"Oke. Waktu habis" Kevin, sang Pastry Chef yang menjadi juri dalam kompetisi olahan dessert ini mengatakan dengan lantang bahwa waktu telah habis.
Para peserta mengangkat kedua tangan mereka, sebagai tanda bahwa mereka tidak menyentuh lagi olahan mereka.
Lola pun tersenyum dengan puas, Amparan Tataknya sudah selesai dan sesuai dengan hasil yang diinginkannya.
Kini hanya perlu diserahkan kepada juri untuk dinilai.
"Kalian sudah bekerja keras. Kita akan istirahat selama 15 menit. Silahkan gunakan waktu itu dengan sebaik-baiknya. Setelah itu kembali kesini. " ucap Kevin dengan penuh karismanya.
Para peserta kemudian meninggalkan dapur, dan kembali ke ruang tunggu yang telah disediakan. Mereka ada yang mengambil minum, meluruskan kaki yang letih dan adapula yang merilekskan otot-otot pinggang.
Lola lebih memilih duduk dan meneguk minumannya lalu mengambil ponsel dari dalam tasnya.
Ada 1 panggilan tak terjawab dari Rara dan ada 1 pesan masuk dari Beno.
Lola benar-benar tertarik untuk melihat pesan dari Beno itu. Segera saja dirinya membukanya dan isinya membuat Lola tersenyum-senyum sendiri.
"Kau pasti bisa melakukannya. Aku tau kau bisa. Berikan semua kemampuanmu. Setelah itu ayo kita makan malam bersama"
Pesan singkat itu mampu membuat Lola tersipu malu. Ternyata Beno menghargai kemampuannya. dan itu membuat nilai plus pada diri Beno bertambah.
"Ayo kita kembali" ajak salah satu peserta dengan logat jawa super kental.
Lola pun beranjak dari duduknya, menyimpan kembali ponsel dan tasnya lalu bergabung bersama peserta lainnya.
Dirinya gugup mendengar apa tanggapan dari para juri.
Semoga saja tidak mengecewakan. Batin Lola pelan
Saat sampai di dapur. Para juri sudah siap untuk menilai olahan dari seluruh peserta.
Satu persatu juri memanggil peserta itu untuk maju dan menghidangkan olahan yang mereka buat.
Lola semakin lemas dan gemetaran mana kala olahan yang peserta lain buat mengecewakan para juri.
Berbagai komentar pedas dilontarkan kepada peserta yang menurut mereka "mengecewakan".
Hal itu membuat mental Lola menjadi lemah dan rasanya ingin pergi dari sana.
Lola tak sanggup menghadapi para juri yang mulutnya tajam seperti pisau.
Memang benar komentar yang pedas seperti itu bisa menyadarkan diri. Namun itu tetap bisa melukai perasaan seseorang.
Lola menutup matanya seraya menghela napas berat. Lututnya seperti tak bisa lagi menahan berat tubuhnya yang seperti ingin jatuh.
Padahal tadi pagi, Lola begitu bersemangat dan yakin bahwa olahannya ini cukup baik. Tapi sekarang semua rasa percaya diri itu menguap begitu saja.
Bahkan sejauh 10 orang ini, baru beberapa olahan saja yang bisa membuat para juri itu memberikan respon yang positif.
Mungkin karena begitu gugup, perut Lola menjadi sakit.
"Astaga! Kenapa perut ku sakit disaat-saat begini" Lola mendesis sambil meringis menahan sakit.
Lola menarik napas beberapa kali dan membuangnya perlahan, berharap rasa sakit itu bisa hilang.
Sekarang sudah tersisa 3 orang.
"Aduh, mengapa lama sekali sih aku dipanggil. Sepertinya aku urutan terakhir" umpat Lola pelan. Lebih kepada diri sendiri.
Lola menggelengkan kepalanya untuk tetap menjaga kesadarannya yang sepertinya mulai hilang karena sibuk menahan sakit perut.
"Peserta terakhir, Lola" suara juri wanita itu dengan lantangnya menyebut nama Lola.
Lola berusaha untuk terlihat normal dan berjalan menuju meja juri dengan biasanya seraya membawa olahan yang telah di persiapkannya.
Entah mengapa meja para juri itu terasa lebih jauh, perasaan Lola dari tadi dirinya sudah berjalan tapi tak sampai-sampai juga. Apa dirinya yang berjalan terlalu lambat? ataukah waktu yang tiba-tiba berhenti bergerak.
Lola masih mencoba untuk mempertahankan kesadarannya, kepalanya seperti ada batu besar yang menindihnya, berat sekali.
Samar-samar Lola bisa melihat meja juri yang semakin dekat, dan dekat hingga berhenti tepat di depannya. Lola lalu menghidangkan olahannya dan menunggu para juri itu memberikan komentar.
Namun, rasanya kepala Lola terasa semakin berputar-putar dan Lola berusaha untuk tetap menyadarkan dirinya.
Bahkan rasa sakit di perutnya sudah hilang, kini bergantikan rasa sakit di kepalanya.
Lola menundukkan kepalanya, tapi hal itu justru membuatnya lebih parah.
Lola tak bisa mendengar apakah para juri itu sudah berbicara atau masih menikmati hidangannya.
Sebuah tangan yang besar dan hangat mengguncang pelan bahu Lola dan memanggil namanya.
"Lola. Apa kau baik-baik saja? Kau pucat sekali. Lebih baik istirahat saja"
Oh rupanya suara Kevin, walaupun samar-samar Lola mendengarnya namun Lola tetap mengenali suara itu.
Lola tak lagi bisa menahan rasa sakitnya, dan hal terakhir yang dirinya ingat adalah semuanya menjadi gelap gulita.
****
Beno heran melihat kedatangan mobil ambulans. Apa ada yang sakit. Pikirnya.
Namun, entah mengapa Beno merasa tak tenang, perasaannya menjadi gelisah tak menentu.
Beno sampai harus mengelus dadanya mencoba menghapus perasaan gelisah itu. Tapi tak ada hasil apapun.
Mendadak pikirannya kacau, takut sesuatu terjadi pada Lola.
Beno mengatur napasnya perlahan, berharap bisa mengurangi perasaan takut, cemas, gelisah yang sedang melandanya.
Beno yang hendak keluar hotel tiba-tiba menghentikan langkahnya ketika melihat petugas ambulans itu membawa seseorang yang di kenalnya. Lola.
Beno panik bukan main, dan tak menunggu lagi berlari begitu saja mengikuti petugas ambulans tadi
"Permisi, saya mengenal wanita ini. Biarkan saya ikut bersamanya"
Petugas ambulans itu tampak terkejut melihat kedatangan Beno yang entah darimana. Lalu mengiyakan permintaan Beno untuk ikut bersama ke rumah sakit.
Ternyata firasat yang Beno rasakan adalah benar. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Beno terus menggenggam tangan Lola dan terus berdoa dalam hatinya agar tak terjadi sesuatu yang buruk.
Apa yang sebenarnya terjadi pada Lola. Beno tak bisa berhenti memikirkan hal itu, dan itu semakin membuat dadanya terasa berat.
Setelah sampai di rumah sakit, Dokter meminta Beno untuk menunggu di luar kamar rawat dan membiarkan petugas medis memeriksa Lola.
Beno pun pergi mengurus segala keperluan administrasi selagi menunggu Dokter selesai memeriksanya.
Lagi-lagi Beno menghela napas untuk yang kesekian kalinya.
Kemudian Petugas administrasi itu memberikan sebuah formulir yang harus diisi, yang mana lembar formulir itu haruslah diisi oleh wali atau keluarga pasien. Dan Beno saat ini bertindak seperti wali dari Lola.
Memikirkan itu membuat Beno tertawa-tawa sendirian.
"Maaf, permisi. Saya ingin bertanya. Dimanakah kamar rawat wanita yang baru saja di bawa kesini?" tanya seorang pria yang datang dengan terengah-engah. Dadanya bergerak naik-turun seiring dirinya yang mengatur napasnya agar kembali normal.
Beno pun seketika melihat pria itu, dan entah mengapa terasa sangat familiar. Beno mengerutkan dahinya seraya mengingat-ingat siapa sosok di sampingnya ini.
Seketika Beno tersadar, dan hal itu membuatnya tertawa pelan.
"Kevin?"
Pria yang merasa terpanggil namanya itupun menoleh ke arah Beno dan terkejut melihat orang yang memanggilnya itu.
"Beno?" Kevin pun tertawa senang, karena dirinya dan Beno sudah lama tak bertemu.
"Apa yang kau lakukan disini?" ujar Beno seraya melanjutkan mengisi formulir administrasinya.
"Jadi aku adalah juri dari kompetisi olahan dessert yang diadakan di sebuah hotel. Namun salah satu peserta kompetisi itu tiba-tiba pingsan dan dibawa ke rumah sakit ini"
Beno sangat menyadari siapa "orang" yang dimaksud oleh Kevin itu. Pasti Lola. Tidak salah lagi.
"Mungkinkah yang kau cari itu wanita yang bernama Lola?"
Kevin terkejut mendengar apa yang dikatakan Beno. Mengapa Beno bisa mengetahui hal itu. Tapi Kevin tak ingin memikirkannya lebih jauh lagi.
"Ya, kau benar. Darimana kau tau?"
"Karena aku datang bersamanya. Ya, anggap saja aku sebagai walinya"
Beno mengatakan hal itu seraya menunjukkan formulir administrasi yang hanya bisa diisi oleh wali atau keluarga pasien.
Kevin seketika tertawa terbahak-bahak, mengejutkan para pegawai rumah sakit dan beberapa pasien yang sedang berada di dekat meja administrasi.
"Aku tak menyangka. Dunia ini benar-benar terasa sempit" ucap Kevin sambil memegangi perutnya yang sakit karena terlalu banyak tertawa.
Beno tak tau hubungan seperti apa yang dimiliki antara Kevin dan Lola, namun entah bagaimana Beno tak menyukai fakta bahwa yang datang menghampiri Lola di rumah sakit adalah salah satu temannya, Kevin.
Yang lebih anehnya lagi, Kevin datang sendiri tanpa didampingi juri lainnya atau peserta lainnya. Hanya sendiri dan benar-benar datang sendiri. Hal itu membuat Beno merasa aneh dan tak wajar.
Beno jadi memikirkan yang tidak-tidak terhadap Kevin. Apa mungkin Kevin tertarik dengan Lola atau mungkin sekedar khawatir dan Kevin merasa bertanggung jawab karena dirinya adalah juri dalam kompetisi itu.
Tapi berbicara mengenai tanggung jawab bukankah itu haruslah penyelenggara acara terlepas dari apapun alasan Lola sampai masuk rumah sakit.
Lalu jika benar begitu, mengapa Kevin secara sukarela datang menemui Lola bahkan sendirian dan terlihat sangat khawatir.
Apapun hubungan antara mereka, Beno tidak akan melepaskan Lola atau membiarkan Kevin mendekatinya.