Chereads / Hug Me! / Chapter 29 - Menolong Tanpa Terlihat

Chapter 29 - Menolong Tanpa Terlihat

Brakk!

Gebrakan pintu dikelas XII MIPA sontak mengagetkan seluruh siswa. Jam istirahat yang hampir usai membuat kelas tersebut sudah ramai dengan anak muridnya. Netra seluruh siswa XII MIPA kompak melihat kearah sang pelaku diambang pintu sana.

Disana tampak Abian yang sudah menatap dengan raut emosinya. Bahkan otot lehernya pun telah tampak seolah menahan seluruh amarah yang bergejolak dalam dirinya.

"Eh Abian, kenapa sayang?" tanya Gladys dengan nada centilnya. Ia pun dengan percaya diri memanggil Abian dengan sebutan sayang didepan kelasnya. Langkah Gladys mengayun untuk mendekati Abian dengan tak tahu situasinya.

"Ada apa?" tanya Gladys lagi saat dirinya sudah berjarak 50 cm dari Abian. Matanya masih menatap seolah Abian hanyalah miliknya. Tangan Gladys pun terangkat membelai wajah Abian yang sudah merah padam ditempatnya.

Dalam sekali pergerakan, Abian langsung menarik paksa tangan Gladys agar keluar dari ruang kelasnya. Langkah Abian pun melebar hingga Gladys harus sedikit berlari untuk mengikutinya.

"Abian! Sakit!" ringis Gladys terus meronta- ronta. Ia yakin pergelangan tangannya telah merah karena kuat cekalan Abian padanya.

Namun Abian sama sekali tak menggubrisnya. Langkahnya masih terus mengayun menarik Gladys menuju gudang sekolah yang sudah lama tak terpakai tempatnya.

Dengan kasar, Abian membuka pintu gudang itu dan langsung mendorong tubuh Gladys agar masuk kedalam sana.

Brakk!

"Aah!" Keras suara terbantingnya pintu sontak mengagetkan Gladys yang masih terduduk akibat dorongan keras Abian padanya.

"Kamu kenapa, Sayang?" tanya Gladys seraya bangkit dari duduknya. Matanya pun berkedip- kedip seolah tak percaya dengan perlakuan kasar Abian padanya.

"Sejak kapan gue jadi pacar lo?" tanya Abian dengan tangan mencengkeram erat mulut Gladys didepannya. Nada bicaranya pun telah dingin seolah telah hilang sifat konyol Abian biasanya.

"Pacarmu itu aku Abian," jawab Gladys sambil menahan rasa sakit yang menjalar dipipinya.

"Sejak kapan?" bentak Abian dengan menghempaskan kasar muka Gladys dengan tangan kekarnya. Nada bicaranya pun telah naik seolah ingin menghajar orang yang ada didepannya.

Gladys terhempas kembali ke lantai karena perbuatan Abian. Tak terasa setetes air mata pun telah lolos karena rasa sakit yang diterima.

Abian pun melangkahkan kakinya berjalan mendekat kearah Gladys yang masih termenung ditempatnya. Kaki Abian pun tertekuk menyamakan tinggi badan mereka. Tangan Abian kepala menangkup pipi Gladys dengan kasarnya.

"Gue peringati, jangan pernah lo berani macem- macem sama Keana! Atau lo bakal tanggung akibatnya!" ancam Abian dengan mata merahnya.

Perlahan Abian mulai bangkit dari posisinya. Ia benar- benar tak terima jika ada yang menghina Keana tepat didepan matanya. Dab perbuatan Gladys sangatlah keterlaluan dimatanya.

"Kenapa harus Keana?" suara serak Gladys berhasil menghentikannya. Tubuh Abian berbalik menatap Gladys yang sudah berdiri dengan mata sembabnya.

Abian menaikkan salah satu alisnya. Ia menunggu apa yang akan diucapkan Gladys selanjutnya.

"Aku cuma bantu kamu buat kasih pelajaran sama anak pelakor dalam rumahmu! Dia itu cuma benalu! Tapi kenapa kamu malah bela dia?!" tanya Gladys meninggikan suaranya. Air matanya pun tumpah seolah menahan amarah dalam hatinya.

Abian masih diam ditempatnya. Matanya menatap dingin pada Gladys yang sudah berderai air mata. Mulutnya masih terkunci rapat disana.

"Keana itu penyebab dari hancurnya kebahagiaanmu, Sayang. Dia adalah mata- mata yang udah bikin anak buahmu kenapa- napa, lalu kenapa kamu masih membelanya?" ucap Gladys dengan nada yang semakin lirih. Tubuhnya pun gemetar. Air matanya pun semakin banyak seolah menandakan betapa perih luka yang dirasakannya.

"Lo mau tau?" tanya Abian seraya berjalan mendekat kearah Gladys. Matanya pun kian menajam menatap dingin seorang gadis tak berdaya didepannya. Tatapan Abian sangatlah dingin hingga nyali Gladys telah menciut didepannya.

"Alasan kenapa gue bela Keana, because she's mine!" ucap Abian dengan mata menghardik tajam pada Gladys yang kian mematung ditempatnya.

"Seburuk apapun dia ngehancurin kebahagiaan gue, dia tetep punya gue! Dan gue nggak akan biarin siapapun sentuh apa yang udah menjadi milik gue!" ucapan Abian kian menusuk relung hati perempuan didepannya. Sorot matanya menajam seolah ingin membunuh Gladys dengan sangat kejam.

"Dan soal keluarga, biar gue dan keluarga gue yang tau! Lo cuma orang asing yang nggak pernah tahu menahu akan itu! Jadi diem, sebelum gue robek mulut yang udah mencemarkan gosip sampah tentang Keana dan benalu!" ucap Abian dengan otot leher yang nampak jelas keluar dari persembunyian. Abian sangatlah menakutkan. Sorot matanya bak elang. Siapapun yang melihatnya pasti hanya bisa diam.

"Minta maaf!" ucap Abian memerintah Gladys yang kicep didepannya.

"Nggak!" jawab Gladys masih kekeh dengan apa yang menjadi sudut pandang. Matanya pun kian berani menatap manik nyalang Abian yang seolah siap menerkam.

"Minta maaf atau gue bikin lo keluar dari SMA Garuda sekarang juga!" ancam Abian langsung melangkahkan kaki keluar dari gudang kumuh sudut sekolahnya. Ruangan yang sangat kotor membuat tempat itu sama sekali tak ada yang mendatanginya. Itulah alasan mengapa Abian mengapa Gladys kesana. Karena tak akan ada seorang pun yang akan mendengar percakapan mereka.

Gladys kembali menangis disana. Nampaknya hanya kata maaflah yang bisa menyelamatkan Gladys dari amukan Abian.

Dengan sempoyongan, Gladys kembali ke kelasnya. Tangannya pun terangkat mengusap jejak air mata yang tertinggal dipipinya.

XII MIPA. Ruangan itu telah menyambut datangnya Gladys Maulidya. Dengan perlahan Gladys mendorong pintu ruang kelasnya.

Semua murid sangatlah terkejut dengan penampilannya. Mata sembab, rok kotor, dan baju lusuh seakan membuat seluruh teman sekelasnya bingung dengan apa yang dilakukan Abian padanya.

"Lo kenapa?" tanya Agista, salah satu sobat karib Gladys yang duduk sebangku dengannya. Disampingnya pun sudah ada Revana yang menatap iba padanya.

"Pulang sekolah nanti, kalian ikut gue!" ucap Gladys dengan bibir gemetarnya.

Kedua temannya pun hanya bisa saling tatap disana. Ada apa sebenarnya.

*

Jam pelajaran hari ini pun usai. Semua murid telah berhamburan keluar dari gerbang. Namun Keana lebih memilih pulang paling akhir bersama Vanya. Tatapan semua siswa telah berubah setelah tersebarnya gosip kalau ia adalah mata- mata. Itulah yang membuat Keana tak suka.

Suara terbukanya pintu mengagetkan keduanya. Netra Keana dan Vanya kompak menatap Gladys dan kedua temannya tengah berjalan kearah mereka.

Namun dengan sigap, Vanya bangkit untuk menghalang ketiganya. Aksi bully Gladys dikantin tadi tak akan terjadi untuk kedua kalinya.

"Minggir! Gue mau ngomong sama dia!" ucap Gladys pada Vanya yang tengah merentangkan tangan menghalang jalan mereka.

"Nggak!" ucap Vanya masih kekeh dengan posisinya.

Gladys pun hanya memutar bola mata malas menatap Vanya didepannya. Maniknya kini beralih menatap Keana yang masih terdiam dibangkunya.

"Keana, gue minta maaf!" ucap Gladys dengan raut ekspresi yang berbeda jauh dengan apa yang Keana lihat sebelumnya.

"Apa?" tanya Keana seraya menajamkan kembali pendengarannya. Ia benar- benar terkejut dengan ucapan tiba- tiba Gladys padanya.

"Gue minta maaf! Gue tau gue udah keterlaluan, maafin gue ya!" ucap Gladys masih dengan ekspresi yang sama.

Keana pun semakin terdiam ditempatnya. Apakah ada badai dikepalanya? batin Keana dengan menatap bingung kakak kelasnya.

"Gue pulang dulu, ya! Sekali lagi gue minta maaf!" ucap Gladys seraya meninggalkan ruang kelas Keana bersama dua temannya.

"Kenapa dia?" tanya Keana pada Vanya. Ia benar- benar tak mengerti apa yang dipikirkan Gladys terhadapnya.

"Gue juga nggak tau! Tapi 'kan yang penting dia udah minta maaf!" ucap Vanya sambil menerbitkan senyum manisnya.

Namun tanpa diduga, seorang lelaki sedari tadi mengitip dari balik jendela. Lelaki itu menatap dengan senyum tulus tersungging dibibirnya. "Gue nggak akan biarin siapapun lukain lo, Kean!" ucap Abian dengan lirihnya.

Kaki Abian hendak beranjak untuk mendatangi Keana. Namun netranya menangkap sesuatu yang membatalkan niatnya.

Abian dapat melihat dari balik jendela, Bastian datang menghampiri Keana. Senyum tulus pun terbit dibibir keduanya.

Abian juga dapat melihat saat tangan kekar Bastian terangkat untuk mengacak gemas rambut Keana.

Lagi- lagi Abian terlambat.