"Radit, bagaimana kau sudah dapat dimana lokasi Satria saat ini?" tanya Rey seraya membereskan barang-barang untuk keperluan menghadapi kelompok gangster itu.
"Sudah pak. Pak Satria saat ini berada di Perkebunan Jahe di Cilacap." jawab Raditya seraya menunjukkan lokasi terkini Satria melalui IP Address ponselnya.
"Apa kau yakin dia ada disana? Karena bisa saja ponsel itu dibawa orang lain, supaya kita tidak tau dimana dia berada." Rey mengerutkan dahinya seraya berpikir dimana kemungkinan lokasi Satria.
"Saya cukup yakin pak. Saat ini pasti pak Satria tengah bersembunyi disana." Raditya meyakinkan Rey jika Satria memang berada di Cilacap.
"Baiklah, kalau begitu." Rey menghela napas pelan. Dirinya sudah tak sabar ingin menyelamatkan Rara. Rey juga tak tau apa yang mungkin dilakukan oleh para gangster itu pada Rara. Membayangkannya saja membuat amarah Rey kembali muncul.
"Baiklah, karena Satria saat ini berada di Perkebunan Jahe tepatnya di Cilacap. Saya dan Raditya akan pergi bersama. Sisanya saya serahkan kepada kalian." Ajun Inspektur Mondy sangat bersemangat, tangannya sudah gatal ingin segera memasangkan borgol pada tangan satria.
"Kalau begitu, bapak langsung saja bawa kotak ini sebagai bukti." Rey memberikan kotak kayu vintage itu kepada Ajun Inspektur Mondy. Namun, Kei masih memegang tape recorder, dirinya tak bisa memberikan tape recorder itu pada Ajun Inspektur Mondy.
"Tape recorder ini, tidak perlu dibawa kan?" tanya Kei seraya mengacungkan tape recordernya.
"Saya rasa tidak perlu. Kita sudah memiliki cukup bukti." Ajun Inspektur Mondy mengibaskan tangannya pada Kei. Mendengar itu Kei pun menghela napas lega.
"Baguslah kalau begitu. Ayo langsung saja kita berangkat sekarang. Aku sudah tak sabar ingin melemaskan otot-otot ku yang tegang ini." ujar Beno sambil memutar-mutar lengannya. Lola yang mendengarnya hanya tertawa kecil.
"Kau juga ikut?" Rey mengarahkan pandangannya pada Lola. Sejujurnya Beno sudah melarang Lola untuk ikut, namun Lola bersikeras agar ikut juga. Lola ingin langsung berada disana saat Rara membutuhkannya.
Lola mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Rey.
"Baiklah kalau begitu. Aku dan Kei akan pergi bersama. Kau dan Lola pergilah bersama." ucap Rey sambil menunjuk Beno. Yang ditunjuk hanya mengiyakan saja.
"Mari kita berpisah disini. Saya doakan semoga kalian bisa keluar dari kelompok gangster itu dengan selamat." Ajun Inspektur Mondy tertawa pahit seraya pergi bersama Raditya menuju Cilacap.
"Ayo kita juga segera berangkat."
****
Rasanya seluruh tubuh Rara sakit semua. Rara memejamkan mata karena kepalanya yang terasa nyeri. Tubuhnya juga kedinginan, sampai Rara merasakan bibirnya bergetar karena menahan dingin. Namun rasa dingin itu tidak seberapa jika dibandingkan rasa sakit pada punggungnya. Rara merasakan punggungnya mengeras karena darahnya yang mengering. Bahkan dirinya sudah tak punya tenaga lagi untuk berbicara.
Saat Rara kehilangan kesadaran karena pria itu terus mengayunkan ikat pinggang pada punggung Rara. Rara bermimpi melihat Rey. Dalam mimpinya itu, Rey awalnya berjalan pelan sekali namun lama-kelamaan Rey berlari. Rey berlari menuju Rara, namun entah mengapa Rara merasa Rey tak sampai-sampai di tempat Rara. Rasanya walau Rey berlari sekencang apapun, walau Rara juga menjulurkan tangannya pada Rey. Rey tak bisa menggapainya. Rara tak mengerti mengapa bisa bermimpi hal seperti itu. Karena kenyataannya, Rey lah yang ada saat-saat Rara merasa kesulitan. Rey selalu sampai di tempat dimana Rara berada. Menggenggam tangan Rara agar Rara tak ketinggalan jejak Rey.
Mengingat semua mimpi itu membuat Rara jadi menangis. Mengapa aku bisa menjadi selemah ini. Batin Rara. Rara juga sebenarnya tak mengerti mengapa dirinya bisa sampai melalui semua hal mengerikan ini, karena Rey juga tak memberinya penjelasan. Rara tak mengerti apa yang Rey pikirkan. Dirinya seperti sangat sulit untuk memahami pikiran Rey.
Brak. Suara pintu dibuka dengan keras sampai membentur dinding. Rara yang memejamkan mata, mencoba untuk membuka matanya agar Ia bisa melihat siapa yang datang.
"Kau sudah sadar. Bagaimana, apa kau ingin melanjutkan permainan Pak Satria yang sempat tertunda karena kau pingsan." ucapnya sambil tersenyum menyeringai. Oke sepertinya Rara mengetahui nama pria yang mengayunkan ikat pinggang nya itu. Satria.
"Pergilah dari hadapan ku." Rara melakukan tindakan ekstrim dengan menyemprotkan air liurnya pada pria yang menculik Rara waktu itu.
Pria itu tidak terima akan perlakuan Rara yang merendahkan dirinya. Seketika pria itu berang dan berjalan menuju Rara dengan tampang kemarahan pada wajahnya.
"Beraninya, kau melakukan itu pada ku, sialan. Pria itu menarik rambut Rara seperti yang Satria lakukan. Namun pria itu memakai semua tenaga yang Ia punya. Rara pun merasakan sakit yang amat sangat pada kepalanya. Rara mencoba memejamkan mata dan membukanya kembali. Mencoba untuk menghilangkan rasa pusing itu.
"Jika kau melakukannya lagi pada ku. Kau akan tau apa akibatnya. Ingat benar-benar, jika kau berani melawan ku. Sandi ketua kelompok gangster ini, kau akan tamat." Kata Sandi sambil melepaskan genggamannya pada rambut Rara. Rara menjadi ketakutan mendengar ancaman Sandi. Napasnya naik turun, jantungnya berdetak cepat sekali. Rara hanya berdoa semoga Rey cepat menyelamatkannya, karena Rara sudah tak sanggup lagi.
****
Lola, Beno, Kei dan Rey sudah sampai di tempat yang dimaksud Raditya. Dengan segala perlengkapan yang mereka punya, mereka langsung menerjang masuk. Jika ada yang mendekat, mereka tidak akan segan untuk menghabisinya.
"Tetaplah berada di samping saya Lola. Saya tidak akan memaafkan diri saya, jika kamu terluka." Beno memperingati Lola. Seketika wajah dan telinga Lola terasa panas. Bagaimana mungkin Beno bisa mengatakan hal seperti tadi ditengah kegentingan ini.
Mereka melihat anggota kelompok gangster itu, gelagapan. Sepertinya mereka terkaget-kaget karena kedatangan Rey cs yang tiba-tiba. Tak membutuhkan waktu lama bagi anggota kelompok gangster itu untuk sadar apa yang terjadi. Seketika mereka mengambil balok-balok kayu sebagai senjata dan mulai menyerang ke arah Rey cs.
Lola sejujurnya cukup menguasai taekwondo, namun Lola belum pernah mempraktekkannya secara langsung. Namun bagi Lola inilah kesempatannya.
Beno, Kei dan Rey sibuk bertarung dengan anggota gangster itu, namun dalam sekejap saja mereka sudah tumbang semua. Selain karena hidup yang tak sehat, mereka juga sepertinya mengonsumsi obat-obatan terlarang, terlihat dari stamina mereka yang kemah. Namun, tiba-tiba ada satu orang pria berbadan agak kecil namun tubuhnya menonjolkan otot-ototnya, datang menuju Lola. Lola sempat tak siap karena Pria itu secara mendadak muncul dihadapannya. Namun dirinya masih ingat dengan pelajaran taekwondo yang dia dapatkan.
Lola segera memasang kuda-kuda, terlihat bahwa musuh menggunakan balok kayu sebagai senjata padahal dia punya otot yang lumayan kekar. Namun walaupun Lola hanya tangan kosong, Lola yakin pasti bisa mengalahkannya. Lola masih memantau kondisi pria itu, kelihatan jelas sekali bahwa pria itu tidak dalam stamina yang bugar. Pandangan matanya seperti tidak fokus, pegangan pada balok kayu nya pun seperti tidak terlalu kuat. Sepertinya pria ini masih dalam keadaan mabuk dan setengah sadar. Lola berharap dengan satu kali tendangan, pria itu bisa tumbang.
Lola menguatkan kepalan tangannya bersiap untuk melakukan tendangan. Lola membuat tubuhnya berada diposisi menyamping. Targetnya adalah kepala pria itu. Lola harus dengan tepat sasaran mengenai kepala pria itu. Dengan aba-aba dalam hati, Lola segera melakukan putaran sambil mengangkat salah satu kakinya dan ketika sudah dekat dengan target, Lola segera menjulurkan kakinya. Gerakan ini harus dilakukan dengan kekuatan maksimal. Ketika berputar, Lola harus mengeluarkan semua kekuatannya untuk memfokuskan pada tendangannya nanti. Dan dengan gerakan itu, Lola berhasil mengenai kepala pria itu. Seketika pria itu yang menerima tendangan Lola langsung tersungkur jatuh ke lantai.
Namun karena terburu-buru untuk menegakkan tubuhnya, Lola menjadi terhuyung dan hampir saya jatuh, jika Beno tak menangkapnya mungkin kakinya sudah terkilir.
"Kau ini, tadi itu bahaya sekali tau. Bagaimana kalau tadi tidak tepat sasaran." Beno hampir berteriak pada Lola. Lola hanya tertawa, dirinya senang karena bisa mengamalkan ilmu taekwondonya.
Kei pun segera mengikat pria itu. Para anggota gangster yang berada di lantai satu pun sudah dihabisi dan mereka sudah diikat kuat-kuat agar tak bisa kabur.
"Katakan dimana gadis itu berada?" Rey mendatangi pria yang baru saja dikalahkan oleh Lola. Namun pria itu tak menjawabnya. Rey yang geram pun segera mengeluarkan pisau lipat dari saku celananya.
"Jika kau tak mau menjawab ku. Maka aku tak segan untuk menggores pisau ini di leher mu." ucap Rey yang masih menahan kesabarannya. Ujung mata pisau itu sudah berada di kulit leher pria itu. Saking tajamnya, membuat kulit leher pria itu mengeluarkan darah. Padahal Rey sama sekali tak menggunakan kekuatannya.
"Kau masih akan diam saja?" Rey mulai menggoreskan perlahan pisaunya walau tidak dalam, seketika darah segar mengucur dari leher pria itu.
"Aku tidak keberatan untuk menancapkan mata pisau ini lebih dalam lagi."
Namun pria itu masih juga diam. Rey tak punya pilihan lain, ditancapkan nya mata pisau itu agak dalam, sehingga membuat pria itu mengernyitkan dahinya menahan sakit. Lalu tiba-tiba pria itu membuka mulutnya.
"Dia berada di lantai 3." Pria itu hanya mengucapkan sepatah kata itu saja, tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Rey pun melepaskan pisau yang di tancap di leher pria itu dan memasukkannya ke saku celananya.
"Aku akan langsung ke lantai 3." Rey tak menunggu jawaban dari Kei, Beno dan Lola. Namun ketika Rey baru menaiki tangga ke lantai 2, para anggota gangster itupun mulai bermunculan. Mereka juga memegang balok kayu sebagai senjata. Rey mengeluarkan lagi pisau lipatnya dan dengan cepat menyabetkan pisau itu pada para bajingan itu.
Beno, Kei dan Lola pun juga sudah memiliki lawannya masing-masing.
Setelah yang dilantai 2 selesai, Rey langsung menuju lantai 3. Rey menemukan tempat dimana Rara di kurung. Mudah saja menemukannya. Rey melihat dua orang anggota gangster itu menjaga sebuah pintu. Yang Rey yakini disitulah Rara dikurung. Tanpa menunggu lagi, Rey segera berlari ke arah mereka dan mengayunkan pisau lipat itu dengan lincahnya. Seketika mereka sudah pingsan dengan darah yang mengalir dari tangan dan kakinya.
Rey pun langsung mendobrak pintu itu. Ketika Rey masuk, terlihat lah Rara dalam kondisi yang sangat mengerikan.
****
Lagi-lagi Rara mendengar pintu di dobrak. Rasanya ingin Rara menyumpahi siapa saja yang membuka pintu dengan cara seperti itu. Rara memaksakan membuka kedua matanya. Rara sampai mengernyitkan dahi melihat siapa yang datang. Sepertinya seorang pria. Ia berjalan pelan sekali. Rara tak bisa melihat jelas karena cahaya lampu yang remang-remang. Namun tiba-tiba ada lagi seorang pria yang datang dari belakangnya, seperti menerjang pria itu.
Namun pria itu sepertinya punya insting yang tajam, dengan mudah dirinya menghindari serangan dari belakang itu.
Rara mencoba membulatkan matanya untuk melihat lagi siapa pria itu. Seketika Rara menangis, rasanya sudah tak tertahankan lagi. Rey. Rara mengucapkan pelan nama Rey. Sepertinya Rey mendengar Rara memanggil namanya, namun dirinya saat ini tengah melawan pria yang memegang tongkat bisbol didepannya.
Rara melihat Rey yang bertarung melawan Sandi. Namun Rey sudah seperti profesional, sebentar saja Sandi sudah tak bisa bergerak lagi. Padahal Sandi menggunakan tongkat bisbol. Terdengar bunyi krek, seperti patahan sesuatu. Ternyata itu adalah bunyi patahan tangan Sandi yang dilakukan oleh Rey. Rey sengaja mematahkan kedua tangan Sandi, agar Sandi tak bisa melawan lagi. Setelah mematahkan kedua tangan Sandi dan memastikan bahwa dirinya pingsan, Rey berlari menuju Rara.
Ketika Rey berada di dekat Rara terlihat jelas bagaimana kondisinya. Darah dimana-mana, bahkan baju yang sudah di sobek. Rasanya saat itu juga Rey ingin membunuh siapa saja yang menyakiti Rara seperti ini. Rey segera memutuskan tali yang mengikat tangan Rara. Rara yang sudah lemas, tak lagi punya tenaga. Dirinya bisa jatuh ke lantai jika Rey tak menahan tubuhnya. Rey langsung mendudukkan Rara di kursi dekat dinding. Melepaskan ikatan tali pada kaki Rara.
"Ahhhh" Rara meringis perih ketika luka dipunggungnya menyentuh dinginnya dinding itu.
Rey yang mendengar rintihan sakit Rara langsung melihat punggung Rara yang penuh dengan luka sabetan. Seperti di cambuk. Pikir Rey. Rey benar-benar sudah kehilangan kesabarannya. Rey mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat sampai buku-buku jarinya memutih.
"Rey, aku sanggup menahan ini Rey. Sebaiknya ayo kita segera keluar dari sini. Aku takut Satria akan datang kesini."
Rey mengernyitkan dahi mendengar apa yang dikatakan Rara.
"Apa ini Satria yang melakukannya. Dan juga bekas luka di leher mu ini." Rey mengelus lembut luka di leher Rara. Rara hanya mengangguk sebagai jawabannya.
"Ah Sial. Aku sungguh tak habis pikir. Saat ini yang ada dalam pikiran ku hanyalah membunuh Satria." Rey mengerang, suaranya yang berat terdengar sangat marah.
"Rey, jangan biarkan pikiran itu memenuhi mu. Aku tak ingin kau berakhir sama sepertinya." Suara lembut Rara menyadarkan Rey. Tangan Rara yang dingin menyentuh lembut pipi Rey.
"Ayo kita pergi dari sini." ucap Rara seraya tersenyum. Rey mengangguk sambil melepaskan jaketnya agar bisa menutupi tubuh Rara.
"Kau pasti tak sanggup lagi berjalan, biar aku yang membawa mu."
Rara hanya mengangguk dan membiarkan Rey mengangkat dirinya.