Waktu sangat cepat belalu Tania memasuki rumah milik Fa'i bersama Dana. Rifa'i duduk santai.
"Malam ini akan ada acara disalah satu Hotel ternama, pernikahannya temanku, tolong ikut dan pakai ini," pinta Fai menyodorkan kotak.
"Setelah solat magrib ya," imbuhnya pergi sambil meletakkan tangan kiri kedalam di saku.
"Heh Zahra, Ayah kamu memang begitu ya?" tanya Tania berbisik, Zahra menaikan punggung.
"Tante berdandan gih. Pasti cantik," puji Dana atau Zahra lalu berlari ke Ayahnya, mereka sampai kamar.
"Ayah, nanti ada perempuan yang membawa Anak. Anak itu anak kandungnya Om Tio, karna Om Tio tidak mengakui perempuan itu mau ... apaya? Emmm kalau pakai beda tajam lalu menggores ini apa namanya?" tanya Dana sambil menggeserkan ke nadinya.
'Apa maksud Dana bunuh diri. Ya Allah ... aku sangat malas kalau berhubungan dan ikut campur masalah orang. Namun kelebihan Dana ini harus dijalankan,' batin Fai lalu mengacak-acak rambut Dana.
"Sudah ... ya sayang. Anak Ayah jangan dipikirkan, sini beri sun lalu mandi, solat magrib lalu ... minta pakaikan baju baru ya," jelas Fai rukuk menaikan wajah, Dana mengecup kedua pipi lalu berlari riang.
"Hore ... pakai baju baru. Hore ...." soraknya. Dia melakukan apa yang diminta Ayahnya. Dia mandi dan sangat lama karna bermain air dengan teman gaibnya.
"Fida kamu tidak bisa dilihat karena kata kamu kamu jin ya," tanya Dana, gadis berwajah pucat itu tersenyum.
"Aku ingin segera besar. Aku ingin tau Ayah dan Ibuku meninggalnya karena apa. Walaupun Ayah Fai bilang kalau mereka sakit namun ada bayangan. Bayangan yang sangat kejam. Fida ... kalau aku tumbuh apa kamu juga akan tumbuh? Apa kita akan besar bersama?" tanya Dana, Fida menggelengkan kepala.
"Aku tau Ayah Fai sangat sayang sama aku. Tapi ... ada bayangan saat Ayah memiliki anak kandung perhatiannya akan kurang. Ayah tetap sayang tapi aku nanti sudah besar jadi aku juga sibuk. Fida ... aku sering kesepian. Aku sering bicara dengan sejenismu. Tapi ... aku dianggap aneh," ujar Dana dengan wajah sedih, Fida hendak menyentuh tangan Dana namun tidak bisa.
"Zahra ...." panggil Tania dengan membawakan baju baru.
"Iya Tante," ujar Dana bergegas meraih handuk lalu berjalan ke Tania. Tania memakaikan baju lalu menyisir rambut Indana. Tania terkejut saat banyak rambut rontok yang menempel ke sisir itu. "Sayang tunggu bentar Ya," ujar Tania panik dan segera pergi menemui Fai, karna terburu-buru dia mengijak gaunnya lalu hampir terjatuh. Namun pria tampan menjagang tubuhnya, mata keduanya bertemu dan saling menatap.
"Hati-hati," ujar Fai mendirikan Tania,Tania membetulkan gaunya.
"Ini ... kok rambutnya Zahra rontoknya sangat banyak. Ini tidak normal," jelas Tania menunjukkan, Fai segera merebut dan mengambil rambut itu dari sisir.
"Satu genggaman penuh. Apa?" dia berlari menemui Dana. Dana asik memakai bando. Fai berdiri lemas di pintu. Dana berdiri lalu memeluk Ayahnya. Fai langsung berlutut.
"Sayang ... jujur ya sama Ayah, apa kamu sering pusing? Apa pernah mengeluarkan darah dari hidung?" Fai bertanya dengan linangan air mata. Tania terharu melihat keadaan itu.
"Ayah cengeng deh, ayo pergi. Aku ingin makan. Makanan enak yang gratis," ucapan Dana sangat mengingatkan Fai ke sahabatnya yang sudah tidak ada.
'Dana dulu sangat suka makan gratis. Ya Allah ....' batin Fai semakin mendekap tubuh kecil itu.
"Baik kita pergi, tapi ... setelah acara kita ke teman ayah yang juga Dokter Ya," jelas Fai, Indana kecil mengangguk. Mereka bergegas, Tania menuntun hadis kecil itu.
Dia terlihat sangat anggun dengan gaun abu-abu dengab hijab yang senada. Fai tidak ingin melepas pandangannya. Senyum manis pipi yang merona, mata yang menyipit. Tania sangat mempesona, sadar kalau diperhatikan Tania salah tingkah.
"Hati-hati," ujar Fai menarik tangannya karna Tania tidak nyaman dengan sepatu hak tingginya.
"Jangan buat malu," ujar Fai melepaskan lalu berjalan cepat.
"Apa maksud dari tatapan itu. Bos itu aneh kadang marah tanpa alasan, kadang baik. Ih ... tidak jelas deh," gumam Tania.
"Tante bicara sendiri," tegur Dana, Tania merasa malu. Mereka masuk mobil.
"Kamu di depan, aku bukan supirmu," ucap Fai mencegah Tania yang akan duduk bersama Dana. Tania duduk di samping Fai. Fai menancapkan pedal Gas mobilnya. Mobil melaju.
"Malam ini aku menyewamu sebagai pasanganku. Jadi tolong jangan buat malu. Jangan bicara apapun cukup mengumbar senyum saja," jelas Fai berhenti karna lampu merah.
"Tapi aku bisa bicara Bos," sahutnya.
"Kalau banyak bicara aku akan memecatmu. Diam! jangan banyak bicara lagi,"
"Kayaknya tidak pantas dan tidak sekelas deh Bos," ujar Tania merendah karna tau akan kondisinya.
"Heh ... dengar kita semua itu sama-sama hamba Allah jadi jangan berlebihan. Orang merendahkan itu berarti lebih rendah dari kamu," tegurnya semua kenangan kembali hadir.
'Bagaimana aku dulu bersahabat dengan Rif'an dan Dana mereka dari kalangan bawah. Banyak yang mengolok Indana. Aku sempat menjauhi mereka karna sering aku sering digunjing. Seiring berjalannya waktu aku tau mereka sahabat yang tulus. Bukan hanya saat aku kaya mereka dekat namun saat aku terpuruk dan merasa miskin mereka ada untukku. Rif'an, Dana ... maaf aku belum bisa menemukan orang dibalik meninggalnya kalian. Mungkin suatu saat nanti Dana kecil yang akan mengetahuinya. Semoga aku tetap sayang sama Anak kalian walau akhirnya nanti aku memiliki keluarga sendiri. Tapi ... apa mungkin aku akan menikah? Sekarang usiaku 32 tahun. Dan ... aku rasanya sudah lelah mencari wanita yang tulus. Mungkin aku tidak akan menemukan pendamping hidup. Tapi ... jika aku menikah nanti aku akan mengajukan syarat. Istriku harus menerima keberadaannya Indana Zahra. Istriku harus menyayanginya sama seperti aku yang menyayanginya,' batin Fai.
"Ya Allah ... Zahra sayang, dia ngantuk, berhenti ya, biar pupuku yang akan menjadi bantalnya," pinta Tania, Fai menghentikan mobil, Tania pindah ke kursi belakang lalu membaringkan Dana kecil ke pahanya. Fai melajukan mobil.
'Tania sangat tulus, sepertinya aku ... apa sih Fai. Jangan berlebihan, kalau dia sudah ada yang punya juga gawat darurat. Kamu akan kembali patah hati,' batin Fai jelas sangat takut.
"Kenapa Pak Bis tidak menikah? Apa cari Ibu untuk Zahra sangat sulit ya?" tanya Tania.
"Iya," jawab cepat Fai.
"Aku juga heran. Kalau jalan-jalan ke Mol banyak yang gemes sama Zahra. Tapi Zahra tidak suka. Dia sulit bergaul, sedang kalau di Sekolahan dia juga merasa asing. Kadang aku merasa kasihan saat dia mendekati teman lain, teman lain membulinya. Tapi dia anak ceria," jelas Tania sambil mrmbela rambut Dana.
"Kamu yang sabar ya kalau mengurus dia," pinta Fai, Tania mengangguk.
Bersambung.