sebuat benda aneh dari meja Ayah. Lalu, Ayah memarahiku.
"Heh, jangan asal pegang barang Ayah. Kembalikan!"
"Maafkan aku, Ayah."
"Kamu keluar sana! Mengganggu saja!"
Aku menangis dan berlari keluar kamar.
***
"Ibu, Ayah mana? Kenapa dia tidak datang?"
"Dia pasti datang, kok."
Ibu mengusap rambutku sembari tersenyum.
Sampai acara ulang tahunku selesai, Ayah tidak kunjung datang juga.
"Aku benci Ayah! Ayah tidak sayang padaku."
"Jangan begitu, Nak! Ayah pasti punya alasan kenapa dia tidak datang."
"Aku tetap benci Ayah."
***
Ibu selalu ada di setiap saat aku membutuhkannya. Bahkan saat aku sering diganggu oleh teman-temanku di sekolah.
"Sudah, Sayang. Tidak perlu menangis lagi. Mereka yang mengganggumu, pasti akan mendapat balasannya."
"Oleh siapa?"
"Hanya semesta yang tahu."
Ibu kembali memelukku dengan erat.
***
[MASA KINI]
Ibu melepaskan pelukanku dan menghapus air mataku.
"Ibu, kenapa baru sekarang Ibu menemuiku?"
"Dari dulu Ibu sudah berusaha untuk menemuimu dan berbicara padamu. Tapi, Raja Iblis yang ada di dalam dirimu selalu menghalangi Ibu untuk bicara denganmu. Sekarang dia berada di luar tubuhmu, maka Ibu bisa menemuimu sekarang."
"Aku benci iblis itu! Sama seperti aku membenci Ayahku."
"Kamu jangan begitu, Sayang! Meski begitu, dia itu tetaplah Ayahmu."
"Kenapa Ibu begitu baik pada Ayah, bukankah dia sudah membunuhmu?"
"Memang, tapi dia seperti itu karena terjerumus oleh hasutan iblis. Kamu harus menyelamatkannya."
"Menyelamatkannya? Aku tidak akan menyelamatkannya. Tapi sebaliknya, aku akan menghukumnya!"
Setelah sadar kembali dengan keadaanku yang terbelenggu, aku kembali menangis pasrah.
"Hanya saja…, aku tidak berda…yaa…, Bu… Aku juga gagal menyelamatkan kekasihku. Aku sudah gagal, Bu. Aku tidak berguna!"
Aku berteriak histeris. Kemudian, Ibu kembali memelukku. Aku terkejut, tiba-tiba tubuhnya semakin bercahaya dan perlahan merasuki tubuhku. Aku sedikit terkesiap menerima lonjakan kekuatan yang cukup besar. Dan rantai yang membelengguku kemudian hancur berkeping-keping.
"Sekarang roh Ibu sudah menyatu denganmu, sehingga kamu memiliki kekuatan untuk menyegel Raja Iblis itu selamanya di dalam dirimu. Dan apa pun yang akan kamu lakukan pada Ayahmu. Terserah padamu!
Satu hal lagi, buanglah semua kebencian yang ada di hatimu. Termasuk kepada Ayahmu. Agar kamu bisa memanfaatkan kekuatan Raja Iblis itu dengan sepenuhnya."
Aku kembali meneteskan air mata, tapi kali ini adalah air mata bahagia.
"Terima kasih, Bu! Aku sayang Ibu."
***
[AYAH LUCY]
Saat aku selesai merafal mantra ini, aku melihat Lucy tengah berusaha bangkit dengan susah payah.
"CEPAT KAU BUNUH GADIS ITU, SEKARANG! AGAR AKU TERBEBAS DARI TUBUH ANAK ITU!"
"Baiklah."
Aku memanggil pisau iblis ke tanganku dan bersiap menusuk tubuh gadis ini. Namun, tiba-tiba Lucy menerjang dan memukulku hingga aku terhempas cukup jauh.
"Kenapa kau bisa bangkit? Padahal aku sudah menyegel jiwamu."
"Karena, Ibuku datang dan melepaskan segel yang membelengguku itu."
"Apa kau bilang? Itu tidak mungkin! Segel itu tidak akan bisa dilepas oleh siapa pun, bahkan malaikat pun tidak akan bisa. Apalagi, hanya roh seorang manusia biasa."
"Karena, dia Ibuku. Kasih sayangnyalah yang sudah melepaskan segel itu."
Energi hitam keluar dari tubuh Lucy, lalu menjalar dan mengikat tubuh Tuanku. Sehingga Tuanku tersedot kembali ke dalam tubuhnya.
"DASAR KAU MANUSIA TIDAK BERGUNAAAAAA!!!"
***
[LUCY]
Sekarang Raja Iblis itu tersegel sepenuhnya di dalam diriku. Dan sebelum aku melawan Ayah, aku membawa Luna ke tempat aman terlebih dahulu.
"Kau tunggu di sini."
"Baiklah. Kau jangan sampai mati!"
"Tidak akan."
Luna tersenyum ke arahku. Lalu, aku kembali berhadapan dengan Ayahku.
"Meski kau bisa mengendalikan kekuatan Raja Iblis, kau tetap tidak akan bisa mengalahkanku. Karena, setengah dari kekuatannya ada padaku. Ditambah kekuatan iblis-iblis yang lainnya."
"Tenang saja, aku punya…"
Ke mana pisauku?
"Kau mencari pisau ini?"
Sial! Dia pasti mengambilnya saat aku tidak sadarkan diri tadi.
"Entah mantra apa yang ada di dalam pisau ini, sehingga Ayah tidak bisa menyentuhnya langsung. Tapi sayangnya, mantra itu tidak mencegah kekuatan Ayah untuk mengendalikannya."
Pisau itu tampak melayang di atas tangan kanannya dan terselimuti oleh energi hitam.
"Sekarang, pisau ini akan Ayah gunakan untuk menyegelmu."
Dengan cepat aku menghindari terjangannya yang berusaha menusukku dengan pisau itu. Dan hampir mengenai dadaku.
"Sial, tadi itu nyaris sekali."
Aku balik menerjangnya dan berusaha merebut pisau itu. Namun, dia memindahkannya ke belakang punggungnya.
Kalau begitu, aku akan melompat ke belakangnya untuk meraih pisau itu.
"Apa?"
Namun, tiba-tiba bola energi hitam muncul dan langsung meledak sehingga aku terhempas.
Sial! Dia melindungi pisau itu dengan bola energi. Tidak hanya satu, tapi ada lima bola energi yang mengelilinya. Haruskah sebanyak itu?
"Apa salahnya Ayah waspada? Lebih banyak lebih baik."
Hah? Apa?
"(Ayahmu bisa membaca pikiranmu, maka dari itu dia bisa mengantisipasi setiap pergerakanmu.)"
"Aku harus bagaimana sekarang?"
"(Gunakan instingmu! Maka dia tidak akan bisa membaca pergerakanmu.)"
"Baiklah."
Dengan cepat aku menerjangnya dan melancarkan serangan bertubi-tubi. Dia cukup terkejut dengan seranganku ini.
***
[AYAH LUCY]
Lucy menyerangku dengan cepat dan tanpa henti, tapi aku masih bisa menangkis dan menghindarinya. Ternyata, ketangkasannya berkembang dengan sangat baik. Lama-lama aku bisa kewalahan dibuatnya.
"Rasakan ini!"
Aku meledakan bola energi tepat di hadapannya. Dia pun terlempar cukup jauh.
Lucy hanya bisa menyerangku dari jarak dekat. Maka, aku hanya perlu terbang menjauh dari jarak serangnya.
Aku hanya bisa mengeluarkan maksimal enam bola energi sebelum meledakannya. Dan lima sudah kupakai untuk menjaga pisau itu. Tapi, jika aku bisa mempertahankan posisi ini, itu tidak jadi masalah.
"Terimalah seranganku ini!"
Aku menembakkan empat bola energi secara beurutan terus menerus. Dia hanya bisa berlari mengitari ruangan ini untuk menghindari seranganku.
Namun, tiba-tiba dia berhenti. Seketika aku menembakan enam bola energi secara bersamaan dan berhasil mengenainya. Ledakannya sangat besar dan asap tebal pun menyelubunginya.
"Hahahaha. Sudah Ayah bilang, kau tidak akan bisa mengalahkan Ayah. Bagaimana pun caranya."
Tiba-tiba dia keluar dari asap hitam itu dan terbang ke arahku.
Tidak mungkin! Bagaimana bisa dia memakai sayap Iblis tanpa merubah wujudnya?
"HHHHAAAAAAAAAAAA...."
Aku menyerangnya dengan lebih brutal lagi.
***
[LUCY]
Kali ini aku tidak lagi menghindari bola energi itu. Karena, aku sudah bisa membuat energi penghalau serangan di sekujur tubuhku. Ledakan demi ledakan aku terima tanpa terhempas.
Sekarang jarak kami sudah sangat dekat dan aku berusaha meraih pisau yang ada dibelakangnya itu. Tapi, tiba-tiba muncul bola energi yang cukup besar di antara kami dan seketika meledak. Asap hitam tebal pun menyelubungi kami.
"Kau lengah."
"Apa?!"
Aku langsung menusukkan pisau ini tepat ke jantungnya dari belakang sampai tembus ke depan.
"AAAAKKKKHHHH…AAAHHH!"
Lalu, dia muntah darah. Dari luka tusukannya juga banyak sekali darah yang keluar. Dan dia terlihat sangat kesakitan.
Tiba-tiba dari dalam tanah muncul rantai dengan ujung yang runcing. Menusuknya dari belakang hingga tembus dan melilit seluruh tubuhnya. Dia pun ditarik ke bawah.
"AAAAAARRRRRGGGGGHHHHH..."
Dan akhirnya dia lenyap ke dalam tanah.
***
"Sekarang kita sudah aman."
Luna memelukku dan mulai menangis. Lalu, aku menghapus air matanya.
"Lalu, bagaimana kita bisa pulang?"
Dari langit-langit ruangan ini muncul bola energi raksasa berwana putih keemasan. Dan muncul lah dua malaikat yang terbang ke arah kami.
"Kau sudah berhasil menyegel Ayahmu."
"Sekarang, tugas kami memulangkan kalian kembali ke dunia."
"Terima kasih!"
"Kami yang berterima kasih, karena sudah menghentikan rencana jahat Ayahmu."
Sebuah energi tiba-tiba menyelimuti kami berdua dan pandangan kami dipenuhi warna putih keemasan. Lalu, secara perlahan menghilang dan kami pun berada di halaman rumah kedua orang tua Wulan dan Foxy.
"Ini di mana?"
"Mulai sekarang ini adalah rumah kita, Sayang."