Akhirnya Jaka pun kembali menuju mulut Goa dan begitu dia mau masuk tiba-tiba dia kembali terbentur dan terpental dengan pagar gaib itu.
"Waduh ... ternyata pagar gaib ini telah terpasang lagi, terus kemana perginya Tuan Wira itu tadi?"
Lalu Wira pun segera bergegas pergi menyusuri jalan setapak turun dari lereng gunung, dengan menggunakan kesaktian yang dimiliki akhirnya dia pun bisa menyusul Wira yang nampak masih berjalan santai seperti pada umumnya.
Namun, langkah jaka terhenti, dia memilih tidak lagi mengikuti Wira.
Sementara itu di Kerajaan tempat seorang putri Mekarsari dilahirkan. Di sana di kerajaan Tresnojaya suasana duka sedang menyelimuti Kerajaan, itu dikarenakan sang Raja Prabu atau ayah dari Mekarsari Silowangi sedang mengalami sakit, sudah hampir tiga bulan ini beliau terbaring lemah dalam ranjangnya.
Bahkan pihak Kerajaan pun sampai mengeluarkan sayembara yang berbunyi: "Bagi siapa saja yang bisa mencarikan obat untuk menyembuhkan penyakit Gusti Raja Silowangi maka akan diberikan hadiah yang besar dan akan dijadikan sebagai pejabat tinggi Kerajaan," begitulah isi sayembara tersebut.
Lalu kemudian sayembara tersebut disebarluaskan ke seluruh penjuru wilayah kekuasaan kerajaan Selorejo.
Sementara itu meskipun Sang Raja sedang sakit namun roda kepemerintahan haruslah tetap berjalan, lalu dengan kondisi yang masih seperti itu maka untuk tugas kepemerintahan beliau menyerahkan kepada Permaisuri Ayumas untuk menggantikannya.
Ayumas adalah Permaisuri tertua dari keempat Permaisuri yang ada, selain karena memang dia lebih tua secara usia Permaisuri Ayumas juga memiliki kecerdasan dan kekuatan dalam berpikir. Tidak jarang kebijakan-kebijakan yang diambil oleh sang Raja itu merupakan hasil dari pemikiran beliau, namun meskipun Sang Ratu memiliki kelebihan dalam berpikir tapi ada kekurangan yang dia miliki, yaitu masalah keturunan, yah, Sang Ratu Ayumas tidak bisa memiliki keturunan alias mandul. Sebenarnya Raja Silowangi sudah memiliki dua putra mahkota yaitu Pangeran Dharma, Pangeran Abimanyu, dan juga memiliki tiga Putri yang bernama Candra Asih, Awandana dan Mekarsari.
Ke-lima putra dan putri Raja itu merupakan anak dari Permaisuri Dewicahya, Sariayu dan Larasati. Dan dari kedua Pangeran yang ada, Dharma lah yang sudah menginjak usia dewasa dan Pangeran Abimanyu masih terbilang usia anak-anak, karena masing-masing masih berumur lima tahun.
Dan mestinya kalau berbicara pewaris tahta Kerajaan Pangeran Dharma itu yang seharusnya menjadi pengganti Raja Silowangi, namun sangat disayangkan dia yang semestinya mempersiapkan diri untuk menjadi seorang Raja dengan belajar namun malah menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang dan berfoya-foya, bahkan tidak jarang dia juga sering menggoda para putri-putri Kerajaan yaitu anak dari para punggawa-punggawa dan bahkan dayang-dayang istana yang dinilai cantik-cantik pun tidak luput olehnya.
Di malam hari yang terasa panas karena memang sudah lama tidak turun hujan, Prabu Silowangi yang masih terbaring lemah itu nampak sedang berbicara kepada Permaisurinya yang paling muda yaitu Permaisuri Larasati, dengan suara yang terbata-bata beliau berkata,
"Permaisuri Ku Dinda Larasati ... tolong panggilkan semua Permaisuri kemari, ada hal penting yang ingin aku bicarakan kepada kalian semua ..."
"Baik Kakanda Raja akan saya panggilkan para Permaisuri kemari ... saya mohon permisi dulu ..." jawab Ratu Larasati sambil bergegas melangkah.
Terlihat Sang Prabu Silowangi hanya menganggukkan pelan kepalanya sambil memandang kepergian permaisurinya.
Lalu Permaisuri Larasati pun segera bergegas menuju ke masing-masing istana para Permaisuri yang memang tempatnya saling berdekatan.
Tok, tok, tok ...
"Kakanda Ratu Sariayu ..."
Tok, tok, tok ...
"Kakanda ... ini aku Dinda Larasati ..."
Kreeek ...!
Suara pintu dibuka, nampak Bibi pelayan yang muncul.
"Oh, Kanjeng Ratu Larasati ... Silakan masuk."
"Kakanda Ratu Sariayu adakan Bik?"
"Ada Kanjeng Ratu ... ada, silakan masuk, sebentar saya panggilkan ..."
Tidak lama kemudian Ratu Sariayu pun muncul.
"Oh, Dinda Ratu Larasati ... ada apa Dinda? Kok keliatannya ada sesuatu yang mau dibicarakan?"
"Benar Kakanda Ratu ... baru saja Kakanda Raja meminta saya untuk memanggilkan semua para Permaisuri, semua diminta menghadap ke beliau sekarang."
"Baiklah saya akan segera kesana," jawab Ratu Sariayu.
"Kalau begitu saya akan lanjut memanggil Ratu Dewicahya dan Ratu Ayumas."
"Oh iya silakan ..." balas Ratu Sariayu.
Kemudian Ratu Larasati pun melanjutkan memanggil dua Ratu yang lain, dan tidak lama kemudian para Ratu pun sudah berkumpul di samping Sang Raja yang sedang terbaring lemah itu.
"Para Permaisuriku ... sudah satu bulan lebih aku terbaring sakit, dan sudah banyak tabib juga yang didatangkan untuk mengobati, namun nampaknya belum ada satupun yang berhasil menyembuhkan penyakit yang kuderita ini."
"Mungkin sudah tiba saatnya aku untuk meninggalkan dunia ini ..."
"Jangan bilang begitu Kanda Raja, saya kira penyakit Kanda Raja masih bisa disembuhkan ..."
"Saya akan tetap mengusahakan bagaimana mana caranya Kanda Raja bisa sembuh, saya akan menyuruh Senopati Adinata untuk mencari mayat sakti seperti isyarat yang kudapatkan lewat meditasi kemarin malam," tutur Permaisuri Ayumas.
"Terus masalah urusan negara bagaimana? Aku tidak ingin membebani rakyat dengan pajak atau upeti dalam hal apapun," titah Silowangi.
"Iya Kanda Raja, kemarin saya juga sudah memerintahkan kepada Paman Patih Drika untuk mengumpulkan para punggawa Kerajaan guna membahas masalah ini, dan nanti akan saya sampaikan kalau masalah pajak itu hanya akan dibebankan kepada semua para pejabat saja, mulai yang ada dilingkungan istana sampai ketingkat lurah yang ada di desa-desa dengan disesuaikan tingkatannya dan kondisi wilayah masing-masing," terang Ratu Ayumas.
"Benar sekali ... saya sangat setuju dengan pendapatmu itu Dinda Ratu. Uhuks, uhuks, uhuks," tutur Raja Silowangi dengan nafas tersengal-sengal karena menahan batuk.
"Kalau begitu jangan nunggu-nunggu besok, sekarang saja segera kumpulkan para punggawa lakukan sidang darurat, aku tidak ingin di akhir hidupku masih membebani rakyat dengan pajak ."
"Baik Kanda Raja, akan saya kumpulkan sekarang para punggawa Kerajaan."
Lalu Permaisuri Ayumas pun beranjak pergi meninggalkan kamar Raja, sedangkan ketiga Permaisuri yang lain diminta untuk terus menemani Sang Raja. Setelah keluar dari istana utama Ratu Ayumas pun langsung memanggil Patih Drika.
"Paman Patih Drika, tolong segera kumpulkan para punggawa Kerajaan supaya berkumpul di Balai Paseban Agung, ada titah Raja yang harus segera disampaikan."
"Baik Paduka Ratu ... akan hamba laksanakan sekarang," jawab Sang Patih dengan menghaturkan sembah hormatnya.
Kemudian Patih Drika pun segera memukul kentongan Kerajaan sebagai penanda untuk berkumpulnya para punggawa Kerajaan. Ketika Sang Patih memukul kentongan Kerajaan maka akan langsung diteruskan dengan kentongan yang ada ditiap-tiap Pos keamanan istana yang tersebar di beberapa titik, sehingga tidak butuh waktu lama para punggawa Kerajaan pun telah berkumpul memenuhi Balai Paseban Agung.
Dan ketika dirasa telah berkumpul semua maka Sang Patih pun segera memberi tahu ke Ratu Ayumas.
"Ratu ... semua para punggawa telah hadir di Balai Paseban Agung."
"Baiklah Paman Patih saya akan segera datang dan acara sidang akan segera dimulai."
"Baik paduka, salam hormat saya ..." atur Sang Patih sambil kembali dengan melangkah mundur.
Sang Patih Badrik pun kembali duduk ke tempatnya dan suasana Balai Paseban nampak riuh dengan suara percakapan dari para punggawa, dan sesaat kemudian terdengar suara Gong ditabuh.
Duong ... duong ... duong ...!
"Yang Mulia Ratu Ayumas akan segera memasuki ruang Paseban, dimohon semua yang hadir untuk memberi hormat kepada Paduka Ratu," ujar pegawai Kerajaan yang bertugas sebagai pemandu sidang.
"Salam hormat kami wahai Sang Ratu ... semoga salam sejahtera selalu menyertaimu," seru para punggawa Kerajaan dengan kompak.
"Duduklah ..." tutur Sang Ratu Ayumas sambil mengangkat telapak tangannya sebagai tanda menerima salam dari punggawanya itu.
"Para punggawa Kerajaan Selorejo yang saya mulyakan ... seperti yang kalian ketahui, bahwa saat ini Paduka Raja Silowangi masih belum sembuh dari penyakit yang dideritanya selama ini, namun begitu sebagai seorang Raja beliau tetap memikirkan kesejahteraan bagi rakyatnya, dalam hal ini Prabu Silowangi akan memberi kebijakan terkait masalah perpajakan. Bahwa untuk pemungutan pajak bagi rakyat sekarang dihapus atau ditiadakan."
Mendengar isi pidato Sang Ratu nampak para punggawa yang hadir terlihat manggut-manggut setuju.
"Namun kebijakan ini tidak berlaku bagi para punggawa Kerajaan di semua tingkatan, mulai dari yang tinggal dilingkungan istana sampai yang ada di daerah dalam hal ini adalah pegawai setingkat lurah, dan tentunya kisaran besarnya nilai pajak yang dibebankan harus disesuaikan dengan gaji yang diterimanya dari istana, sampai disini kira-kira apakah titah Raja ini langsung bisa diterima atau ada usulan lain ...?"