Chereads / AKASIA / Chapter 7 - 7

Chapter 7 - 7

Kenapa Arial semakin menampakkan perhatiannya sejak mengucapkan perasaan itu kepadanya?

DEG DEG DEG

Ah, gila.

Ini benar-benar gila namanya.

Rara pun segera mengantungi ponselnya lagi, berusaha melupakannya, lalu keluar dari klub untuk membeli sesuatu untuk Arial.

Sayang, saat sudah sampai di toko dirinya justru tak tahu mau beli apa. Sebab peristiwa tadi justru ibarat samsak tinju—yang ketika dipukul menjauh, justru malah membal balik ke arahnya.

Malah ingat terus.

Malah ingat terus dan deg-degan tanpa terkendali.

"A-Aku beli minuman ini aja deh..." kata Rara pada akhirnya.

Dan saat sudah sampai Klub Drama lagi, Rara hanya meletakkan botol minuman itu di kursi tempat Arial biasa beristirahat.

Rara tak memanggil Arial yang saat itu sedang memerankan adegan berperang. Dia hanya meletakkan memo kecil di samping botol minuman itu dan segera keluar.

((Buat Arial...

Diminum, ya... kalo udah selesai latihan.

Semangat!))

(-Rara-)

.

.

.

Di atas panggung Arial dan Mira memperagakan adegan dansa, tapi keduanya justru membicarakan Rara. Bukannya fokus ke gerakan, Mira justru sering salah langkah dan menginjak kaki Arial hanya karena semangat bercerita.

"Sekarang kamu berani maju, ya," kata Mira dengan senyuman menggoda. "Tadi aku lihat kalian lagi loh. Ih, bikin iri. Mesra-mesraan di tempat umum. Awas saja jika aku punya pacar. Pasti akan kuselip kalian."

Arial pun tertawa, "Hei... apa-apaan itu," katanya. "Sampai berniat menyaingi. Aku kan tidak bermaksud. Hanya saja kalau dengan Rara, entah kenapa aku otomatis jadi ingin perhatian. Apa itu salah?"

Mira menggeleng, "Tentu saja tidak," katanya. "Kalau cinta, semua wajar saja lah. Mana ada. Kau kan tidak sadar melakukannya."

"Haha... benar juga," kata Arial. Mereka berdua yang memakai kostum pangeran dan puteri. Sungguh luar biasa tetap bisa menjaga hubungan sebagai sahabat baik saat melakukan pekerjaan drama. "Tapi, ngomong-ngomong ka selalu update soal kita, ya. Padahal aku tidak berniat bermesraan di depanmu."

Mira nyengir. "Nggak tahu," katanya. "Aku juga nggak maksud memergoki. Jadi jangan kepedean deh. Bisa jadi udah takdir kan... kalo aky sering mergokin kalian. Hahaha..."

Sampai di gerakan memutar mereka justru tertawa bersama karena topik yag barusan.

"Astaga..." desah Arial. Tetap professional, dia pun berlutut sambil mengecup punggung tangan Mira untuk menutup dansa. "Sorry, ya Rapunzel..." katanya sambil menatap mata gadis itu. "Hari ini aku dansa sama kamu. Dan kamu juga udah cantik banget dengan gaun percobaan ini. Tapi, sial. Pikiranku malah di bawa Princess lain."

Mira justru ikut men-drama setelah itu. "Wah, Pangeranku..." katanya usil. "Kau jahat sekali ya ternyata. Menyia-nyiakana Rapunzelmu cantik jelita ini untuk membayangkan yang lainnya. Bagaimana jika aku selingkuh saja dengan pangeran di negeri seberang?"

Arial tertawa. "Haha... jangan begitu, Rapunzelku," katanya. "Marah hanya membuat cantik di wajahmu hilang. Bagaimana jika kita bicarakan saja nanti? Aku akan bisik-bisik ke sutradaranya agar kita tidak jadi jodoh—"

"HEI! APA-APAAN YANG DI SANA!" bentak Rei, sutradara drama yang dimaksud. "Dialog kalian sudah di luar latihan! Astaga.. padahal sudah lengkap pakai kostum kenapa tidak serius? Bubar-bubar! THE END!" teriaknya dengan mengacung-acungkan gulungan kertas narasi.

Arial dan Mira justru senyam-senyu saja dengan permainan mereka barusan. Justru setelah Rei pergi dipanggil Wali Kelas mereka, Mira mencubit pipi Arial gemas.

"Haeduh... nakal sekali, Pangeranku. Kau membuat pak sutradaranya marah besar!"

"Adududududuh... ugh, sakit."

"Biar! Haha..."

Arial tapi tidak marah sedikit pun karenanya. Dia justru nyengir waktu Mira melipat kedua lengan di depan dada. "Tapi, janji ya sama aku... kalau kau niat dengan Princess itu, saranku harus serius," kata Mira dengan nada judes. "Aku nggak mau diselingkuhin sama kamu kalau Cuma bikin dia jadi mainan, ngerti kan Pangeran?"

Arial pun membalasnya dengan hormat ala polisi yang dikomando. "Siap, Bu!" katanya. Lalu mereka tertawa bersama lagi.

.

.

.

Malam, Rara tidur-tiduran di kamarnya. Membiarkan buku-buku berserakan, dan membuka foto-foto di galeri hape satu per satu. Semula biasa. Di dalam sana hanya ada beberapa foto lama saat dia liburan sekolah... sampai kemudian sampai potretnya bersama dengan Arial tadi siang dapat giliran.

"Arial..." desah Rara tanpa sadar.

Sampai sekarang Rara tak percaya... bagaimana bisa Arial menyukaianya sebagai seorang gadis? Bukannya sebagai sahabat atau keluarga sendiri. Maksudnya, bukankah selama ini hubungan mereka berjalan normal saja? Tapi kenapa sekarang seperti ini?

"Rencananya sih... aku tetep diam seandainya kalian bener-bener jadian," kata Arial waktu itu. Yang mendadak terlintas kembali di benaknya. "Tapi sekarang nggak harus begitu kan? Aku nggak suka lihat kamu sedih atau disakiti. Jadi, ya begitulah...."

Arial memang bilang begitu, tapi Rara benar-benar tidak menyangka kalau perubahan sikap cowok itu bisa sedrastis ini. Setelah buket mawar warna-warni itu, foto ini adalah buktinya.

Lihat di sana!

ARIAL MENGECUP PIPINYA, YA TUHAAAAAAN!

Tok-tok-tok

"Rara sayang..." panggil Marisa tiba-tiba.

"Iya, Ma?" sahut Rara sambil menoleh ke pintu kamar yang masih tertutup. Di baliknya Marisa berdiri sambil tersenyum.

"Di ruang tamu ada Arial loh..." kata Marisa. "Tumben sekali kan? Sudah lama dia nggak ke sini."

"Apa?" kaget Rara. Refleks dia pun duduk tegak. "Arial, Ma?!"

"Iya, Sayang..." kata Marisa. "Katanya mau nganterin barang kamu yang ketinggalan di sekolah."

DEG-DEG-DEG-DEG

"L-Lagi-lagi begini..." gumam Rara pelan. Suka tak suka jantungnya memang jumpalitan saat ini. Dia pun menekan dadanya yang berdebar-debar. Dan entah kenapa rasanya begitu hangat sejak Arial mengakui perasaannya.

"Rara?"

"K-Kalau begitu tunggu sebentar, Ma!" seru Rara dengan suara yang agak goyang. "Aku mau baeresin buku-buku dulu!"

"Oke."

"Bilang suruh nunggu sebentar!" kata Rara. "Rara ke sana secepatnya..."

"Hmm... jangan lama-lama pokonya," kata Marisa. "Kasian lho udah nunggu."

"Oke!"

Marisa pun berjalan menjauh dari pintu setelahnya. Suara ketukan kakinya pun menghilang di undak-undakan tangga terbawah. Tapi, aneh. Rara bukannya beres-beres buku, dia justru melompat langsung dari kasur untuk melihat potret berantakan dirinya di depan cermin. Ah, sial! Dia memakai piama malam, demi apa! Dan rautnya sungguh terlihat bingung. Apalagi itu. Hei, kulitnya berminyak sekali karena sejak tadi main hape dan belum cuci muka.

DEG

Tunggu... Tunggu.... TUNGGU!

Sejak kapan Rara mencemaskan hal seperti itu saat bertemu Arial?

Meskipun begitu, Rara tak sanggup memungkiri. Dia pun segera masuk kamar mandi dan siap-siap agak lebay dari biasanya. Bahkan setelah itu juga mengobrak-abrik lemari hanya untuk mencari baju yang lebih pantas untuk dikenakan keluar. Ah, gila. Apa dia perlu memakai lip tint juga?

Tidak-TIDAK!

Yang barusan memang agak berlebihan...

Rara pun meletakkan lip tint-nya lagi dan tak jadi menggunakannya. Alhasil, dia pun keluar dengan tanpa riasan sedikit pun.

"Hai..." sapa Rara setelah menyibak tirai pintu ruang tamu.

Arial tengah bermain ponsel saat itu. Dia pun teralihkan saat Rara datang. "Oh, hai..." katanya sambil tersenyum. "Night-night, Ra."

Rara mengusap bahunya sendiri tanpa sadar. "Night-night juga," katanya. "By the way, ada apa ya?"