Chereads / Hug Me! / Chapter 30 - Cemburu?

Chapter 30 - Cemburu?

Suara terbukanya pintu sontak mengagetkan Keana dan Vanya. Keduanya terperanjat kaget karena kehadiran Bastian yang tiba- tiba.

Dari ambang pintu, tampak Bastian yang menatap dengan tatapan redupnya. Perlahan kakinya pun mengayun mendekat kearah Keana. Senyum tulus telah terbit dibibirnya.

"Lo nggakpapa?" tanya seraya mengacak gemas rambut Keana. Pergerakannya sangatlah lembut layaknya dilakukan seorang lelaki terhadap pasangannya.

"Berapa kali gue harus bilang, jangan ngacak- ngacak rambut gue, Bastian!" rengek Keana seraya membenarkan kembali tatanan rambutnya. Bibirnya pun mengerucut seolah jengkel dengan perbuatan Bastian terhadapnya.

Namun sikap Keana yang seperti itulah yang membuat Bastian semakin gemas terhadapnya. Tangan kekar Bastian terangkat untuk kembali mengacak rambut Keana agar lebih berantakan. Kekehan kecil pun terdengar dari mulutnya. Tawanya sangatlah merdu untuk masuk di gendang telinga.

"Bastian!" rengek Keana dengan meninggikan suaranya. Sepinya ruang kelas membuat suaranya kian menggema. Siapapun yang berada disekitar sana pasti bisa mendengar percakapan layaknya pasangan dari kelas XI IPS 1. Termasuk Abian.

Lelaki itu hanya bisa termenung ditempatnya. Dari balik jendela, ia dapat melihat betapa manis perlakuan Bastian terhadap Keana. Ia sangat paham dimana posisinya. Ia hanyalah seorang saudara tiri yang mengharapkan cinta dari saudaranya. Abian paham itu adalah kesalahannya. Namun ia bisa apa?

Perlahan, kaki Abian mulai beranjak dari tempatnya. Matanya terus menatap nanar diikuti dengan langkah gontainya. Lagi- lagi Abian terlambat untuk menunjukkan rasa sayangnya pada Keana. Rasa sayang sebagai saudara, atau mungkin rasa sayang sebagai seorang lelaki terhadap perempuan yang dikaguminya?

Sebuah siluet tiba- tiba muncul dari balik jendela. Dari dalam kelas, tampak tubuh seorang lelaki tengah berbalik arah meninggalkan ruang kelas Keana yang seperti ingin dikunjunginya. 'Siapa dia?' batin Keana.

Sedangkan disisi lain, Abian terus memaki dirinya. Matanya tampak sayu seakan tak ada lagi aksi jahil yang terpikir di otaknya.

"Bego banget sih!" hardik Abian pada dirinya. Kini kakinya telah membawa tubuh Abian sampai dilahan parkir SMA Harapan Bangsa.

Kakinya kembali terayun mendekat kearah motor 250 cc miliknya. Namun sebuah suara kembali menghentikan langkahnya. Suara yang berhasil membuat Abian uring- uringan karenanya.

"Abian!" panggil Keana seraya berlari untuk mendekat kearah Abian yang menatapnya. Senyum manis pun terukir di bibirnya. Matanya berbinar seolah tak ada beban pikiran apapun dalam pikirannya.

"Kamu baru pulang?" tanya Keana sembari menyungging senyum sumringahnya. Tangannya pun memegang kedua tali tas punggung yang membuatnya semakin imut di mata Abian yang tengah memandangnya.

Abian hanya bisa termenung ditempatnya. Menatap wajah Keana adalah anugerah terbesar yang telah Tuhan berikan padanya. Rasa bersalah kini kian menyelimuti Abian. Dugaan mata- mata, fitnah, sampai luapan kebencian telah diutarakan Abian pada saudaranya. Namun itu semua tak cukup untuk membuat Keana sanggup untuk membencinya.

"Bang?" panggil Keana sambil melambaikan tangan didepan Abian. Maniknya pun menatap bingung seolah ingin tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Abian.

Lamunan Abian langsung membuyar disana. Ia terperanjat kaget kala melihat kepala Keana sudah lebih dekat kearahnya. Sungguh ayu wajah sang saudara.

"Eh iya, kenapa?" tanya Abian masih dengan tatapan cengonya. Pasalnya sedari tadi, ia tak mendengarkan apa yang diucapkan Keana. Pikirannya hanya fokus pada Keana dan rasa bersalahnya.

"Kamu mikirin apa?" tanya Keana dengan tatapan teduhnya. Manik itulah yang mampu mengikat erat hati Abian padanya. Lagi- lagi Abian terpesona.

"Bang!" teriakan Keana lagi- lagi menyadarkannya. Abian langsung gelagapan dibuatnya.

"Nggak! Nggak mikir apa- apa," jawab Abian dengan nada paniknya. Tangannya dengan cepat bergerak untuk memakai helm full facenya.

"Abian, aku boleh nebeng, nggak?" tanya Keana masih dalam posisi yang sama. Maniknya menatap penuh harap agar Abian bisa menyetujui permintaannya. Keana benar- benar menginginkan waktu berdua bersama dengan sang saudara untuk menjelaskan semua kesalahpahaman yang terjadi diantara mereka. Keana tak memikirkan apa pendapat orang lain terhadapnya, baginya percaya Abian sudah lebih dari segala- galanya.

"Bo.."

"Keana!" ucapan Abian terpotong begitu saja oleh suara bariton seorang laki- laki yang kini tengah berjalan mendekat kearah mereka.

Abian dan Keana pun kompak menoleh kearah sumber suara. Tak jauh dari mereka, Bastian tengah berjalan mendekat dengan membawa tas yang ditenteng disalah satu bahunya.

Abian langsung menghela napas kasar disana. Melihat wajah Bastian langsung mengingatkannya pada aksi pengeroyokan dan perbuatannya pada Keana.

"Ayo pulang!" ajak Bastian seraya mengambil telapak tangan Keana untuk digenggamnya. Pemandangan yang terekam jelas dipenglihatan Abian yang kini hanya bisa diam diatas jok motornya.

Manik Bastian menatap nyalang wajah Abian dari balik helmnya. Aura tak bersahabat semakin berkobar diantara mereka. Rahangnya pun mengeras menampilkan otot leher yang seakan siap menghajarnya.

Keana dibuat kebingunan disana. Ia benar- benar paham situasi yang tengah terjadi antara kedua lelaki didekatnya.

"Tapi.." ucap Keana seraya berusaha melepaskan genggaman erat Bastian di tangannya. Maniknya menatap Bastian seolah meronta agar ia melepaskan cekalan tangannya.

"Abian!" suara nyaring seseorang kembali mengundang perhatian. Seorang gadis dengan berpakaian ketat menghampiri mereka. Seragamnya menniplak seluruh bagian tubuhnya. Roknya pun berada diatas lutut namun gadis itu tak pernah mengindahkannya. Bibirnya pun merah merona seakan baru meminum darah segar.

Gladys datang mendekat kearah mereka. Namun maniknya hanya fokus menatap satu orang yang telah menjadi cinta pertamanya.

"Abian, anterin aku pulang, ya!" rengek Gladys seraya bergelayut manja di lengan Abian. Maniknya pun menatap dengan tatapan memelasnya. Bibirnya pun mengerucut seolah seorang anak yang meminta sesuatu pada ayahnya.

Abian hanya menatap jijik pada Gladys yang masih belum juga enyah dari lengannya. Tangannya pun bergerak seolah ingin mengusir jauh- jauh Gladys dari hadapannya.

Namun pergerakan Abian berhenti ketika maniknya kembali menemukan Keana dalam penglihatannya.

Keana yang tengah memandang dengan mata merahnya hanya bisa diam mematung ditempatnya. Ia ingin berada diposisi yang sama seperti gadis dihadapannya. Keana sangatlah iri dengan keberanian Gladys untuk terang- terangan mendekati saudaranya.

"Ayo!" satu kata dari mulut Abian berhasil membuat mata Keana membelalak seketika. Ia tak percaya kalau Abian lebih memilih bersama dengan Gladys daripada dengan dirinya.

"Tapi 'kan aku yang mau ikut kamu," ucap Keana tercekat karena menahan air mata yang hampir saja lolos dari maniknya.

"Gue mau pulang sama dia! Siapa lo ngatur- ngatur gue pulang sama siapa?" ucap Abian dengan nada dinginnya. Maniknya pun menatap Keana dengan nyalangnya. Namun jauh dari lubuk hatinya, Abian tak tega. Melihat Keana yang sudah mati- matian menahan air matanya membuat hati Abian ikut tergores disana. Namun apa daya, karena kedekatan Keana dan Bastian- lah yang membuat Abian harus melakukannya.

"Dan inget, nggak usah ngomong dengan bahasa aku- kamu lagi, jijik gue dengernya!" ucap Abian menghardik Keana begitu saja. Tatapannya kian dingin menusuk relung hati Keana.

Sedangkan Gladys, gadis itu tersenyum puas oleh setiap perkataan yang dilontarkan Abian pada Keana. Semua rasa sakitnya seolah terbayarkan oleh diamnya Keana yang menahan air mata.

Dengan cepat, Gladys pun langsung duduk di jok belakang motor Abian. Tangannya pun bergerak memeluk tubuh Abian. Senyum kemenangan tersungging tinggi dibibirnya.

Tak lama, motor besar Abian mulai berlalu meninggalkan dua orang yang masih termenung ditempatnya. Bastian hanya bisa menatap iba pada teman masa kecilnya. Setetes air mata akhirnya lolos dari netra Keana.

Sungguh sakit rasanya melihat seseorang yang sempat datang untuk menenangkan, namun kini pergi tanpa mau mendengar sebuah penjelasan.