Chereads / Selembar Surat Kontrak / Chapter 17 - Penyerangan (4)

Chapter 17 - Penyerangan (4)

15 jam setelah penculikan Rara

"Buku catatan ini ditulis sangat lengkap dan detail. Sepertinya kakek memang mengetahui semua yang telah dilakukan oleh Satria." Beno memecah kebisuan diantara mereka yang sedang menyusun rencana. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi, tapi tak ada satupun dari mereka yang mengistirahatkan tubuh dan pikirannya. Mereka sibuk menyusun rencana penyelamatan Rara dan menangkap Satria. Raditya pun sudah datang sekitar 4 jam yang lalu. Rey pun langsung membuka isi kotak itu. Sesuai yang kakek bilang, buku catatan itu berisi tulisan kakek yang mengetahui kejadian sebenarnya, serta semua bukti ada di dalam flashdisk. Sedangkan untuk tape recorder hanya Kei yang boleh mendengarnya.

Dengan bukti ini, Rey yakin bisa menangkap Satria. Rey merasa sangat marah karena orang yang melakukan ini justru sepupunya sendiri. Tak menyangka konflik perebutan perusahaan lah yang merupakan pemicunya. Padahal dulu saat kecil mereka sangat dekat. Sampai berangan untuk menggapai mimpi bersama.

Tapi itu semua hanya masa lalu. Kini Rey tak lagi memperdulikan status Satria yang merupakan sepupunya. Satria harus mempertanggungjawabkan semua yang sudah diperbuatnya. Termasuk apa yang dilakukannya pada Rara. Memikirkan Rara membuat rasa marah Rey menjadi-jadi. Tanpa sadar Rey, menggebrak meja dengan keras sampai orang-orang disekitarnya melihatnya. Beno dan Lola hanya saling berpandangan melihat tingkah Rey. Raditya tampak tersenyum melihat bosnya itu.

"Baik, karena rencana sudah selesai dibuat, kita akan menjalankannya pada pukul 8 pagi. Disaat-saat seperti itu mereka pasti masih tidur dan dalam keadaan tak siap jadi kita bisa melakukannya dengan mudah." Ajun Inspektur Mondy mengakhiri bicaranya dengan senyum yang sangat lebar terpancar pada wajahnya.

"Ayo, kita istirahat sejenak. Kita pun harus mempersiapkan energi untuk nanti bertarung." ujar Beno menggebu-gebu lalu menarik tangan Lola.

"Rey, aku pinjam kamar tamu ya." Rey hanya mengangguk. Sedangkan Rey tak berniat untuk istirahat

****

Sesuai yang kakek katakan, tape recorder hanya bisa didengar oleh Kei, karena tape recorder itu berhubungan dengan kematian tunangannya. Segera setelah Kei mendapatkan tape recorder itu, dirinya pergi ke balkon apartemen Rey dan mendengarkannya.

Suara seorang perempuan pun terdengar dengan halusnya. Kei mengernyitkan dahinya, seperti mengenali suara itu. Suara perempuan itu memulai pembicaraan.

"Hai Kak Kei, Ini aku Angel. Kakak masih ingatkan." Kei ingat Angel adalah adik perempuan Wina. Wina sangat menyayangi adiknya itu.

"Saat kakak sedang mendengarkan ini, aku sudah meninggalkan tanah air. Kali kita terakhir bertemu adalah saat pemakaman Kak Wina. Setelah itu, aku langsung pergi ke luar negeri. Maaf, aku tidak mengabari kakak kalau aku pergi. Saat itu aku juga merasa ketakutan. Amat sangat ketakukan." Angel tiba-tiba berhenti dan menarik napas sebentar, lalu melanjutkan bicaranya.

"Apa yang akan aku ceritakan ini adalah tentang Kak Wina. Apa kakak tau, tanpa sepengetahuan kakak, Kak Wina diam-diam menyelidiki tentang kematian Direktur Utama HNS Company. Kak Wina berharap bisa menemukan titik terang, karena semua petunjuk mengarah pada Satria yang tidak lain dan tidak bukan adalah keponakan dari Direktur Utama HNS Company sendiri. Karena saat itu, Kak Wina mengetahui hubungan baik antara kakak dan Reygan Samudra, kakak memilih untuk tidak memberitahu Kak Kei. Karena sebenarnya yang membuat orang tua Kak Rey kecelakaan adalah Satria, sepupunya sendiri. Kakak dengan sekuat tenaga mencari bukti yang bisa menunjukkan kebenarannya. Dan Ketika kakak sudah menemukannya. Satria datang menemui kakak dan mengancam akan membunuhnya jika kakak berani menyebarkan bukti tentang kejahatannya. Tapi kakak tidak takut akan ancaman itu, dan terus mencari bukti lain. Karena kakak tidak bisa memberitahu Kak Kei, kakak minta tolong pada ku untuk membantunya. Kakak saat itu yakin Satria bahwa Satria tidak akan segan membunuhnya. Jadi kakak pergi menemui Kakek Hendrawan Samudra dan menceritakan semuanya. Tentu saja kakek sudah tau, bahkan kakek sebenarnya juga menyimpan bukti kejahatan Satria. Kakak sempat bersitegang dengan kakek, karena kakak mau menyerahkan bukti itu ke Polisi tapi kakek menahannya. Akhirnya kakak tak bisa juga untuk memaksa kakek menyerahkan bukti itu."

Suara Angel berhenti lagi, lalu dirinya mulai terisak-isak karena menangis. Kei tau bahwa Wina adalah seorang jurnalis yang bekerja di salah satu kantor berita yang ada di Semarang. Namun Kei tak menyangka Wina sampai berani menyembunyikan bahwa dirinya menyelidiki Satria diam-diam. Kei mengeraskan rahangnya, dirinya merasa gagal melindungi Wina.

"Dua hari jelang pertunangan kakak. Kakak saat itu mengatakan padaku, bahwa dia mendapat firasat dirinya akan pergi meninggalkan dunia ini. Kakak meminta ku untuk memasang kamera tersembunyi di seluruh sudut ruangan apartemennya dan aku disuruh untuk memantaunya dari ruang kerja kakak berjaga-jaga untuk menjadikan bukti jika terjadi sesuatu pada kakak. Firasat kakak selalu benar, saat aku sedang berada di apartemen kakak, tiba-tiba Satria datang. Saat itu kakak langsung menyuruh ku untuk masuk ke ruang kerja. Kedatangan Satria tidak membuat kakak begitu terkejut karena kakak sudah mendapatkan firasat. Satria saat itu sangat marah pada kakak, dan mereka sempat bersitegang. Satria bahkan menyeret kakak menuju balkon dan berencana untuk menjatuhkan kakak. Namun Satria memberikan penawaran terakhir, jika kakak mau menyerahkan bukti yang sudah kakak dapatkan, Satria akan melepaskan kakak. Tapi kakak tak ingin memberikannya. Dan itu membuat Satria diliputi rasa marah dan kesal. Dan berujung pada Satria yang mendorong kakak jatuh. Aku yang melihat itu sangat ketakukan, dan hanya bisa menangis. Tangan ku gemetaran dan jantung ku berdegup kencang. Kupikir saat itu Satria menyadari kemera tersembunyi, tapi ternyata tidak. Setelah itu Satria langsung pergi meninggalkan apartemen kakak dan tidak mengetahui bahwa aku ada disitu."

Kei tak habis pikir ternyata itulah yang terjadi sebenarnya. Kei pun mulai menyalahkan dirinya sendiri, tanpa sadar Kei sudah meneteskan air mata.

"Setelah Satria pergi, aku langsung menghapus jejak yang ku tinggalkan di ruang kerja kakak dan benda-benda yang kusentuh. Dan pergi begitu saja membawa semua bukti yang kakak dapatkan. Itulah mengapa polisi tak bisa membuktikan bahwa Satria adalah pelakunya walaupun dari cctv luar yang terpasang bahwa Satria keluar masuk ke apartemen kakak.

Sebelum kejadian itu, kakak meminta tolong pada ku untuk memberikan semua bukti yang sudah didapatnya kepada kakek Hendrawan Samudra. Dan juga kakak mengatakan bahwa aku harus segera pergi ke tempat lain agar Satria tak mengejar ku. Aku pun membuat rekaman tape recorder ini untuk Kak Kei, dan setelah aku membuat rekaman ini, aku langsung pergi menuju kediaman kakek Hendrawan Samudra. Saat itu aku mengatakan pada kakek, bahwa rekaman ini hanya boleh diberikan pada Kak Kei, dan aku juga sudah memasukkan bukti Satria yang mendorong kakak di flashdisk yang aku berikan pada kakek beserta bukti lainnya.

Kita hanya bertemu saat pemakaman Kak Wina. Saat itu aku merasa ingin menceritakan semua pada Kak Kei, tapi aku tak bisa. Aku akan pergi jauh, sampai siapapun tak bisa menemukan ku. Kakak mengatakan padaku untuk menyampaikan kepada Kak Kei bahwa Ia meminta maaf pada Kak Kei karena merahasiakan ini dari kakak, juga karena telah meninggalkan Kak Kei dan tidak bisa mewujudkan janji kakak pada Kak Kei. Terakhir Kak Wina mengatakan bahwa Kak Wina sangat mencintai Kak Kei. Jadi Kak Wina meminta Kak Kei untuk tidak meratapi kepergiannya dan pergilah mencari cinta yang baru. Selamat Tinggal Kak Kei. Seperti yang sudah Kak Wina bilang pergilah mencari cinta yang baru. Carilah kehidupan yang baru, dan jatuh cinta lah lagi pada seseorang." Rekaman pun berhenti. Angel tak lagi berbicara.

Kei pun langsung menangis, bahkan sampai terisak-isak. Dadanya merasa sesak, kejadian yang selama ini menghantuinya telah menunjukkan kebenarannya. Kei menunduk dan menangis semakin dalam.

"Aku juga sangat mencintai mu Wina." Kei mengatakannya di tengah isakan tangisannya.

****

Beno dan Lola berada di kamar tamu apartemen Rey.

"Tidurlah, masih ada 5 jam sampai kita menyelamatkan Rara." Beno meminta Lola untuk tidur, walaupun Beno sudah tau bahwa Lola tidak akan bisa tidur, tapi Beno tak mau Lola sakit.

"Saya tidak bisa tidur pak. Saya tidak bisa membayangkan apa yang mereka lakukan pada Rara. Saya takut mereka melakukan hal buruk pada Rara." Lola mengerang frustasi.

"Kita akan menyelamatkannya besok. Kau tenang saja, sekarang tidur lah. Apa kau mau aku mendekap mu agar kau bisa tidur." Beno tersenyum jahil. Lola yang mendengar itupun seketika memerah, wajah dan telinganya terasa panas. Buru-buru dirinya menggelengkan kepalanya.

"Selamat malam pak." Lola naik ke atas ranjang dan menarik selimut sampai menutupi wajahnya. Jantungnya berdetak sangat cepat.

"Jangan tutupi wajahmu. Kau tidak bisa bernapas." Beno tertawa pelan melihat tingkah Lola. Lola pun membuka selimutnya dan membiarkan hidungnya bernapas dengan bebas.

Beno menarik sebuah kursi yang ada di kamar itu, dan menariknya ke samping ranjang. Lalu mengelus-elus rambut Lola.

"Selamat malam Lola. Biarkan aku mengelus rambut mu sampai kau tertidur." Lola diam saja dan tidak merespon karena dirinya merasa sangat senang. Lola pun mulai memejamkan matanya dan tertidur karena Beno mengelus rambutnya dengan lembut.