Chereads / Sahabatku Cintaku / Chapter 4 - Zahra

Chapter 4 - Zahra

Rifa'i selesai mengoperasi salah satu pasien bernama Tania. Setelah itu dia berpesan kepada Suster. Tidak lama dia bergegas pulang.

"Mas Rifa?" tunjuk seorang gadis yang sudah lama tidak dilihatnya, Rifa'i menghentikan langkah, menoleh ke gadis cantik itu.

"Ahana," panggilnya.

"Iya,"

"Maaf ya, aku buru-buru," ujar Fai acuh. Lalu bergegas pulang.

"Aku sudah susah payah untuk melupakannya. Dia pergi tanpa kabar saat hari pernikahan dan itu sangat membuat aku kecewa," gumamnya mengingat kejadian masalalu.

Kenangan pahit dimasalalu terukir kembali. Bagaimana saat dia memperjuangankan Ahana. Namun Ahana mematahkan hatinya sampai keluarga Fai tetap marah sampai detik ini.

Rifai mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Tidak lama kemudian mobil berhenti. Rifai segera masuk.

"Ayah ..." sambut gadis kecil yang berusia lima tahun.

"Dana, sini cup dulu," Rifa'i jongkok, Dana memberi kecupan di wajah Fai, Fai memeluknya dengan sangat erat.

'An ... Dan ... putri kecil kalian sangat cerdas. Dia adalah teman hidupku, saat ini,' batin Fai.

"Ayah ... aku melihat teman, tapi ... kenapa dia tinggal di mesin cuci, namanya Fida Riana," ujarnya, Fai memandang bibik yang mengasuh Dana.

"Dana ... Ayah bau, kamu main dulu, nanti kenalin teman kamu itu ya," ujar Fai berdiri. Dana asik dengan dunianya dia main. Fai mendekat ke pengasuh.

"Siapa yang dimaksud Bi?" tanya Fai sedikit berbisik.

"Saya juga tidak tau Mas. Tapi ... kalau aku sedang cuci baju eneng asik ngobrol, bermain, pokok kayak ada teman yang seumuran gitu lo," jelas Bibi berbisik.

'Apa ada darah Dana di tubuh Dana kecil? Apa dia juga akan menjadi gadis mesin waktu. Secara kematian Ayah dan Ibunya sangat misteri. Apa dia nanti akan tumbuh seperti Dana. Ya Allah ... apapun nanti jangan sampai ada teman yang menjelekkannya. Heh ....' batin Fai gelisah dia berjalan pergi ke kamar.

Hari-hari dilalui bersama, Fai dan Dana selalu bermain bersama saat ada waktu cuti.

"Ayah, apa maksudnya tumbal?" pertanyaan Dana membuat Fai terpaku sejenak.

"Sayang ... kenapa bicaranya seperti itu?" tanya Fai meraih tubuh kecil kepangkuannya.

"Katanya, Ayah tidak bisa melihat temanku itu. Aku tanya kenapa Ayahku tidak bisa melihat kamu. Jawabnya ... e ... Fida dia tidak sudah sealam karna dijadikan tumbal," ujar gadis polos itu.

"Sayang ... sudah ah. Jangan bahas itu Ayah juga tidak tau. Oh ya ... tadi Bibik pamit. Kamu besok ikut Ayah ke Rumah Sakit ya. Sambil menunggu bibik lain datang," jelas Fai.

"Iya ... Ayah. Ayah kerja untuk membelikan aku mainan, jajan, sekolah dan lainya. Aku tidak akan nakal. Tapi ... teman sekelasku bilang aku ini sangat aneh. Aku melihat sesuatu yang sama dengan kita tapi kenapa mereka tidak melihatnya," celetus gadis kecil itu sambil menyisiri rambut boneka barbeinya.

"Sayang ... kalau melihat apapun bilang sama Ayah. Jangan sama mereka, ya,sudah Ayo makan dulu pesawat dalam sendok akan mendarat ditrowongan kecilnya Dana. A em ...."

Melihat Dana kecil makan dengan sangat lahab membuat Rifai sangat senang. Jalan-jalan berdua membeli peratan sekolah. Makan es krim tangan gadis itu terus menggandeng Ayahnya.

"Ayah, Ayah ... aku melihat anak tangannya akan terjepit lift karna mau mengambil mobil mainan," ucapnya.

"Di mana Dana?" tanya Fai, Dana menunjuk anak dengan kaos hijau yang akan menuruni lift. "Kamu di sini," ujar Fai segera berlari.

Benar saja Anak itu merunduk, Fai berlari menuruni anak tangga menyahut anak itu. Sampai di lantai dasar. Tangannya terluka.

"Kamu tidak boleh mengambil sesuatu saat lift berjalan oke," tegur Fai, menurunkan Anak itu.

"Fai?" panggil ibu dari anak itu.

"Maaf aku tidak ingat," ujar Fai segera menghampiri putrinya.

Dia menjadi Dokter yang acuh karna sering patah hati. Kini dia bersama Dana pergi ke RS. Pengasuh Dana meminta cuti karena sedang hamil. Dana masuk kesalah satu kamar pasien.

"Hai ... kamu cantik banget, siapa namanya?" tanya Tania, Dana mendekat.

"Indana Zahra, Zahra," ujar gadis itu mengulurkan tangan.

"Wih pinternya," puji Tania menjabat tangan gadis mungil itu.

"Dana ... kamu di sini," ujar Fai.

"Aku disini saja Ayah, aku takut saat Ayah menyuntik pasien. Lagian tante ini baik kok," ujar Dana, Fai membuka mulut.

"Oke, titip ya Mbak, jangan Nakal Dana ya," ujar Fai bergegas.

"Jadi dia Ayah kamu sayang?" tanya Tania.

"Iya, boleh duduk?" tanya Dana.

"O ... tentu silahkan, putri kecil," ucap Tania. "Ibunya kemana, apa tidak ikut?" tanya Tania.

"Ibu dan Ayahku sudah meninggal. Tinggal Ayah satu. Di dalam sini gambarnya," ujar Dana kecil menunjukan liontin gelangnya.

"O ... maaf ya sayang. Tante tidak tau," ujar Tania dengan wajah menyesal.

Drettt

Drettt

"Halo, yah Pak jangan dong. Aku masih butuh pekerjaan. Pak, selama ini aku kan giat Pak. Pak tolong dong, yah, yah ...." telpon terputus, wajah Tania sangat sedih, gadis kecil itu menatap Tania.

"Tante kenapa butuh pekerjaan?" tanya Dana, Tania hanya terseyum dengan menunjukkan wajah cemas.

"Kerja saja diumahku merawat dia," ujar Fai, yang tiba-tiba datang. "Oh. Ya KTP mu juga di aku," imbuhnya.

"Hore ... mau ya tan, please ya ..." pinta Dana bersorak girang, Fai menggendong Dana.

"Tapi ... Dok, saya punya Ibu yang sakit parah," ucap Tania.

"Aku akan menyewakan rumah dekat rumahku. Agar kamu bisa merawat Ibumu dan Dana. Aku juga akan menggaji cukup. Nih ... alamatku," jelas Fai memberikan kartu nama.

Rifai dan Dana pergi.

"Ayah sedih? Apa karna ... Oma?" tanya Dana, Fai menutupi kesedihan dengan tersenyum.

"Jangan sedih kata Ayah namaku, Indana Zahra, artinya bunga disampingku. Jadi ... jangan lagi bersedih ya," gadis kecil itu memeluk kepala Rifai.

"Anak Ayah makin besar, cup dulu karna kamu kekuatan Ayah," jelas Fai, Dana mengecup pipi Ayahnya.

Mereka masuk ke ruangan, Fai menutup pintu.

"Dana merasa cocok sama Tante tadi?" tanya Fai menurunkan putri kecilnya.

"Iya ... Aku melihat tante itu baik dan sedang banyak masalah. Ayah bantu ya, Ayahkan kaya, Tante itu sedikit ceroboh sih tapi kecerobohannya tidak sengaja. Aku melihat dia sering telat karna mengurus Ibunya. Aku juga melihat Tante itu dulu kaya. Tapi ... menjadi miskin," jelas Dana, Fai menyimak sambil membaca daftar pasien.

"Ayah akan membawa Tante Tania dan aku ke sebuah acara, besar, Ayah akan mendadani Tante hingga cantik ... banget," kata Dana membuat Fai menatap gadis kecilyang asik dengan mainannya.

'Memang sih sebentar lagi akan ada acara. Aduh ... dari pada ribet-ribet mending dengan Tania saja,' batin Fai.

'Gadis ini sangat mirip dengan Ibunya. Bedanya Indana dan waktu yang menunjukkan. Ya Allah lindungi gadis kecilku, Aamiin.' batin Fai menatap penuh kasih sayang.

Bersambung.