Chereads / My ice boss / Chapter 2 - Dua

Chapter 2 - Dua

Tidak terasa sudah pukul enam pagi. Waktu terasa sangat cepat berlalu mungkin karena aku terlalu sibuk sejak semalam. Aku bahkan melupakan makan malam, perutku rasanya sudah melilit. Apa asam lambungku kambuh? Tapi waktuku sangat mepet sekarang, pekerjaanku masih belum selesai sementara matahari akan segera menampakkan dirinya.

"Vina. Hey kau tidak pulang semalaman yah"?

Aku melihat Sesil, berdiri dihadapan ku. Sekilas kulirik jam tangan yang ada di pergelangan tanganku. Ternyata sudah pukul tujuh pagi. Aku memperhatikan raut wajah Sesil yang terlihat sangat segar berbanding terbalik dengan ku. Wajahku mungkin sudah kisut dan ya penampilanku juga sangat berantakan sekarang. Kantung mataku serasa bengkak mungkin karena terlalu lama memandang layar komputer yang ada di hadapanku ini .

Aku tersenyum dan menggeleng lemah.

"Astaga" Sesil menutup mulut nya dramatis.

Aku tertawa kecil melihat ekspresinya yang cukup menggemaskan.

"Aku sudah selesai dan berkas ini akan kuantar ke meja Pak Steven"

Ucapku sambil bangkit berdiri dengan tumpukan map yang ada di gendonganku.

"Semangat" teriak Sesil yang masih terdengar di indra pendengaranku.

Sekarang aku berada di Kost yang kutempati. Ya, setelah meletakkan berkas itu di atas meja Bos ku aku memilih untuk pulang sebentar. Untuk mandi dan sarapan. Saat tengah memakan sarapan pagi ku terdengar ada notifikasi masuk dan itu dari Sesil.

"Boss mencarimu, hari ini ada rapat dadakan antara dewan direksi, buruan balik kantor deh"

Aku melempar ponsel ku sembarangan arah tanpa berniat membalas pesan dari Sesil. Ada rasa nyesek dihatiku saat membaca pesan dari Sesil, ingin rasanya aku teriak dihadapan Steven kalau aku juga ingin beristirahat sebentar, tapi aku sadar kalau hal itu mustahil untuk kulakukan. Aku melanjutkan sarapanku dengan cepat. Sebelum Boss ku itu marah lagi kepadaku.

Saat ini aku sudah sampai di lobi perusahaan tempatku bekerja.

Ting..

Begitu ponselku kunyalakan kembali, ada satu notifikasi ponselku dan ternyata dari Sesil.

"kalau sudah sampai lo langsung masuk keruang rapat ya".

Aku berlari kecil supaya lebih cepat sampai di tempat tujuan ku.

Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Untuk menormalkan detak jantungku yang tidak beraturan.

Kubuka pintu yang ada di hadapanku perlahan. Aku senyum dan menunduk sopan ketika semua mata tertuju kepadaku.

Dan aku bisa merasakan tatapan tajam mata Steven yang seakan ingin memakanku. Mungkin dirinya kesal karena aku terlambat lagi.

Aku memilih duduk di kursi yang jaraknya empat kursi dari hadapan Steven. Sungguh aku takut melihat raut wajahnya yang seperti ingin mengulitiku.

"Ikut saya". Suara itu adalah milik Steven. Aku berdiri dan langsung mengekorinya dari belakang.

"Sekarang apalagi alasanmu terlambat?". Ucap Steven begitu duduk di kursi miliknya yang ada di dalam ruangan kerja nya.

"Macet? terlambat bangun?"

"Maaf Pak, semalam saya disini lembur mengerjakan pekerjaan yang Bapak berikan kepada saya semalam dan saya tadi pulang sebentar untuk membersihkan diri setelah menyelesaikan laporan ini".Aku menunjuk berkas yang letaknya masih berada ditempat terakhir aku meninggalkannya.

Steven diam dan hanya menatapku tajam, aku yang takut melihat tatapannya langsung menunduk dalam.

"Saya harap lain kali kamu bisa lebih profesional dalam bekerja. Kalau masih sering terlambat seperti hari ini kemungkin gaji kamu bulan ini akan saya kurangi, mengerti?"

"Baik Pak".

"Keluar".

Aku berjalan keluar dengan langkah besar. Ingin meninggalkan ruangan ini lebih cepat. Sungguh aku merasa bersyukur, pagi ini aku tidak dimarahi olehnya.

Aku kembali melewatkan makan siangku. Hari ini Pak Steven memiliki acara keluarga yang mendadak jadi aku harus merevisi jadwal nya ulang dan membatalkan beberapa pertemuan klien hari ini.

"Maaf Ka".

"Ya,ada apa?".

Aku melihat Citra yang berdiri di hadapanku. Citra adalah pegawai magang di kantor ini. Raut wajahnya jelas seperti orang yang ketakutan. Aku menatap penasaran.

"Maaf ka. Ini".

"Apa?" Tanyaku saat melihat Citra menyodorkan tiga buah map kehadapanku.

"Pak Steve memintaku untuk memberikan ini untukmu".

Aku menarik kasar map itu dan terlihat jelas deretan angka.

"Tapi ini kan bagianmu", ucapku sedikit ketus dan tidak terima.

"Benar ka, Pak steven yang memintaku untuk".

Belum selesai Citra berbicara aku langsung bangkit berdiri, berjalan menuju ruangan Steven.

"Apakah kau tidak memiliki sopan santun"? Suara dingin itu yang pertama kali terdengar menusuk di indra pendengaranku. Salahku juga tidak mengetuk pintu terlebih dahulu karena aku sudah terlanjur emosi.

"Maafkan saya Pak. Tapi saya datang kesini untuk menanyakan tentang..."

Steve langsung memotong ucapanku

"Bagian Citra tolong kamu ambil alih saat ini. Saya membutuhkan berkas itu besok. Baru saja saya merevisi hasil kerjaannya dan terdapat banyak kesalahan mungkin karena Citra masih pemula dan tidak mungkin dia bisa menyelesaikan itu dalam semalam. Dan saya tau kamu bisa melakukan itu untuk saya".

Aku diam tidak tahu harus bereaksi bagaimana.

"Oh saya lupa, tolong kamu dampingi Citra sampai dia bisa melakukan pekerjaannya dengan baik. Anak itu sungguh sangat lamban, sekarang kamu boleh keluar".

Aku meremas tangan kiriku yang bebas, aku berbalik dengan cepat keluar dari ruangan Steven.

Kuletakkan berkas itu asal diatas mejaku.

Sial, malam ini aku kembali lembur. Aku tertawa hambar, menertawakan kesialanku.

Mataku sangat lelah rasanya, melihat barisan angka yang saat ini berada di depanku, sudah pukul sembilan malam, aku melirik disekitar ku ternyata masih ada Danny dan Hendri disana. Mungkin mereka juga lembur.

"Hey". Sapaku si depan kubikel mereka.

"Kerjaan kalian masih banyak?" Tanyaku lagi sambil mengintip komputer mereka melihat apa yang mereka sedang kerjakan.

"Kenapa? Lo mau bantuin kita?" Sahut Hendri cepat sambil melihatku.

"Apaan sih lo. Kerjaan gue juga masih numpuk lho". Jawabku sedikit sewot.

"Kalau pekerjaan numpuk itu dikerjain bukan malah bergosip", suara yang paling menyebalkan itu terdengar dari belakangku. Aku berbalik untuk memastikannnya dan benar saja Pak Steven sudah berada tepat dibelakangku.

"Bapak masih disini? Bukannya Bapak bilang mau pulang cepat karena ada acara keluarga?" tanyaku dengan cepat.

"Mau pulang Pak?" Sapa Danny sopan.

"Hem" dia mengangguk pelan dengan mata yang memandangku.Dia mengabaikan pertanyaaanku. Aku yang ditatap seperti itu hanya bisa tersenyum dan menunduk sopan walaupun dari dalam lubuk hatiku yang paling dalam aku memaki nya.

"Hati-hati Pak". Dia langsung berbalik tanpa berniat nembalas ucapan ku dan pergi meninggalkan kami.

"Yesss. Gue udh selesai. Huyyyyy". Teriak Danny.

"Tungguin gue dong. Lagi loading nih".

Sahut Hendri sedikit panik.

"Gimana?".

"Udah".

"Kalian udah selesai? Kalian mau pulang?". ucapku dengan nada tak percaya. Tak percaya kalau aku akan sendirian lagi ditempat ini.

"Yes, kita pulang duluan ya. Bye bye". Danny dan Hendri berjalan keluar dari kubikelnya dan berjalan menjauhuiku. Badan mereka mengilang dibalik tembok pembatas.

Aku menghela nafas pelan dan berjalan kembali menuju mejaku. Dan sekarang hanya aku sendiri di sini sungguh suasananya terasa sangat sepi. Kupegang perutku yang sontak terasa perih. Mungkin karena belum diisi sejak siang. Ku ambil roti yang tadi siang yang kutitip kepada Sesil. Aku memakan roti itu dengan cepat.

Aku mengela nafas panjang,ingin menangis rasanya. Sungguh badanku lelah dan ingin remuk sekarang. Mataku juga terasa berat dan berair. Tapi apa yang bisa kuperbuat? Pekerjaan ku masih banyak. Jujur aku ingin lari rasanya. Aku tidak sanggup jika harus seperti ini setiap malam. Lembur dan terkena angin malam. Aku akui memang gaji dan bonusku lumayan besar. Tapi aku juga manusia biasa yang butuh istirahat.Aku meletakkan kepalaku diatas meja kerjaku.

Drrttt.... Drrrttt

Ponselku bergetar dan ada panggilan dari Ibu di kampung.

"Halo".

"Halo Vina, Ibu pikir kamu sudah tidur tadinya"

"Belum kok Bu, aku masih dikantor nih, masih lembur".

"Oh begitu, kabar kamu gimana?"

"Baik bu. Kabar Ibu dan Bapak gimana?".

"Kabar Ibu sama bapak kamu baik kok".

"Syukurlah".ucapku sambil tersenyum.

"Oh ia, Ibu ada apa? Kenapa telepon Vina malam-malam begini?".

"Itu Bapak kamu nabrak orang tadi siang Vin".

"Hah? Terus keadaan Bapak gimana? Tadi Ibu bilang kalau Bapak baik-baik saja. Apa Bapak terluka?". Suaraku bergetar menahan tangis.

"Bapak kamu ngga kenapa-napa tapi orang yang ditabraknya itu sekarang yang jadi masalah".

"Kenapa Bu?"

"Bola matanya rusak karena kecelakaan itu. Jadi Bapak sama Ibu harus bertanggung jawab. Kamu bisa tolong Bapak dan Ibu kan? Jujur Ibu tidak ada biaya saat ini".

Aku menggangguk kepala mengerti.

"Ia Bu, Vina paham. Nanti sepulang kerja Vina transfer uang nya. Ibu tenang aja kalau masalah biaya nanti dari aku aja, tabungan Vina masih ada kok Bu. Yang paling penting Bapak ngga kenapa-napa kan Bu?". tanyaku lagi untuk memastikan keadaan Bapak dan tanpa kusadari air mataku jatuh.

" Bapak kamu ngga kenapa-napa kok Vin, jangan khawatir".

"Sykurlah". Kuhela nafasku begitu lega rasanya.

"Kalau begitu Ibu dan Bapak istirahat saja, sepulang dari kantor aku bakalan transfer uangnya".

"Ia nak, terimakasih banyak ya".

"Sama-sama Bu. Doakan supaya rezeki aku lancar ya Bu,".

"Amin. Pasti kamu Ibu doakan. Sudah dulu ya Ibu mau istirahat, selamat malam".

"Baik Bu. Selamat malam".

Balasku sebelum mematikan panggilan dari Ibu.

Aku menghela nafas lega saat tugas Citra yang diberikan kepadaku telah selesai. Kulirik jam tanganku ternyata sudah pukul satu malam. Aku bergegas merapikan barang milikku dengan cepat .Aku sangat merindukan kasurku kecilku sekarang.

Aku melangkah kan kakiku dengan cepat menuju pintu kost ku. Badanku sudah sangat terasa lelah sekali rasanya. Sebelum pulang aku sudah mentransfer uang yang kujanjikan untuk Ibu, tabungan yang sudah lumayan lama kusimpan dengan susah payah telah habis. Tapi tidak masalah untukku, kalau Kedua orang tuaku masih diberikan kesehatan dan umur panjang.

Aku menjatuhkan tubuhku di atas ranjang.

Wahhh, nyaman sekali rasanya, teriakku senang. Walaupun berukuran kecil tapi rasanya sangat nyaman sekali. Tidak perlu waktu yang lama aku telah tertidur lelap bahkan tanpa membersihkan diriku lebih dahulu.