Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

My ice boss

🇮🇩Triskagrace
--
chs / week
--
NOT RATINGS
74.2k
Views
Synopsis
Bercerita tentang seorang Pria bernama Steven Adrian Adelio, seorang CEO sekaligus pemilik perusahaan yang saat ini dikelolanya. Pria yang berhati dingin, maniak kerja. Sering sekali membuat karyawan yang bekerja diperusahaannya menangis keluar dari ruangannya dimaki karena kinerjanya yang tidak sesuai dengan standart si Boss. Memiliki sekretaris yang bernama Davina Adelia Putri, yang kerap sekali dipanggil Vina. Yang sering terkena amukan CEO nya. Tidak jarang dia menahan tangis saat keluar dari ruangan si Boss. Dan hampir setiap malam lembur. Hingga disuatu hari dia menyerah dengan sifat Boos nya dan memilih untuk resign. Tapi siapa sangka ternyata si Sekretaris Vina memiliki tempat di hati si Boss? Dan dia mengetahui nya saat dirinya mengajukan surat resign milik nya.
VIEW MORE

Chapter 1 - Satu

Drrttttt...drtttt..drtttt

Getaran ponsel itu terdengar begitu jelas. Membuat tidurku terganggu, dengan mata setengah terbuka kuraba ponsel yang semalam kuletakkan di sembarang arah.

"Halo". Aku menyapa seseorang diseberang sana tanpa melihat siapa pemanggilnya terlebih dahulu.

"Vin, lo udah dimana? Pak Steve lagi nungguin lo nih"?

"Hah..nunggguin? Buat apa?"

"Vina cantik jangan bilang kalau lo lupa hari ini kita ada meeting, sekitar lima belas lagi meeting nya bakalan dimulai. Eh sebentar jangan matiin dulu teleponnya, Bapak Steve katanya mau ngomong sama lo".

Aku tersadar hari ini memang ada meeting. Dalam hitungan detik langsung kumatikan handphone genggamku. Sial, ternyata sudah pukul delapan pagi. Aku terlambat bangun.

Drrtttt...drtttt.

Bagaimana ini? Ponsel yang kugenggam kembali bergetar. Kulihat siapa pemanggil nya, "Boss calling" . Tanpa berpikir dua kali langsung saja kumatikan ponselku.

Kuambil handuk dengan cepat, berlari menuju kamar mandi .

Tidak sampai dua menit aku telah selesai dengan setelan kantor ku. Cepat-cepat kuambil beberapa berkas yang kuperlukan untuk meeting pagi .

Mampus gue...

"Vin, sini cepetan". teriak Sesil memanggilku.

"Astaga Vin, dari mana aja sih lo? Ponselnya juga ngga bisa di hubungin."

"Nanti gue jelasin Ok." Jawabku cepat dengan nafas yang tidak beraturan.Sesil mengangguk paham.

"Cepat masuk, hati-hati sama Pak Steven, kayaknya dia marah banget sama lo. Good luck ya".

"Ya Ok Ok" kutarik nafas perlahan dan ku hembuskan kasar. Kuberanikan diriku untuk membuka pintu ruangan yang memang khusus untuk Meeting.

"Duduk"

Suara Pak Steven yang ku dengar pertama kali saat aku telah berada di dalam ruangan ini.

"Baik Pak" jawabku sopan sambil tersenyum dan memilih duduk .

"Lanjutkan". Ucap Pak Steven kepada seorang karyawan yang sedang persentase.

Aku menghela nafas lega begitu rapat ini selesai. Syukurlah..

Baru saja aku ingin beranjak dari tempat ku duduk. Suara Ketus Steven langsung menghentikan pergerakanku.

"Kenapa kamu terlambat?".

"Maaf Pak, saya..sa...sa..saya" aku tergagap, bingung harus menjawab apa.

"Kenapa"? Tanya Pak Steven sambil melipat tangannya di dada. Menatapku dengan tatapan tajam .

"I..itu Pak. Macet". Jawabku menunduk takut-takut.

"Ponsel kamu kenapa tidak bisa dihubungi?"

Aku terdiam menunduk. Tidak berani menatap mata elangnya .

"Ikut saya".

"Baik Pak". Aku menghela nafas lega. Untung saja aku tidak dimaki di sini. Oh ya, Pak Steven adalah CEO di kantor ini sekaligus pemilik perusahaan ini. Perlu kalian ketahui dibalik wajahnya yang tampan bak Dewa Yunani dia memiliki hati yang kejam, sifatnya yang dingin bagai kutub es dan yang paling penting dia maniak kerja. Seringkali Membentak dan mencaci maki karyawan nya kalau pekerjaan yang dilakukannya tidak sesuai ekspektasinya. Tidak jarang karyawan dari divisi lain keluar dari ruangannya dengan wajah merah menahan tangis. Kalau aku? Aku adalah sekretaris nya. Dimarahi dan di caci maki oleh nya adalah makanan ku setiap hari nya, belum lagi kalau aku salah memberikan intruksi kepada teman ku tentang proyek yang kami kerjakan. Steven tidak akan segan merobek berkas-berkas yang kubuat sepanjang malam dan melemparkan nya tepat di wajahku. Belum lagi kalau ada petinggi dari perusahaan lain yang ingin bertemu dengannya. Jika Pak Steven ada kepentingan privadi yang mendadak sehingga tidak bisa menemui klien nya . Maka aku harus memutar otak untuk berbohong. Berbohong tentang keberadaanya Pak Steven. Belum lagi kalau dirinya kesal karena pekerjaan karyawan yang lain tidak sesuai dengan keinginannya, maka aku akan lebih menderita di sini. Aku akan lembur hampir setiap hari. Ingat hampir setiap hari. Menyedihkan bukan? Tapi tak apalah ini semua demi gaji yang bisa kubilang cukup fantastis di banding dengan perusahaan lain.

Aku mengekori Pak Steven, hingga kami sampai diruangannya.

"Ini, tolong d revisi kembali ". Steven melemparkan map itu keatas meja.

"Eh ia Pak" ucapku mengambil tumpukan Map yang ada di atas meja.

"Itu sudah saya garis merah, saya tunggu besok sewaktu makan siang di meja saya".

"Semuanya Pak"? Tanyaku kaget melihat tumpukan Map itu. Total nya ada delapan map.

"Hem" ucapnya tak acuh tanpa melihatku.

"Baik Pak, saya permisi" aku berbalik cepat-cepat meninggalkan ruangan ini menuju meja kerjaku yang berada tepat di depan Ruangan Milik Pak Steven.

Hufttttt....

Aku menghela nafas. Bagaimana ini? Pekerjaanku yang kemarin belum selesai, dan sekarang bertambah lagi .

Arghhhhh...

Kesal sekali rasanya, tapi aku tidak bisa protes. Kutarik nafasku kasar dan kuhembuskan perlahan, tangan kananku membuka map pertama, memulai untuk mengerjakannya.

Drrtttt.

"Halo".

"Vin, lo udah dimana? Gue sama Beni lagi nungguin lo di kantin nih". Suara Sesil yang melengking cukup mengagetkan gendang telingaku. Kulirik jam tangan milikku ternyata jam makan siang sudah lewat dari sepuluh menit.

" Gue banyak kerjaan nih. Kayaknya gue ga ikut kalian ya. Sorry" jawab gue pelan merasa tidak enak.

"Oh gitu, ok deh. Atau ada yang mau lo makan gitu? Biar ntar gue pesenin. Gue anterin ke meja lo nanti".

"Roti isi kacang merah aja deh ,Makasih sebelumnya Sil. Gue matiin telfon nya ya. Bye."

"Telpon dari siapa?".

Refleks aku melihat sumber dari mana suara itu berasal. Ternyata ada Pak Steven di depanku. Entah sejak kapan dia berada di sana aku pun tidak tau karena sejak tadi aku sibuk dengan tugas ku yang menumpuk dihadapanku.

" Sesil Pak" Steven hanya mengangguk sekilas.

" Sudah makan siang?" Tanyanya sambil memperhatikan ponsel nya.

"Belum Pak.

"Pesan kan sekalian untuk kamu. Nanti tolong antar keruangan saya, jangan lama-lama dan ini uangnya".

Aku menerima ponsel dan uang yang disodorkannya dihadapanku. Ternyata dia memesan makanan . Tanpa babibu aku memilih makanan untukku dan tidak lupa dengan minumannya.

Totalnya ada empat kantong plastik berisi makanan dan minuman milikku dan juga milik Pak steven ditanganku. Begitu sampai di meja kerjaku aku meletakkan plastik makanan pesananku di atas meja kerjaku.

Tok.tok.. tok

"Masuk" terdengar suara Pak Steven dingin dari dalam.

"Ini Pak pesanannya" ucapku pelan sambil meletakkan kedua plastik putih Berisi makan pak Steven.

"Letakkan disana" ucapnya memberikan kode melalui jari telunjuknya tanpa melihat ku, arah jari telunjuknya tepat kearah sofa hitam yang dilengkapi dengan meja yang posisinya ada di sudut ruangan.

"Baik pak". Kuletakkan bungkusan itu dengan hati-hati diatas meja. Dengan diam aku langsung menuju pintu,ingin cepat pergi dari ruangan ini.

"Mau kemana?" Tanyanya ketus tanpa mengalihkan pandangannya dari layar komputer yang ada di hadapannya

"Kembali kemeja saya Pak."

Pak Steven bangkit dari duduknya, berjalan menuju meja tempat makanan miliknya yang sebelumnya ku letakkan.

"Bawa makan siang kamu ke sini, ada beberapa hal mengenai pekerjaan yang ingin saya diskusikan dengan kamu"

"Baik Pak". Dengan enggan aku berbalik dan dengan cepat membuka pintu berjalan menuju mejaku.

Kenapa harus makan siang bareng si Boss sih?

Aaarrrrggghhhh..,

Aku duduk tepat di hadapan Pak steven.

"Makan", perintahnya. Aku mengangguk tersenyum kearahnya walau harus kuakui kalau itu hanya senyum paksaan. Dengan diam kubuka bungkusan makanku, kumasukkan sesendok demi sesendok makanan itu kemulutku. Tak perlu waktu yang lama semua makanan itu telah berpindah kedalam lambungku.

Hingga makanan dihadapanku habis Boss yg berada di hadapanku ini tidak ada berbicara sama sekali.

Aku membersihkan sisa makan siang milikku dan Bos ku.

"Maafkan saya lancang Pak,tapi saya penasaran mengenai pembicaraan pekerjaan yang ingin Bapak sampaikan kepada saya". Ucapku pelan.

"Saya lupa, nanti saya kabarin kamu kalau saya sudah ingat. Kamu boleh keluar."

"Hah". Aku bingung dengan kalimat ketus Pak Steven.

"Kamu tidar dengar? Saya suruh kamu keluar sekarang" ucap pak Steven dengan menekan kalimat 'keluar'.

"Baik, Permisi Pak." Aku keluar dari ruangan Pak Steven, dengan perasaan sedikit jengkel.

Untung bos gue, kalau ngga udah gue telen hidup-hidup itu orang.

Aku kembali menuju mejaku. Mengerjakan tugasku yang menumpuk. Mungkin hari ini aku akan lembur lagi.

"Belum pulang?"

Aku mengalihkan pandanganku dari layar komputer yang sedari tadi kupandangi menuju sumber suara yang begitu familiar di indra pendengaranku.

"Belum Pak". Jawabku sopan sambil. Tersenyum. Pak Steven hanya mengagguk lalu berlalu meninggalkan ku.

Hingga tubuh tegap itu menghilang di balik tembok pembatas.

Kulirik jam yang ada di pergelangan tangan ku. Sudah hampir jam sepuluh malam, kupandangi kubikel yang tidak jauh dariku. Sepi sekali, hanya ada aku di sini. Sepertinya semua orang sudah pulang.

Kembali aku fokus , pekerjaanku masih sangat banyak.