Chereads / Pendekar Mayat Bertuah / Chapter 29 - Naga Putih

Chapter 29 - Naga Putih

Biar saja aku dapat untung dikit yang penting cepat habis dan bisa segera pulang. Tetapi ... kenapa aku sangat penasaran dengan gadis tadi. Sadar Wira ... jangan jatuh cinta,' gumamnya dalam hati. 

Disaat Wira dan para pedagang lainnya masih menjajakan barang dagangannya, tiba-tiba dari arah ujung pasar terdengar suara keributan yang menyadarkan lamunan Wira. 

Mendengar dari suara keributan itu, Wira samar-samar mendengar kalau suara itu adalah suara orang yang sedang dirampok. Tapi anehnya meski ada peristiwa perampokan tidak ada satu orang pun yang mau menolong, mereka nampak sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri. 

Wira yang sudah tahu dengan kejadian itu bermaksud hendak membantu orang yang sedang disatroni oleh para perampok itu. 

"Nek aku tak lihat keributan itu ya? Tolong jagain dagangan ku dulu."

"Kenapa to le... mbok ndak usah... mereka itu para perampok yang jahat, yang gak segan-segan melukai korbannya."

"Ah, wong aku cuma liat aja kok Nek, sebentar saja, abis itu aku tak segera balik lagi," ucap Wira agak memaksa. 

"Ya udah kalau gitu... hati-hati," pesan Nenek Tlenik. 

'Mekarsari ... nama yang sangat indah.'

Wira pun langsung bergegas menuju arah terjadinya keributan itu, dan setelah agak dekat dia melihat ada pedagang gerabah yang sedang dibentak-bentak oleh segerombolan para perampok. 

"Kamu serahkan apa tidak?! Kalau tidak aku obrak-abrik barang dagangan mu ini!"

"Tolong Tuan ... kasihanilah aku ... ini semua bukan barang dagangan saya sendiri ... saya cuma dititipin untuk menjualnya ..."

"Ah...! Saya gak perduli, saya gak butuh barang dagangan mu! Saya minta uang...! Ayo cepat serahkan!" Bentak perampok itu sambil mencengkram kedua rahang pedagang itu. 

Melihat perampok itu sudah mulai menyakiti pedagang itu Wira pun terlihat mengambil satu batang ranting yang ada di tanah, kemudian dia patahkan jadi beberapa potong. 

Lalu dengan menggunakan kesaktian yang dimiliki diapun menyentil potongan ranting itu ke arah perampok yang sedang menyakiti pedagang. 

Uwwing ... ssst!

Potongan ranting itupun melesat ke arah perampok itu dan akhirnya tepat mengenai rusuknya. 

Bukkss ... "Uaah..." jerit perampok itu sambil terjerembab jatuh kesamping. 

Karena saking kerasnya hantaman ranting itu perampok itupun akhirnya pingsan seketika. 

Melihat anak buahnya jatuh pingsan tanpa tahu penyebabnya, kepala perampok itupun langsung turun dari kudanya dan langsung marah-marah. 

"Kurang ajar! Siapa yang telah berani menyerang anak buahku dengan cara seperti ini? Ayo kalau berani keluar hadapi aku!" ujarnya sambil mengacung-acungkan senjatanya. 

Melihat kepala perampok yang marah dengan membawa senjata Wira pun tidak mau ambil resiko, sebelum kepala perampok itu ngamuk dengan senjatanya Wira pun langsung menyerangnya dengan sentilan ranting yang kedua. 

Twing ... ssst!

Kali ini potongan ranting itu tepat mengenai tengkuknya, dan kepala perampok itupun akhirnya tewas seketika. 

Melihat ketuanya tewas dan satu temannya pingsan parah, akhirnya kawanan perampok itupun pergi melarikan diri. Sedangkan para pengunjung pasar nampak tidak mengetahui dengan apa yang terjadi sebenarnya. 

Setelah aksi penyerangannya itu berhasil menggagalkan para perampok itu Wira pun langsung segera pergi meninggalkan tempat itu tanpa ada orang yang tahu sedikitpun dengan aksinya itu. 

Wira memang selalu ingat dengan pesan Eyang Cndrawara bahwa kesakitan yang dimilikinya itu tidak boleh digunakan sembarangan, hanya untuk membela orang-orang yang teraniaya saja dan sekedar melindungi diri sendiri. Bahkan Eyang Candrawara pun juga tidak menginginkan Wira untuk menjadi seorang pendekar. 

***

Dua tahun kemudian, di suatu malam Wira yang merasa kecapekan setelah seharian bekerja nampak tertidur di lantai dengan beralaskan tikar yang terbuat dari anyaman daun pandan, dia teringat seorang gadis di pasar waktu itu. Walau sudah sangat lama, diam-diam Wira tidak henti memikirkannya. Wira memejamkan mata dan kira-kira tengah malam dia bermimpi bertemu dengan Eyang Candrawara. 

"Wira ... bagaimana kabarmu Nak?"

"Eyang ... benarkah ini Eyang?" 

"Iya, ini Eyang. Kenapa kamu tidak pernah mengunjungi Eyang?" 

"Maafkan Wira, Eyang ... saya terlalu sibuk dengan kebun ... sekali lagi maafkan cucumu ini ...."

"Hehehe ... iya Eyang maafkan ... tapi besok pagi kamu harus mengunjungi Eyang di dalam Goa, ada orang yang perlu kamu selamatkan, ada orang yang terjebak karena ingin mengambil batu mustika."

"Siapa orang itu Eyang?" tanya Wira penasaran. 

"Dia itu pendekar muda yang sangat berambisi mengambil batu mustika, eyang bukan pembunuh jadi Eyang membiarkan dia tetap hidup."

"Baiklah kalau begitu saya akan berangkat malam ini juga," ujar Wira. 

"Gak perlu Cucuku ... besok saja." 

Tiba-tiba Eyang Candrawara pun menghilang. 

"Eyang ... Eyang ..." 

"Oh, ternyata aku baru saja mimpi ... tapi memang benar semenjak kepergian Eyang, aku belum pernah mengunjunginya sama sekali, dan tidak terasa bahwa saat ini sudah dua tahun lamanya beliau pergi meninggalkan dunia ini."

***

Keesokan harinya Wira pun langsung berangkat menuju ke Goa tempat jasad Eyang berada. 

Setelah berjalan beberapa saat sampailah Wira di depan mulut Goa yang telah tertutupi dengan rerumputan liar. Melihat keadaan seperti itu berarti menandakan kalau memang disitu tidak pernah ada orang yang mengunjungi, padahal sebelum jasad Eyang Candrawara berada di dalam sana, Goa itu sering dikunjungi oleh orang-orang, terlebih para orang-orang kampung yang sedang berburu. 

Sebelum memutuskan untuk masuk Wira terlebih dahulu ingin membersihkan sekitar halaman Goa dan mulut Goa. 

Lalu dengan menggunakan pedang yang dibawanya Wira pun membersihkan seluruh sekitar mulut Goa dan pelatarannya. 

Setelah selesai dia yang sudah tahu kalau Goa tersebut sudah dipagari gaib oleh Eyang Candra, lalu Wira terlihat duduk bersemedi untuk sekedar membaca mantra. 

Dan begitu Candra selesai membaca mantra nya tiba-tiba dari mulut Goa terlihat ada asap putih tipis yang keluar dari dinding mulut Goa. Asap tersebut terus keluar dan mengumpul di tengah. 

Semakin lama semakin banyak asap yang terkumpul, dan akhirnya secara ajaib tiba-tiba asap putih itu membentuk seperti seekor naga putih yang sangat besar.