"Pagi Pak". Aku menyapa Steven yang berlalu dihadapanku. Suasana pagi yang begitu cerah menjadi terasa sangat dingin saat melihat wajah si Boss. Aura dingin begitu terpancar dari wajah nya yang terlihat begitu menyeramkan di pagi ini. Sepertinya Mood nya tidak baik hari ini.
Aku mendesah nafas lega begitu Pak Bossbberlalu dari hadapanku dan telah memasuki ruangannya. Aku mendudukkan bokongku dikursi kerjaku.
Setelah melihat wajah si Boss, bisa kupastikan hari ini mungkin akan terasa seperti neraka.
Tepat seperti dugaanku, baru pukul sepuluh pagi sudah terhitung lima karyawan dari divisi lain yang keluar dari ruangan Steven dengan wajah menahan tangis. Mungkin mereka terkena amukan si Boss.
"Davina"
Langsung saja aku bangkit dari kursi ku begitu melihat Pak Steven berdiri dihadapan ku. Kulirik tumpukan map yang di pegangnya. Astaga jangan sampai aku di suruh lembur lagi nanti. Bisa mati muda aku.
Aku langsung berdiri dengan kepala setengah menunduk , mencoba bersikap sopan kepadanya.
"Ada yang bisa saya bantu pak?"
Dia tidak menjawab ucapanku melainkan meletakkan tumpukan map itu di meja kerjaku tepat di sebelah komputer yang biasa ku gunakan.
"Ini". Steve langsung berbalik menuju ruangannya dan baru dua langkah berjalan menjahuiku dia berbalik menghadap kearahku.
"Selesaikan ini Besok pagi semuanya harus berada di atas meja kerja saya besok"
Steven berbalik dan melanjutkan langkah menuju ruangannya.
Kutahan butiran bening yang mungkin akan jatuh dari kedua kelopak mataku. Rasanya sesak. Ini bukan tugasku ini tugas karyawan lain. Tapi kenapa harus dilimpahkan denganku. Sungguh ini tidak bisa kutoleransi lagi. Aku manusia biasa dan ya aku juga butuh istirahat. Sudah beberapa malam ini aku berdiam disini dikantor ini. Hampir setiap hari aku lembur sungguh mereka begitu egois.
Berkali-kali aku menarik nafasku perlahan-lahan dan menghembuskannya dengan kasar mencoba untuk menenangkan diriku sendiri. Setelah kurasa cukup tenang aku membuka map yang paling atas. Bagaimana pun aku adalah karyawan disini. Mau marah pun tidak ada gunanya. Semuanya harus kukerjakan dengan cepat. Malam ini aku harus begadang lagi. Astaga miris sekali nasibku.
Aku meringis saat merasakan perih dilambungku. Kulirik jam tangaan yang melingkar dipergelangan tangan kananku . Sudah pukul sembilan malam, ternyata sudah lewat dari jam makan malam. Kulirik sekitarku semuanya telah pulang kerumahnya. Kecuali si Boss. Sedari tadi dia belum keluar dari ruangannya. Mungkin karena mood nya yang masih buruk atau karena masih banyak pekerjaan yang dikerjakannya, entahlah tapi itu bukan urusanku. Aku berdiri dari tempatku duduk. Kusambar ponsel dan dompet milikku, aku berencana makan diluar sekarang . Mencari udara segar supaya menghalau rasa kantuk yang menghampiriku.
"Mau kemana?" Suara itu. Sontak aku membalikkan badanku. Boss ku berdiri tepat di belakangku. Mungkin dia akan pulang.
"Mau makan keluar sebentar Pak. Bapak mau nitip juga?" ucapku basa basi sambil kusunggingkan senyum manisku walau sebenarnya aku tidak ikhlas untuk melakukannya.
"Tidak perlu. Kamu bisa pulang sekarang.
Kutatap Steven dengan intens, tidak paham dengan ucapannya.
"Pulang dan beristirahat. Saya baru ingat kalau sejak semalam kamu lembur, saya tidak mau karyawan yang paling saya andalkan jatuh sakit". Jujur saja aku sedikit tersentuh dengan ucapannya.
"Pulanglah".
"Eh. Baik Pak" tanpa membantah aku berjalan cepat kembali duduk dimeja kerjaku. Menyimpan beberapa file yang telah kukerjakan sejak tadi.
Aku meraih berkas yang masih tersisa berencana melanjutkan sisanya di kost.
"Tinggalkan"
"Hah?"
"Lanjutkan besok pagi saja dikantor"
"Eh tapi Pak bukannya Bapak yang bilang kalau semuanya harus selesai besok pagi?"
"Kalau saya bilang tinggalkan ya kamu tinggalkan saja. cukup patuhi ucapan saya tanpa ada bantahan."
"Ba Baik Pak, kalau begitu saya pamit pulang".
"Kamu saya antar. Ikut saya"
"Hah!" Kembali aku bingung dengan kebaikan yang ditawarkan si Boss. Entah setan apa yang merasukinya. Aku yang setiap hari melihat kegalakannya menjadi takut melihat dirinya yang sekarang.
Aku memandang Pak Steven masih bingung dengan sikapnya yang baik tiba-tiba,
"Kenapa?" Tanya Steven tidak sabaran sembari ikut memandangku.
"Eh tidak Pak. Saya naik kendaraan online saja. Tidak enak merepotkan Bapak" aku tersenyum, bisa kurasakan kedua tangan dan kedua tungkai kakiku terasa gemetaran sekarang saat mencoba menolak halus tawaran Pak Steven.
"Saya tidak merasa direpotkan, ayo"
Aku diam tidak tau harus menjawab apa. Akhirnya kupilih untuk mengekori langkah Steven hingga kami tiba di basement.
Dan disinilah kami sekarang berada didalam mobil milik Steven Boss ku. Selama perjalanan kami hanya diam. Diam-diam aku melirik kearah nya . Kuakui Pak Steven itu lelaki yang tampan. Hidungnya yang mancung , rahangnya yang tegas, matanya yang tajam, bentuk tubuhnya yang berotot, bibirnya yang terlihat penuh dengan warna merah muda yang cukup menggoda. Sungguh fisik yang sempurna bak Dewa Yunani. Tapi dari kesempurnaan itu ada kekurangannya yang bisa kulihat jelas sampai saat ini adalah sifat kasar dan juga sifat dinginnya. Seperti tidak ada keramahan sama sekali disana.
" Saya disini Pak" .
"Disini?" Tanya Steve memastikan.
"Ya, Pak"aku membuka seatbelt yang melingkari tubuhku.
"Terimakasih atas tumpangan nya Pak. Selamat malam". Ucapku begitu telah keluar dari mobil yang dikemudikan oleh Boss ku. Aku menunduk sedikit untuk memberinya hormat.
"Rumah kamu yang mana?"
"Itu Pak" aku menunjukkan kost yang kutempati bisa kulihat si Boss ku hanya mengangguk.
"Kalau begitu saya masuk kedalam dulu ya Pak. Terimakasih atas tumpangannya dan selamat malam."
Tanpa menunggu balasan dari nya aku langsung berbaik cepat-cepat menjauh darinya.
"Davina".
"Eh ia Pak". aku langsung berbalik begitu mendengar suaranya yang memanggilku .
"Saya mau numpang toilet kamu".
"Hah! Eh ia Pak mari ikut saya". Ucapku gelagapan.
"Terimakasih"
"Sama-sama Pak" jujur aku sedikit kaget. Seorang Boss sepertinya ternyata bisa juga menucapkan kalimat 'terimakasih'. Seharusnya ucapannya itu kurekam saja tadi . Supaya besok satu gedung kantor heboh. Ah sial bodohnya aku.
"Bukannya Bapak mau pulang?" Aku sedikit ketus tidak suka saat melihat Steven mendudukkan bokongnya di kursi plastik yang berada tepat disampingnya.
"Kamu mau ngusir saya?
"Eh, bukan begitu Pak, tadi Bapak bilang nya hanya ingin menumpang to.."
"Saya haus" Steven langsung memotong pembicaraan ku.
"Tapi di sini saya hanya punya air putih Pak"
"Tidak masalah, bukankah air putih lebih untuk kesehatan?"
Aku mengguk mengiayakan .
"Ini Pak" aku menyodorkan segelas air putih tepat dihadapan Steven.
"Terimakasih" Steven mengembalikan gelas yang kosong kehadapanku. Dirinya mengucapkan kalimat terimakasih sekali lagi dengan senyuman.
Deg.
Rasanya jantungku tidak karuan saat melihat senyumannya. Kuakui kalau senyuman milik Boss ku manis. Selama hampir satu setengah tahun aku bekerja sebagai Sekretarisnya baru kali ini aku melihat senyuman itu.
"Sama-sama Pak" suara ku bergetar. Astaga ada yang salah disini.
"Kalau begitu saya pamit pulang."
Aku menggaguk saat melihat Steven boss ku memasuki mobil mewah nya dan meninggalkan kawasan kost ku yang jauh dari kata elite.
Drrrttttt .... ponsel ku bergetar. Aku merogoh saku celanaku. Kulihat ada panggilan dari sahabat ku Rena.
"Halo"
"Davinaaaaaaa"
"Astaga, kuping gue. Jerit sekali lagi gue matiin nih telpon lo". Ucapku sedikit kesal.
"Eh jangan-jangan." Terdengar suara di seberang panik. Aku terkekeh kecil mendengarnya.
"Hmnn. Kenapa lo nelpon?"
"Gue kangen sama lu"
"Boong lu. Weekend kemarin gue ajak jumpa lo nya ngga mau"
"Sorry, tapi kemarin beneran gue sibuk banget Vin. Gimana kalau kita keluar weekend ini?"