Chereads / Selembar Surat Kontrak / Chapter 30 - Ayo Kita Menikah, Kazura

Chapter 30 - Ayo Kita Menikah, Kazura

Kehadiran Alexa benar-benar sangat mengganggu Rey. Bahkan Rey sadari, matanya menatap Rey dengan rasa kagum yang tak dapat disembunyikannya.

Entah bagaimana tatapan matanya itu sangat membuat Rey risih. Rasanya waktu seakan-akan melambat dan membuat acara makan malam itu tak kunjung usai.

Rey yang sudah gerah ditatapi seperti itu, ingin segera pergi dari sana.

"Alexa, ada yang ingin ayah bicarakan berdua saja dengan Rey. Bisa tolong berikan kami ruang?." pinta ayahnya pada Alexa.

"Baiklah." Alexa tersenyum manis dan berdiri dari duduknya seraya melenggang pergi meninggalkan Rey dan Harry Tjandra Wijaya.

"Langsung saja kalau begitu. Saya ingin memberikan bantuan investasi pada HNS Company. Saya dan kedua orang tua mu cukup mengenal satu sama lain. Dan saya turut berduka atas kepergian mereka. Maka dari itu, saya ingin menawarkan bantuan ini. Saya sudah mengatakannya secara pribadi, itu artinya HNS Company cukup saya perhitungkan untuk dapat menjalin kerjasama. Bagaimana?" katanya seraya meneguk air putih yang ada di gelasnya hingga tandas tak bersisa.

Awalnya Rey pikir, sekelas Direktur Utama CIM Group lebih menyukai anggur merah. Namun, seorang Harry Tjandra Wijaya lebih memilih minum air putih. Karena air putih lebih sehat. Begitu katanya. Prinsip itu masih digenggamnya hingga kini, dan tidak ada seorang pun yang dapat meruntuhkannya.

"Saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang tidak mungkin datang dua kali ini. Tentu saya sangat ingin menjalin kerjasama dengan CIM Group." Rey berkata apa adanya. Jika dirinya bisa membuat CIM Group menandatangani kontrak kerjasama maka perusahaan Rey tidak akan mengalami terlalu banyak kerugian.

"Kalau begitu, secepatnya saja kita tandatangani perjanjian kerjasamanya."

"Tentu."

Tiba-tiba suasana menjadi hening, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Rey ingin segera mengakhiri semua ini. Ketika dirinya ingin memulai pembicaraan. Direktur Utama CIM Group itu justru menyalipnya.

"Aku dengar-dengar kau menolak semua perjodohan yang diatur oleh kakek mu" katanya menatap Rey lurus-lurus.

Sepertinya Rey tau kemana arah pembicaraan ini.

"Saya tidak berpikir untuk menikahi seseorang saat ini" tandas Rey menekankan setiap kata-katanya.

"Wah, hati ku seperti tercabik-cabik mendengar penuturan mu, Rey." nada sinis terdengar sangat jelas dalam suara Direktur Utama CIM Group itu.

Sepertinya sudah tidak ada lagi keformalan dalam bicaranya seorang Harry Tjandra Wijaya. Tentu saja begitu, karena topik yang dibahas bukan lagi tentang pekerjaan.

"Apa ada yang ingin anda sampaikan lagi? Saya harus pergi sekarang." Rey tidak ingin berlama-lama membahas sesuatu yang bukan bagian dari pekerjaan.

"Bagaimana jika kau menikahi puteri ku, Alexa."

Mendengar itu Rey tidak begitu terkejut. Rey telah menyadarinya sejak kedatangan Alexa tadi. Pasti kerjasama ini berujung pada perjodohan. Perjodohan dengan alasan yang tidak masuk akal. Demi mempertahankan kerjasama antar dua perusahaan. Ya, anggap saja pernikahan ini sebagai pernikahan bisnis.

Sejujurnya, Rey ingin menarik kembali apa yang dikatakannya pada Kakek. Saat itu Rey mengatakan, hanya akan menikah demi kepentingan bisnis. Namun itu tidaklah benar, Rey hanya tak tau lagi harus menjawab apa. Dan sepertinya kakek menyadari bahwa itu bukanlah keinginan Rey yang sebenarnya.

"Saya tidak ingin menggunakan pernikahan sebagai alasan demi memperkuat hubungan kerjasama perusahaan." Rey mengatakannya dengan tegas dan jelas. Dari nada bicaranya saja, orang yang mendengarnya akan berpikir bahwa aku-tidak-menyukai-puterimu-jadi-berhenti-menggunakan-alasan-kerja-sama-demi-menekan-ku.

"Apa kau baru saja menolak puteri ku? Kau bahkan belum mengenalnya." nada ketus jelas terdengar dalam suara seorang Harry Tjandra Wijaya. Dirinya merasa marah akan penghinaan yang didapatnya dari Rey. Selama ini begitu banyak pria yang mengincar Alexa. Namun puteri nya itu hanya menginginkan Rey seorang. Dan sekarang pria yang diinginkan Alexa telah menolaknya mentah-mentah.

"Saya meminta maaf jika perkataan saya menyinggung anda. Tapi jika anda menggunakan pernikahan sebagai syarat kerjasama antara kita. Lebih baik anda buang jauh-jauh keinginan anda itu. Karena saya sama sekali tidak tertarik."

Setelah mengatakan itu, Rey segera berdiri dari duduknya dan mengatakan kalimat terakhir.

"Terima kasih atas undangan makan malamnya. Saya sangat tersanjung anda begitu bersimpati pada saya." Rey melenggang pergi meninggalkan Harry Tjandra Wijaya yang masih terdiam akan tanggapan Rey. Kejadian ini benar-benar membuatnya marah. Tangannya sudah terkepal kuat disisi tubuhnya. Tak terima dengan penghinaan yang baru saja didapatnya.

****

Setelah meninggalkan Sky Line Lounge & Exclusive Dining. Rey memacu mobilnya menuju rumah sakit. Kali ini dirinya sudah tak peduli lagi. Rey benar-benar ingin menemui Rara dan merengkuh tubuh mungilnya.

Rey yakin wanita seperti Alexa, akan melakukan apa saja demi mendapatkan apa yang diinginkannya. Tidak segan-segan menyakiti orang lain bahkan dirinya sendiri dan Rey tak ingin terjebak dengan wanita seperti itu.

Memikirkannya saja membuat Rey bergidik ngeri. Dan untuk menghindari wanita itu, Rey bermaksud menggunakan Rara sebagai perisainya. Mungkin terdengar kejam, namun Rey harus melakukan itu jika tak ingin Alexa mengganggu dirinya.

Untuk itu, Rey akan setuju menikah dengan Rara. Hanya pernikahan kontrak saja. Rey bisa melindungi dirinya sendiri sekaligus memberikan kebahagiaan bagi kakek, dan Rey akan memberikan apapun yang Rara inginkan.

Oh tidak. Mungkin Rey memang tak ingin terjebak dengan wanita seperti Alexa, namun Rey lebih tak ingin lagi terjebak bersama Rara. Hal itu hanya akan membuatnya semakin jatuh dalam pesona Rara. Dan Rey tidak akan kuasa untuk menahannya.

Tapi Rey tak punya pilihan lain. Mau tak mau, Rey harus melakukannya. Apapun yang akan terjadi nanti, Rey harus membentengi hatinya agar tak jatuh cinta pada Rara.

Rey hanya berpikir segala sesuatu yang berada didekatnya akan pergi menjauh. Itulah mengapa Rey tidak akan membiarkan dirinya dan juga Rara saling jatuh cinta. Rey takut kalau pada akhirnya Rara akan meninggalkannya. Dan Rey berpikir akan lebih baik jika seperti ini.

Lalu bagaimana jika pada akhirnya Rey benar-benar jatuh cinta pada Rara. Karena saat ini saja perasaannya bergejolak tak karuan jika berhubungan dengan Rara. Belum lagi rasa rindu yang melanda tanpa peringatan.

Memikirkan hal itu, membuat Rey semakin dalam menginjak pedal gas. Dalam sekejap saja dirinya sudah berada di rumah sakit. Rey segera memarkirkan mobilnya, dan berjalan cepat menuju kamar rawat Rara.

Sesampainya di depan kamar rawat Rara, Rey memutar kenop pintu dengan perlahan, takut membangunkan Rara.

Rey lalu masuk dan menutup pintu kembali. Saat ini Rey seperti maling yang hendak menyelinap ke rumah targetnya. Diam dan bergerak sangat perlahan.

Rey berjalan pelan mendekati ranjang Rara dan terlihatlah Rara yang sudah tidur. Rey lalu menarik kursi yang ada disana dan duduk memandangi Rara yang tidur. Hanya dengan melihatnya saja membuat Rey menyunggingkan senyumnya.

Saat tengah mengamati Rara, tiba-tiba dering ponsel mengagetkan Rey. Rey mengumpat kesal.

"Ah sial. Siapa yang menelepon ku saat ini." Rey merogoh saku celananya namun tak dapat menemukan dimana letak benda kecil namun penting itu.

Barulah Rey sadari jika ternyata Rey tak membawa ponselnya, karena ponselnya berada di saku jasnya. Dan Rey meninggalkan jasnya di dalam mobil.

Dering ponsel itu berasal dari ponsel Rara. Dan suaranya membuat Rara menggeliat-liat bangun dari tidurnya. Matanya terpejam namun tangannya meraba-raba meja untuk menemukan dimana letak benda yang sedari tadi berbunyi nyaring itu.

"Siapa yang menelepon ku saat ini?" Rara menggerutu kesal, dan mengangkat panggilan itu tanpa melihat siapa yang menghubunginya. Semua itu dilakukan Rara tanpa menyadari bahwa Rey ada disana sedang memperhatikan dirinya.

Rey mendengar Rara hanya menjawab "ya, aku mengerti. Baiklah. Aku akan tidur lagi. Selamat malam." semua itu dikatakannya tanpa membuka matanya. Setelah menutup panggilan itu, Rara meletakkan kembali ponselnya ke atas meja. Namun entah apa yang membuat Rara jadi membuka matanya.

Saat itulah Rey melihat Rara yang mengerjap kan matanya beberapa kali untuk memastikan siapa yang dilihatnya.

"Rey?"

****

Rara memutuskan untuk tidur lebih awal. Tadinya sebelum tidur, Rara ingin menghubungi Rey lagi namun diurungkannya niatnya itu. Pada akhirnya, Rara memutuskan untuk tidur saja.

Dalam sekejap saja, Rara sudah tertidur pulas. Namun ditengah kepulasannya itu, ada saja yang mengganggunya.

Suara dering ponsel yang nyaring itu membuat Rara harus terjaga dan setengah hati memaksa dirinya bangun.

Dengan mata yang masih terpejam, Rara meraba-raba meja mencari dimana ponselnya berada. Setelah menemukannya, Rara langsung mengangkat panggilan itu tanpa melihat siapa yang menghubunginya di tengah tidur pulasnya.

Dari suaranya terdengar jelas bahwa itu Lola. Lola menghubungi Rara hanya untuk mengatakan bahwa dirinya akan pergi besok. Dan menanyakan lagi apa yang sedang Rara lakukan.

Setelah mengatakan bahwa dirinya akan tidur lagi, Rara segera mengakhiri panggilan itu dengan kalimat selamat malam dan memutuskan panggilan lalu meletakkan ponselnya kembali ke atas meja.

Saat Rara hendak kembali tidur, Rara melihat bayangan seseorang yang berada tepat didepannya. Rara mengerjapkan matanya beberapa kali untuk melihat dengan jelas siapa yang duduk di kursi itu. Barulah Rara sadari jika bayangan itu adalah milik Rey.

"Rey?" suara Rara mendadak serak. Dengan sekuat tenaga Rara mengumpulkan semua kesadarannya.

Rey terlihat bangun dari duduknya, dan menuangkan minuman yang ada di atas meja lalu memberikannya pada Rara.

"Minumlah dulu." Rara menerima gelas tersebut dan meneguknya hingga tak bersisa.

Ditengah ruangan yang hanya diterangi lampu tidur itu terlihat Rey yang lelah. Rara lalu meletakkan gelas itu kembali di atas meja, dan berdiri hendak menghidupkan lampu kamar itu.

Namun, Rey menahan langkahnya.

"Jangan dihidupkan. Biarkan saja seperti ini." Rey lalu meminta Rara untuk duduk kembali di ranjangnya dan Rara hanya menuruti tanpa banyak bertanya.

Rara melihat tangannya yang berada dalam genggaman Rey. Lalu Rey yang sepertinya tanpa sadar menggenggam tangan Rara segera menariknya kembali.

Rara sedikit kecewa karena hal itu.

"Ada apa, Rey? Mengapa kau tidak memberitahu ku jika ingin datang?" saat ini yang ada dalam pikiran Rara hanya keinginan untuk memeluk Rey.

Rara bahkan tak tega melihat bahunya yang merosot, tatapan matanya yang memancarkan putus asa dan senyuman yang dipaksakan itu.

"Aku hanya ingin bertemu dengan mu. Namun sepertinya aku datang di waktu yang tidak tepat. Tadinya aku hanya ingin melihat mu barang sejenak saja. Tapi aku tak sanggup beranjak pergi."

Rey tersenyum lembut dan menatap Rara dalam sekali.

"Apa ada yang ingin kau katakan, Rey?" Rara tau jika Rey ingin mengatakan sesuatu namun sepertinya Rey masih menahannya.

Rara melihat Rey yang menimbang-nimbang apakah dirinya harus mengatakannya atau tidak.

Rara yang tak sabaran, tak kuasa melihat Rey yang belum menjawab pertanyaannya.

"Jika ada yang ingin kau katakan, katakan saja." Rara mencoba untuk sabar dan menunggu Rey mengatakan sesuatu.

"Ayo kita menikah, Kazura."

Rara terdiam benar-benar terdiam mendengar penuturan Rey yang barusan itu. Jantungnya seakan berhenti berdetak saat mendengar Rey mengatakannya.

"Hanya pernikahan kontrak saja. Aku sudah memikirkan hal ini, dan kurasa aku ingin membuat Kakek bahagia."

Rara hanya planga-plongo mendengar penjelasan Rey. Masih syok dengan apa yang Rey katakan.

"Kazura, apa kau mendengar ku?" Rara tersentak kaget saat Rey menyentuh pelan bahunya.

"Ya, aku mendengar mu" Rara gelagapan saat menjawab Rey.

"Aku tau mungkin ini berat bagimu. Tapi aku akan membuat kontraknya lebih dulu, jika kau setuju kita akan lanjutkan ke pernikahan." kekhawatiran terdengar jelas dalam nada suara Rey.

Rara hanya mengangguk mengiyakan.

"Baiklah, aku akan pergi sekarang tidak akan menggangu mu lebih lama lagi. Maafkan aku membuat mu terkejut karena mengatakannya secara tiba-tiba." Rey berdiri hendak pergi namun Rara yang masih syok belum sepenuhnya sadar dari keadaan tersebut.

Saat Rey berjalan menuju pintu dan memutar kenopnya, tanpa pikir panjang lagi Rara segera berlari dan memeluk Rey.

Rara hanya memeluk Rey, tanpa mengatakan apapun. Beberapa detik telah berlalu namun Rara tak kunjung melepaskan pelukannya.

Rara hanya ingin memberikan sebagian kekuatannya pada Rey. Apa yang Rey lalui ini pasti sangat sulit untuknya. Akhirnya, sekitar satu menit Rara melepaskan pelukannya. Mengucapkan selamat malam dan berjalan menuju ranjangnya.

Namun, tiba-tiba saja Rey berbalik dan menggenggam tangan Rara lalu menariknya dalam dekapan Rey. Hangat dan begitu erat.

"Sebentar saja. Kumohon biarkan sebentar saja seperti ini."

Rara bisa mendengar suara detak jantung Rey yang tak karuan. Seperti detak jantungnya yang juga tak karuan karena Rey.

Hangat tubuh Rey membuat Rara jadi tak kuasa menahan kantuknya dan membuat Rara memejamkan matanya.

Ditambah dengan dada Rey yang naik turun seiring dengan tarikan napasnya yang teratur benar-benar membuat Rara terlena. Dan akhirnya tertidur begitu saja.