Pertarungan masih berlanjut. Melihat lawannya berhenti menyerang dan mengambil posisi mundur Eyang Candrawara yang masih berada di ketinggianpun langsung turun ke tanah dan berdiri. Disaat Eyang Candrawara masih menunggu serangan dari lawan-lawannya itu tiba-tiba terdengar bisikan gaib yang dia rasakan.
'Candra jangan kau ladeni mereka ... Candrawara ... ini Eyang cucuku ...' Suara gaib itu memanggilnya. Mendapat panggilan gaib dari gurunya, Eyang Candrawara pun segera duduk dengan mengambil posisi semedi.
'Sendiko dawuh guru ... salam hormat dari muridmu ini,'
jawab Eyang Candrawara dalam komunikasi batinnya itu. Terlihat Eyang Candrawara menundukkan kepala seperti orang yang sedang memberi sebuah penghormatan.
'Sudah tiba saatnya engkau menyusul aku dan para leluhurmu untuk menghadap Sang Esa, sudah cukup pengabdianmu untuk menjaga serta menumpas kejahatan yang ada di muka bumi ini Candrawara ...'
'Dan ketahuilah meski nyawamu telah kembali ke alam baka namun kelak jasadmu akan terus berjuang menjadi pendamping seorang pendekar yang akan meneruskan perjuanganmu ini. Oleh karena itu segera selesaikan kedua perusuh yang ada di hadapanmu itu sebagai penutup dari pengabdianmu sebagai penjaga kedamaian,' titah dari guru.
'Bukankah mereka itu berjumlah tiga orang guru?' tanya Eyang Candrawara dalam kontak batinnya itu.
'Benar, namun untuk Jaka belum saatnya dia untuk mati, maka dari itu lenyapkan Santoso dan Winoto dengan caramu sendiri, kau diberi kuasa atas nyawa mereka berdua!' tegas suara gaib Guru.
'Baiklah guru, akan segera hamba laksanakan,' balas Eyang Candrawara.
Sementara ketiga pendekar yaitu Santoso, Winoto dan Jaka nampak sudah menyusun rencana untuk menyergap Eyang menggunakan ajian Ringkes jiwo, yaitu ilmu yang di gunakan untuk mengaburkan pandangan lawan serta melumpuhkannya.
Dengan menggunakan ilmu tersebut, mereka bermaksud mengelabui penglihatan Eyang Candrawara, dan disaat yang sama mereka akan mengeluarkan ajian pamungkas masing-masing.
Sementara itu Eyang Candeawara yang sudah tidak ingin mengulur-ulur waktu lagi, dia nampak ingin segera menyudahi pertempuran itu.
"Hei, Candrawara sebelum kau menjemput ajalmu sebut dulu nama-nama leluhurmu dan para gurumu! Karena tidak lama lagi kau akan kami antarkan untuk menyusul mereka! Ha, ha, ha ..." ucap Winoto dengan pongahnya.
"Heh, heh, heh ... sungguh besar sekali omonganmu hei Winoto! Sebesar dan seangker nama yang kau sandang, tapi sayang! Kebesaranmu itu hanya di mulut saja, dan tidak sebanding dengan kekuatan yang kau punya! Aku memang akan segera menyusul para leluhur dan para guruku, dengan cara yang sudah ditentukan oleh Sang Esa, bukan dengan cara kotor seperti yang kau ocehkan itu! Ketahuilah hei para pendekar busuk! Justru akulah yang akan menjadi takdir bagi kalian, untuk mengakhiri riwayat petualangan kalian dalam menyebar fitnah dan kemungkaran di muka bumi ini. Wahai pendekar-pendekar jahat! Bersiaplah menemui ajal kalian untuk menghadapi pengadilan dari yang maha kuasa!" ujar Eyang Candrawara.
Lalu Eyang Candrawara pun bersiap untuk segera menghabisi para pendekar aliran hitam itu. Sementara itu Winoto, Santoso dan Jaka juga sudah mulai mengeluarkan Ajian Ringkus jiwo untuk mengaburkan dan sekaligus melumpuhkan Eyang Candrawara.
Saking kuatnya pengaruh dari Ajian tersebut yang mereka gabungkan, suasana yang semula terang dengan sinar rembulan seketika itu berubah menjadi gelap, hitam dan pekat.
Bahkan di tengah suasana yang gelap nanpekat itu terdengar suara burung-burung malam yang berjatuhan karena tidak kuat merasakan dampak dari Ajian mereka itu.
Sementara eyang Candrawara yang sudah siap menghancurkan para musuh-musuhnya itu seperti tidak terpengaruh dengan Ajian yang mereka keluarkan.
Dengan posisi yang masih berdiri Eyang Candrawara juga terlihat sudah membentengi tubuhnya dengan Ajian dari mustika di dalam tubuhnya.
Dan ini merupakan yang terakhir kali Eyang Candrawara menggunakan Ajian itu sebagai penangkal dari Ajian mereka.
Dengan tubuh yang sudah kebak beragam kesaktian dan kekuatan, Eyang Candrawara yang memang sudah tahu dengan Ajian para lawannya itu bermaksud segera melepaskan ruhnya untuk meninggalkan jasadnya itu.
'Selamat tinggal dunia, sudah saatnya aku berpisah denganmu dan selamat menemui kehancuran wahai kalian para manusia laknat sudah tiba saatnya pula kalian harus menanggung akibat dari perbuatan kalian itu,' ucapnya dalam hati.
Seiring dengan berakhirnya ucapan batinnya itu, Eyang Candrawara yang semula masih berdiri tiba-tiba tubuhnya pun langsung jatuh ke tanah dan meninggal dengan posisi telentang dengan tangan yang bersedekap namun memamcarkan cahaya yang luar biasa mensilaukan.
Dan begitu melihat tubuh Eyang Candrawara terjatuh maka ketiga pendekar itupun mengira kalau Ajian Ringkus Jiwo mereka itulah yang telah berhasil melumpuhkan pendekar sakti yang telah menghabisi gurunya itu.
Lalu dengan pongahnya ketiga pendekar itupun langsung tertawa terbahak-bahak.
"Huahahaha ... huahahaha ... huahahaha ... akhirnya kita bisa merobohkan pendekar tua ini tanpa harus mengeluarkan senjata. Tetapi kenapa mengeluarkan cahaya," ucap pendekar yang bernama Winoto.
"Benar, ternyata nama besar pertapa sakti dan ampuh pemilik dua mustika Candrawara. ini tidaklah se sakti dan se ampuh yang aku kira," sahut Jaka.
"Kalau begitu sekarang ini dia adalah bagianku, biar aku saja yang memenggal kepalanya dan akan segera kubawa ke kuburan Eyang Gundala Sakti," timpal Santoso sambil menoleh kepada dua temannya itu.
Melihat tubuh Eyang Candrawara yang memang sudah tidak bernyawa itu, Santoso yang bermaksud akan memenggal kepala Eyang Candrawara nampak mulai berjalan mendekati jasad pertapa sakti itu.
Dengan sorot mata yang berubah merah menyala menandakan kalau dia sedang dalam puncak kemarahannya, Santoso nampak mengambil senjata andalannya yaitu pedang Tarik Nyawa yang ia selipkan dipinggangnya itu.
Lalu diangkatnya pedang pusaka itu tinggi-tinggi ke udara dan dengan disertai pekikan suara amarahnya dia berseru.
"Wahai Eyang guru Gundala Sakti akan kupenuhi janjiku untuk membalaskan dendammu! Datang dan saksikanlah wahai Eyang Gundala!"
Kemudian Santoso pun mencabut pedang Tarik Nyawa nya itu.
Sring ...!!!
Suara pedang Santoso terdengar nyaring menyeruak keheningan malam yang pekat itu.
Lalu Santoso pun berdiri tepat di samping kepala Eyang Candrawara dan kemudian dia menarik kaki kanannya kebelakang untuk mengambil ancang-ancang bersiap untuk memenggal kepala Eyang Candrawara.