"Jeju-do. Aku berasal dari sana." Ia tersenyum ramah untuk mengakhiri suara berat miliknya.
Jeju? Barusan pria itu mengatakan Jeju? Bingo! Tuhan memberikannya tiket emas sekarang.
"Jeju? Aku sangat ingin ke sana." Luna menyahut. Kali ini ikut tersenyum ramah sembari mengalihkan tatapannya kembali menatap air mancur yang ada di tengah ruangan. Aliran air bening dengan suara gemercik yang menyertai seakan memberi kesan penambah untuk Luna yang sedang membayangkan indahnya Pulau Jeju sekarang ini.
"Kau mau aku membawamu ke sana suatu saat nanti?" Ritter tertawa ringan. Menatap Luna yang ikut tertawa kecil nan lirih untuk menanggapi kalimat tawaran dari rekan barunya itu.
"Tentu. Aku akan sangat berterimakasih untuk itu."
"Baiklah. Suatu saat aku akan membawamu ke kampungku." Ritter tersenyum. Memberi tatapan teduh pada Luna yang baru saja memberi respon sama dengan menambahkan anggukan kepala ringan darinya.
Ritter Lim adalah pria baik yang dikenalnya pertama kali di lingkungan asing ini. Anehnya, selepas mendengar bahwa ia adalah salah satu dari banyak orang beruntung yang dilahirkan dan dibesarkan di Jeju, membuat Luna tak lagi terasa asing jikalau dekat dengan pria itu.
Tentang Ritter Lim. Tak banyak yang bisa diceritakan di sini, sebab seiring berjalannya waktu kalian akan mengerti dan paham bagaimana Ritter Lim itu. Hanya ingin mengulas sedikit di bagian intinya saja.
Pemilik nama lengkap Reynard Ritter itu adalah pria dengan identitas asli dengan nama Lim Baek Hyeon. Seperti namanya, ia adalah pria berkebangsaan negara gingseng, Korea Selatan. Lim Baek Hyeon pindah ke Amsterdam bukan tanpa maksud dan tujuan yang jelas. Datangnya ia ke tempat menjadi destinasi wisata di Negara Belanda itu sebab ia berkelana. Ada sesuatu yang membuat Ritter harus datang dan meninggalkan kampung halamannya. Mengganti nama dan meninggalkan kehidupan sebagai seorang 'pecundang dan pengecut' bernama Lim Baek Hyeon. Singkatnya, di Amsterdam ia ingin mengakhiri semua yang ada di Korea. Lari dari kenyataan dan meninggalkan segala yang membuatnya menjadi seorang pengecut.
Berbicara pasal Lim Baek Hyeon, ia adalah pria yang cukup tampan. Mata dan pola yang ada di atas wajahnya, tentunya akan terlihat khas seperti orang dari negara gingseng. Mata sipit melengkung bulan sabit dengan sepasang alis garis berwarna hitam legam yang duduk di atas sepasang bulu mata tipis tak lentik miliknya. Hidung Ritter Lim tergolong mancung namun berukuran kecil. Sekecil dan setipis bibir merah muda sedikit pucat miliknya. Kalau Ritter tersenyum, ada dua lesung yang menghias di dua sisi pipi tirus berahang tegas miliknya. Memukau memang dengan deretan gigi rapi nan putih yang menghias senyum kuda miliknya.
Suara Ritter tergolong rendah dan serak. Sedikit berat mengingat ia adalah seorang pria berbadan kekar dan jangkung. Dadanya bidang. Dengan balutan kemeja bergaris sekarang ini, seakan menyempurnakan fakta bahwa tubuhnya bak seorang model papan atas.
Sekarang Luna paham, kalau orang Korea benar-benar mengulang tinggi seperti yang ada di dalam film serta drama yang sering ia tonton sebelum ini.
"Kenapa kau pindah ke sini? Bukankah Korea itu indah?" Luna menyahut. Sebelum ia benar pergi dari sini setidaknya ia ingin bertanya, lebih baik manakah antara Jeju dan Amsterdam, Belanda.
"Karena tempat ini membuatku nyaman." Ritter tersenyum tipis mengakhiri kalimat singkat dari celah bibirnya. Sukses membuat kerutan samar di atas dahi milik Luna Skye sekarang ini.
"Amsterdam lebih membuatmu nyaman ketimbang kampung halamanmu sendiri?"
Pria yang ada di sisinya mengangguk. Mengeram ringan untuk memberi respon pada kalimat yang dilontarkan oleh gadis cantik berambut pendek ikal berwarna cokelat muda di sisinya.
"Bagaimana dengan Jeju? Katanya di sana surga bagi orang penyuka ketenangan."
"Amsterdam juga punya itu." Ritter menyahut. Memotong kalimat Luna yang baru saja ingin menghirup napas dalam-dalam kala Jeju terucap di sela kalimat miliknya. Luna kini paham betul bahwa yang membuat hatinya benar-benar bergetar adalah Jeju bukan sastra indah atau William Brandy.
"Kau seperti membenci kampung halamanmu. Padahal aku sangat ingin ke sana." Gadis itu kembali mengimbuhkan. Menyela kalimat dengan senyum ringan yang merekah di atas bibir merah muda merona milik Luna. Kembali berjalan untuk segera bergegas keluar dari bangunan Ge Sketchbook Company.
Gadis itu kini menoleh kala menyadari bahwa Ritter Lim mengikuti langkahnya. Awalnya gadis itu mengira bahwa pria yang begitu tampan dan terlihat rapi dengan kemeja dan celana panjang kain juga sepasang sepatu kulit mengkilap yang menyempurnakan penampilannya kali ini hanya akan mengantarkannya sampai ke depan pintu keluar utama saja. Namun, ia salah. Meskipun Luna sudah bisa dikatakan keluar dari gedung utama, akan tetapi langkah kaki jenjang milik Ritter Lim benar-benar masih berusaha mengiringi dan seirama dengan langkah kaki miliknya.
"Kau akan menghantarkan aku sampai ke rumah?" kekeh Luna mencoba akrab. Sekali lagi, bukan ingin akrab sebab ia adalah rekan kerja baik yang sudah mengulurkan tangannya terlebih dahulu untuk memulai kedekatan dan hubungan baik dengan Luna. Candaan ringan yang lolos dari celah bibirnya kali ini sebab Luna ingin akrab dan terkesan tak asing dengan pria Jeju di sisinya ini. Siapa tahu kalau ia adalah tiket VIP yang dikirimkan Tuhan sebagai hadiah atas kerja kerasnya dalam menggapai mimpi dan kebahagian.
"Sampai gerbang besar di depan sana. Kau masih mahasiswi bukan?"
Luna terdiam sejenak. Menghentikan paksa kekehan kecil yang ada di celah bibirnya, kemudian tegas menaikkan pandangan dan menoleh ke arah Ritter. Benar! Luna hampir lupa. Kalau Ritter adalah seniornya di sini. Melihat wajah dan caranya berpakaian, mungkin Ritter adalah pria tua yang terlihat awet muda seperti Tuan Ge.
"Aku lupa menanyakannya, tapi berapa usiamu, Tuan Lim?"
Pria di sisinya tertawa kala mendengar Luna tiba-tiba saja mengubah cara berbicara dan memanggilnya. Sebutan Tuan Lim benar-benar membuat dirinya terkesan bak pria tua yang sedang menggoda gadis muda sekarang ini.
"Usiaku masih 25 tahun. Jika di Korea aku berusia 26 tahun. Tak jauh beda darimu. Jadi panggil aku senyamannya saja," ucapnya mempersingkat.
"Usiaku baru 21 tahun. Tak apa jika aku memanggilmu dengan sebutan Ritter Lim?"
"Tentu. Tak ada masalah. Kita adalah rekan kerja sekarang." Ritter menyahut. Membalas dengan nada antuasias pada gadis yang kini tersenyum ringan padanya. Ritter Lim benar-benar pria baik yang ramah yang ditemui Luna untuk pertama kalinya dalam seumur hidup. Ah tidak, kedua kalinya!
Kedua? Ya! Sebab yang pertama adalah Damian Edaurus. Semua pria yang ditemui Luna sebelum ini pastilah pria nakal dan brengsek yang suka menggodanya. Mengajak Luna tidur semalam dengan membayar tubuhnya sebagai harga sewa.
Jika tidak begitu, Luna selalu saja bertemu dengan pria aneh yang suka melucu dan tak pernah serius dengan apa yang dibicarakan di hari pertama berjumpa. Katakan saja seperti Barend Antonius dan sang kekasih, William Brandy.
... To be Continued ...