Rif'an mengantar Indana pulang, motor berhenti di depan rumah sederhana itu.
"Kak setelah mayat ditemukan pasti penjahat itu akan mengubur buktinya, dan terus mencari orang-orang penting bagi Mbak Dina. Hati-hati ya," pinta Dana, Rif'an mengelus perut istrinya.
"Doakan ya agar semua baik dan aman," ujar Rif'an lalu bergegas dengan motornya.
Indana merasa cemas dia segera masuk. Sedang Rif'an dan Bian pergi memakamkan istrinya. Rif'an merasa aneh dengan beberapa orang yang sudah jelas orang suruhan pejabat koruptor itu.
Setelah pemakaman Rif'an dan Bian melaksanakan solat di Masjid. Tidak lama Rif'an dan Bian merasa sudah aman keduanya bergegas ke rumah Ibu mertuanya Bian.
Mereka mendapatkan flesdis, Rif'an sengaja menyalakan laptop lalu mengirim vidio itu ke Dana. Merasa akan ada yang sesuatu yang terjadi. Rif'an meminta Fai ke rumah untuk menjaga istrinya yang sudah hamil tua. Rif'an juga mengirim vidio koruptor itu kenomer milik Fa'i.
[An' aku sudah mengirim vidio ketemanku, tapi maaf aku belum bisa menemani Indana, kalau satu jam setengah lagi baru bisa. Ada pasoen dadakan ini perlu Oprasi usus buntu,]
Balasan chat dari Fai.
[O ... tidak papa. Nanti kalau sudah selesai aku juga segera pulang, makasih ya bro,]
chat Rif'an. Rif'an dan Bian berpisah, Rif'an dengan motornya menuju jalan pulang.
"Kenapa aku sangat cemas," gumam Rif'an segera pulang. Dia berhenti di lampu merah, lalu melihat berita kalau anggota penjabat yang korupsi sudah ditangkap dia sangat lega. Namun dia terkejut saat ada gambarnya dan Indana ketika dia berada ditumpukan sampah karna menemukan jasad Dina.
Tin
Tin
Rif'an sadar lampu sudah hijau dia segera menginjak pedal gasnya.
"Kalau terekspos bisa dalam bahaya nyawaku dan Indana, kenapa aku dan Dana tidak sadar kalau kami masuk ke berita. Ya Allah ... hanya padaMu hamba berlindung," ujarnya segera melaju.
Rif'an sampai dirumah, pintu masih tertutup rapat dia menjagang motor lalu berlari.
"Assalamualaikum," ucap Rif'an. Rif'an membuka pintu, tidak ada jawaban namun suara dalam kamar mandi jelas ada orang.
Bug ..
Rif'an dipukul dari belakang dia memegang kepalanya yang berdarah, dia tidak sadarkan diri. Penjahat itu mengambil ponsel milik Rif'an pas saat Fa'i menelpon.
"Halo ... tolong ...." suara wanita memakai topeng, sarum tangan dia segera menutup telpon dan pergi.
"Dana ... Dana ... heh ... mungkin sam_hehpai, di sini, se_moga heh ... cinta kita berlanjut di surga, Aamiin. Heh ... Ya Allah ... Ya Allah ...." Rif'an menyeret tubuhnya sampai kedepan kamar mandi, dia melihat Dana tidak sadarkan diri dengan penuh luka cabikan, dia kembali tidak sadarkan diri.
Tidak lama Fa'i datang dia merasa aneh dengan rumah sahabatnya. Fa'i segera masuk dia terkejut dengan darah yang mengalir.
"Tolong ..." teriaknya, tetangga pun datang. Fai segera memeriksa urat nadinya Rif'an. Namun nyawa sudah tidak ada pada raga calon Ayah itu.
"Innalillahi ...." ucap Fa'i, dia segera memeriksa Indana melihat Indana masih bernapas dia segera membawa Dana ke Rumah sakit. Sedang warga yang lain sangat antusias dan mengurus jasadnya Rif'an.
Polisi mencari bukti namun tidak menemukan apapun di tempat kejadian. Sementara Dana harus melahirkan secara caesar.
Fa'i terus berdoa dan sangat cemas dia mondar-mandir.
Drettt
"Halo, bagaimana siapa pelakunya?" tanya Rif'an sangat cepat.
"Maaf Mas Fa'i kita tidak menemukan, tapi kami pasti akan menyelediki sampai kami menemukan buktinya. Kami yakin pelakunya orang terdekat dari pejabat itu, tapi ... kami terus mencari," jelas Polisi itu. Fa'i marah dia menutup telpon sambil menghela napas.
"Oek ...." suara bayi dari kamar oprasi, Fa'i sujud syukur saat bayi Indana dan Rif'an lahir kedunia.
"Mas dicari istrinya," ujar suster, Fa'i sangat bingung.
"Apa nanti yang akan aku katakan ke Indana," gumamnya sambil meremat kepala, dia mengambil napas lalu masuk ke ruangan.
"I ... di mana Kak Rif ... I ... sakit ...." keluh Dana membuat Fa'i menitihkan air mata.
"Sepertinya aku tidak sanggup lagi, heh ..
eh ... tolong, kalau Anakku mempenyai kelebihan bilang heh ... ya ke Ayahnya untuk menerima heh ... I ... katakan maaf untuk Kak Rif, ya ... heh ... aku setuju anakku diberi nama Indana Zahra, heh ... Allah," ujarnya sangat lirih mengambil napas panjang. Fa'i dengan tersedu-sedu menuntun bacaan tauhid.
****
Hari berduka telah, sudah berbulan-bukan tetap tidak ada bukti siapa pelaku itu. Waktu berlalu Fa'i mengadopsi Indana kecil dia memanggilnya Dana namun semua memanggilnya Zahra. Fa'i tetap menjadi bujangan dia membawa Indana ke Makassar ke rumah Omanya. Namun Omanya meninggal setelah mendengar kabar meninggalnya Rif'an yangsangat tragis.
Fa'i membawa Indana kecil ke makam Omanya. Tidak disangka mereka bertemu Alvin.
"Mas Fai?" panggil Alvin dan segera menghampiri Fai, Fai tersenyum lalu memeluk adik dari sahabatnya.
"Aku siap merawat Dana kecil," ujar Alvin.
"Dia sudah menjadi temanku. Nanti saja saat dia menikah kau masih diberi umur datang dan nikahkan dia. Lagian kita sudah hampir setiap hari vidio call," ujar Fai mendekarkan wajah. "Nanti istrimu cemburu kalau kamu lebih sayang ke dia.Biar aku yang masih jomblo ngenes ini yang merawatnya," jelas Fa'i berbisik, Alvin tertawa kecil.
"Tapi setiap hari aku akan vc ya. Bagaimanapun dia juga Anakku," ujar Alvin lalu mengecup bayi tiga bulan itu, Fai tersenyum lalu melangkah pergi.
***
Dokter ini tidak lagi muda dia hidup di Surabaya bersama dengan putri kecilnya. Karna uang yang cukup Fa'i memilih baby sister yang tepat.
Dia juga tidak mau lama-lama di Rumah sakit. Dia bergegas pulang karna sudah rindu berat ke Dana. Dia sudah menumpuk berkasnya.
Cekklek.
"Maaf Dok ... aku terlambat, aku Tania, aku mau memperiksakan usus buntu yang aku derita, ini hasil Ronsennya. Fai sedikit keberatan, dia menerimanya.
"Lain kali jangan terlambat. Tidak bisa disiplin," tegurnya bergumam.
"Dokter kalau menegur yang keras saja, aku tidak papa," ujar Tania.
"Kamu kelelahan, apa pekerjaanmu?" tanya Fai.
"Aku ... eh ... pembantu,"
"Tidak perlu curhat. Sudah siap bedah?" tanya Fai.
"Aku tidak, boleh hutang? Jaminannya KTP," ujar gadis cantik itu. Fai memandangan dengan wajah kesal.
"Heh ... baik, siniin KTPmu," pinta Fai. Dia segera menghubungi suster untuk menyiapkan ruang oprasi.
Melihat Tania dengan keringat di kening dan sangat terlihat kalau gadis itu cemas, Fai memberikan tisu.
"Tenang saja tidak akan terjadi apa-apa? Sebelum oprasi tidak boleh makan apapun. Dan kalau sudah buang angin bilang ya," ujar Fai dengan menulis keterangan pasien.
"Buang angin?" tanya Tania dengan sedikit gugup.
"Iya, alias kentut. Kalau sudah kentut berarti ya sudah sukses oprasinya. Apa kamu tidak menjaga pola makan? Di sini ada keterangan liver juga?" tanya Fai belum dijawab.
"Dok ... mari," ujar Suster.
Bersambung.