Chereads / Hug Me! / Chapter 21 - Jalang Sialan!

Chapter 21 - Jalang Sialan!

"Abian, gimana ini?" tanya Megalani terus- menerus pada putra tirinya. Isakan tangis sedari tadi belum juga mereda. Terasa sangat sesak dadanya.

Sedangkan Abian yang sudah kelimpungan pun hanya bisa menatap iba. Jujur, pikirannya bingung harus mencari Keana kemana. Ia juga sadar kalau ia tak bisa hanya mengandalkan tiga orang temannya saja. Apalagi ditambah prasangka wakil ketuanya yang menganggap Keana sebagai mata- mata.

"Bunda jangan nangis," ucap Abian sambil menghapus air mata yang masih mengalir deras dipipinya. Tekadnya kian membulat. Ia harus turun tangan untuk menyelesaikannya. Waktu yang semakin malam membuat Abian juga ketakutan. Apa yang terjadi pada Keana?

"Abian bakal cari Keana." ucap Abian dengan nada tegasnya. Matanya menatap kearah sang bunda menatap dengan keyakinannya. Mungkin inilah satu- satunya cara.

Megalani yang mendengar itu pun langsung menggeleng keras kepadanya. Tangannya terangkat untuk mencekal pergelangan tangan Abian yang masih bertengger dipipinya.

"Jangan! Kamu masih sakit, Nak!" ucap Megalani sambil berusaha menghentikan tangisnya.

"Cuma ini satu- satunya cara, Bunda. Bunda nggak mau Keana kenapa- napa, kan?" ujar Abian berusaha menyakinkannya. Ia benar- benar sadar kalau kondisinya sangat memprihatinkan. Namun ia tak bisa diam ditempat saat mengetahui saudara satu- satunya hilang begitu saja. Ia benar- benar merasa tak berguna.

"Tapi kalau sampai Mbak tahu gimana?" tanya Megalani masih menatap dengan tatapan memelasnya. Perasaannya hancur layaknya serpihan kaca.

"Aku bakal pergi malam nanti. Bunda tolong jangan biarin Mama tahu soal ini." ucap Abian mewanti- wanti.

"Tapi keadaan kamu..." ucap Megalani menggantung begitu saja. Matanya menatap gelisah sejalan dengan pikirannya. Bagaimana mungkin ia mengorbankan anak tirinya hanya untuk mencari keberadaan anaknya sendiri? Ibu macam apa dia?

"Bunda tenang. Abian nggakpapa," ucap Abian terus menenangkan Megalani. Pikirannya sendiri telah kalut memikirkan apa yang akan terjadi. Keberadaan Keana dan keadaannya, salah satu diantara keduanya harus rela berkorban dengan yang lain.

Waktu telah menunjuk pukul 11 malam. Ini adalah waktu yang tepat untuk melancarkan aksi pencariannya. Abian yakin kedua orang tuanya telah tertidur sekarang.

Suara pintu terbuka tiba- tiba mengagetkan mereka. Dari ambang pintu tampak seorang yang sudah tak asing di penglihatan keduanya. Disana ada Genta yang datang dengan wajah ragu- ragunya. Permintaan Abian beberapa waktu lalu sukses membuat jantungnya hampir lepas dari tempatnya.

"Nak Genta, kamu mau ngapain?" tanya Megalani menatap dengan tatapan penuh kebingungannya. Tangannya dengan cepat terangkat untuk menghapus sisa air mata. Sedangkan dipundaknya, Megalani merasa ada yang menyetuhnya. Spontan ia pun langsung mengalihkan pandangannya.

Ditatapnya Abian yang masih menatap intens kearahnya dengan sedikit senyum merekah dibibirnya. Senyum yang sedikit mampu melunakkan hati Megalani yang sedang kalang- kabut kehilangan putrinya.

"Abian yang minta dia datang. Dia bakal gantiin Abian tidur disini selama Abian pergi." ucap Abian sambil mengelus pelan pundak bundanya. Ia sangat tak tega melihat begitu banyak air mata yang tumpah darinya. Abian tahu kondisinya sangat tak memungkinkan untuk mencari Keana. Namun tak ada cara lain selain turun tangan sendiri mencari keberadaannya.

"Tapi, Abian..." ucap Megalani menggantung begitu saja. Ia tak tahu harus melarang atau menyetujui saran dari anak tirinya. Hatinya begitu bimbang menatap Abian yang mulai mencabut jarum infus dari tangannya.

"Jaga Bunda baik- baik!" ucap Abian dengan nada tegasnya mengarah pada Genta. Sahabat karib yang amat sangat dipercayanya.

Dengan cepat Abian langsung mengganti pakaiannya. Melemparkannya cepat pada Genta agar segera memakainya. Diambilnya sebuah hodie hitam untuk menutupi tubuhnya. Tak lupa dengan topi dan juga masker yang menjadi atribut wajib yang harus digunakannya.

Abian berjalan mengendap- endap keluar dari kamarnya. Keadaan malam itu sangat sepi sehingga Abian bisa dengan mudah keluar dari sana.

Langkahnya dibawa seringan mungkin agar bunyi hentakan kaki tak ada yang bisa mendengarnya. Namun langkahnya tiba- tiba terhenti saat netranya tak sengaja melihat kearah pintu yang terdapat lubang kaca. Kakinya berjalan mendekat kesana memastikan tak ada yang salah dengan penglihatannya. Tak jauh dari tempatnya, ada seorang lelaki yang tengah tertidur pulas diranjangnya. Selang infus pun tertancap di salah satu tangannya. Bastian? batin Abian penuh tanda tanya. Mengapa tiba- tiba dia masuk rumah sakit? batin Abian semakin menerka- nerka. Terlintas pula kedekatannya dengan Keana yang semakin membuat Abian percaya siapa dalang dibalik semua kejadian yang dialaminya.

Namun itu tak berselang lama, karena Abian tahu apa yang harus diprioritaskannya. Keana. Ia melangkahkan kaki menjauh dari sana. Walaupun jalannya sedikit sempoyongan ia tetap berusaha sekuat tenaga agar bisa menemukan Keana. Tangannya bergerak merogoh saku jaketnya mengambil ponsel yang disimpannya disana.

Tangannya bergerak dengan lincah mencari kontak seseorang yang saat ini dibutuhkannya. Tertulis jelas nama Bima dilayar ponselnya. Tanpa ragu- ragu Abian langsung mendial nomernya.

"Kenapa?" tanya Bima langsung pada inti dari seberang sana.

"Cek cctv rumah sakit di lorong kamar Bastian dirawat sekarang!" ucap Abian dengan nada memerintahnya. Tanpa menunggu jawaban, Abian pun langsung mematikan panggilan teleponnya.

Wakil ketua sekaligus orang kepercayaan Abian benar- benar dapat diandalkannya. Feelingnya yang tak pernah salah ditambah dengan kemampuan meretas yang dimilikinya membuat Abian sangat bersyukur memiliki anggota sepertinya.

Halaman parkir telah menyambut kedatangan Abian disana. Dengan cepat, Abian mengeluarkan motor 250 cc-nya keluar dari penjara baru yang saat ini tempatinya.

Abian berkendara tak tahu arah. Terpaan angin seakan tak membuatnya menyerah. Matanya terus menjelajah kearah kanan dan kiri mencari keberadaannya. Kemana aku harus mencarimu Keana? pikir Abian kalut disana.

Sampai sebuah pikiran tiba- tiba hinggap dibenaknya. Apa mungkin mereka membawa Keana ke markas mereka? batin Abian sedikit ragu dengan pemikirannya. Namun apa boleh coba, Abian langsung mengendarai motornya dengan kecepatan diatas rata- rata.

Namun sebuah siluet seseorang membuatnya mendadak mengerem motornya. Untung saja tak ada pengendara yang ada dibelakangnya. Pandangannya beredar mencari siluet seorang yang ia yakini itu Keana. Seorang gadis yang tengah tersenyum lebar di warung bakso seberang jalan sana.

"Keana?" tanya Abian sambil memastikan penglihatannya. Bukankah itu Keana? Tapi mengapa ia malah tersenyum lebar seolah tak terjadi apa- apa?

Abian langsung memutar balik motornya mendekat kearah Keana. Tatapannya menatap intens pada Keana yang mulai menyadari kehadirannya.

"Eh itu bukannya Abian, ya?" ucap Keana sambil terus menatap kearah Abian yang masih berjalan mendekat kearah mereka.

Keana sengaja mengatakan kehadiran Abian pada Ales disana. Karena ia tahu kondisi Abian sangatlah tak memungkinkan untuk menghadapi Ales disana.

Mendengar ucapan Keana, spontan Ales pun langsung menoleh memastikannya. Benar saja, tampak dari seberang sana ada Abian yang menatap dengan tatapan maut menjurus kepadanya.

Ales langsung gelagapan diposisinya. Dengan cepat ia menarik tangan Keana agar mengikuti langkahnya.

"Kak, mau kemana? Itu baksonya belum jadi!" ucap Keana sambil berteriak dari belakangnya.

"Di situasi kayak gini lo masih mikirin bakso?!" bentak Ales dengan tangan terus menarik Keana mendekat ke motornya. Bisa- bisanya Keana masih memikirkan bakso disaat penculikannya hampir saja terbongkar, batin Ales dengan dongkolnya.

"Naik!" ucap Ales saat ia sudah bersiap untuk melajukan motornya.

"Tapi.." ucap Keana sambil menoleh kearah Abian yang berlari dengan sempoyongannya. Tampak sekali ia tengah menahan sakit saat sedang mengejar Keana.

"Buruan naik! Lo mau ikut pergi atau gue hajar Abian disini?" ucap Ales semakin memprovokasi dirinya.

Keana berpikir keras disana. Bagaimana pun Abian adalah saudaranya.

"Buruan!" bentakan Ales menyadarkan Keana. Tak ada pilihan lain, Keana pun terpaksa ikut bersama Ales meninggalkan Abian yang hampir menggapainya.

Sedangkan Abian yang sudah kesakitan tetapi terus berlari mengejar Keana pun semakin putus asa. Keana telah pergi bersama seseorang yang bahkan tak dikenalnya.

"Sialan!" umpat Abian dengan teriakan yang teramat kerasnya. Mengapa Keana mau saja ikut bersamanya? Apa dia tidak tahu kalau banyak orang tengah mencarinya? Apa hubungan mereka? pertanyaan- pertanyaan dalam pikirannya semakin membuat Abian kelimpungan disana. Ditambah lagi dengan rasa sakit yang semakin terasa membuat kondisinya begitu miris disana.

Suara dering telepon membuyarkan lamunannya. Dengan cepat Abian mengangkatnya setelah membaca nama Bima tertera dengan jelas disana.

"Gue udah cek rekaman cctv. Keana masuk ke kamar Bastian dengan waktu yang lama. Terus masuk anak buah Bastian kesana, mereka yang bawa dia. Tapi anehnya nggak ada sedikit pun penolakan dari Keana." ucap Bima dengan rentetan kalimat tanpa jeda.

"Jalang Sialan!"