Chereads / Hug Me! / Chapter 22 - Tak Lagi Berpengaruh

Chapter 22 - Tak Lagi Berpengaruh

Abian yang sudah termakan emosi pun langsung kembali ke motornya. Dibawanya motor itu dengan kecepatan penuh untuk kembali ke rumah sakit sana. Raut mukanya memerah meredam emosi yang kian membara.

Tak sampai sepuluh menit, halaman rumah sakit pun telah menyambutnya. Dengan cepat, ia turun lalu berjalan memasukinya. Tujuan utamanya bukan lagi kamar yang menjadi tempatnya beristirahat, namun adalah ruangan yang dihuni seseorang yang baru menjadi musuhnya.

Waktu telah menunjuk angka 12 malam. Namun itu sama sekali tak membuat Abian mengurungkan niatnya untuk mendatanginya. Walau hanya sekedar menunggu hari esok tiba.

Brakk!!

Abian membuka pintu kamar Bastian dengan kasarnya. Gebrakan itu terdengar cukup keras karena sunyinya lorong di malam hari.

Abian menatap lekat- lekat Bastian yang tidurnya terusik karena ulahnya. Matanya menatap bak elang yang siap menerkam mangsa. Abian dengan cepat berjalan mendekat. Atmosfer pun terasa menegangkan diantara mereka. Seolah alam pun telah memberikan pertanda sesuatu yang buruk akan terjadi antara mereka.

"Ngapain?" tanya Bastian yang perlahan bangit dari tidurnya. Namun niat ingin bertanya baik- baik pun hilang karena bogeman keras Abian mengenai rahang.

"Bangsat!" umpat Bastian seraya menjaga keseimbangan tubuh yang hampir saja limbung karena ulah adik kelasnya.

"Penculikan Keana sama sekali nggak berpengaruh bagi Leonard. Silahkan untuk jadikan dia tawanan atau menjadi budak untuk dilecehkan! Anggap aja itu hadiah atas apa yang udah berhasil kalian lakukan! Karena kita juga perlu membuang MATA- MATA lawan yang tak punya pikiran!"ucap Abian dengan penuh emosinya. Tangannya pun masih mencengkeram erat kerah baju Bastian yang menatap penuh tanda tanya. Mulai hari ini sifat aslinya telah kembali. Tak ada lagi Abian yang lucu. Tak ada lagi Abian yang sibuk menatap indahnya ciptaan Tuhan pada Keana. Abian yang dulu telah kembali. Abian yang tak berperi kemanusiaan dan tak menghiraukan hadirnya Keana walaupun hanya sebatas status saudara tiri.

Bugh!

Balas Bastian dengan menonjok rahang tegas Abian. Bagaimana bisa seorang kakak dengan mudahnya memberikan adiknya untuk dilecehkan?

"Gue nggak ngerti apa maksud lo!" bentak Bastian dengan emosinya. Tangannya pun kini telah mencengkeram erat balik baju milik Abian.

Bugh!

Tonjok Bastian sekali lagi dengan kekuatan dua kali lipatnya. Tonjokan yang berhasil membuat Abian terhuyung karena kakinya tak lagi sanggup menopang.

"Kakak macam apa lo!" hardik Bastian tepat saat Abian mulai limbung. Amarahnya benar- benar tak dapat diredam sekarang. Matanya menatap dengan tajam kearah Abian yang mulai berusaha bangkit dengan sempoyongan.

"Terserah lo mau anggap gue apa!" jawab Abian dengan entengnya. Kakinya pun membawanya keluar dari sana meninggalkan Bastian yang masih meletup- letup emosinya.

Malam itu adalah malam tersial baginya. Dimana seseorang yang berhasil masuk ke hatinya dengan mudah menghancurkan kepercayaannya dengan menjadi seorang mata- mata. Mata- mata yang berhasil membuat Abian dan anak buahnya terluka. Ditambah lagi dengan kekacauan markas besarnya.

*

Setelah kejadian malam itu, Abian tak lagi

tampak mencari keberadaan Keana. Hilangnya Keana seolah tak berarti apapun lagi baginya. Ia hanya menghabiskan waktunya berbaring diatas ranjang kamar vip-nya. Semua terasa berbeda. Tak ada lagi kejahilan yanh dilakukannya. Tidak ada lagi suara kencang Keana yang marah- marah padanya. Namun apa boleh buat, ego mempertahankan dirinya. Ditambah lagi dengan adanya prasangka yang membuat dirinya semakin menjauh dari Keana.

Hampa. Hanya itu yang dirasakannya. Kepalanya celingak- celinguk mencari keberadaan teman- temannya. Kemana mereka?

"Hidupku semakin sunyi saja." dumelnya sambil menatap nanar kearah jendela. Hamparan awan putih nampak jelas dari sana. Tampak pula banyak burung yang beterbangan dengan kawanannya.

"Kenapa dia tega?" tanyanya yang hanya disahuti keheningan ruangan. Abian tak pernah menyangka kalau rasanya sesepi ini tanpa hadirnya saudara tiri. Saudara yang bahkan telah berhasil mengambil ruang dihati tanpa memperdulikan status yang terjalin.

Brakk!

Suara pintu terbuka sontak mengejutkan Abian. Dilihatnya ketiga sahabat yang sudah berada diambang pintu tak jauh darinya. Raut mereka berbeda dari biasanya. Mereka yang selalu bertingkah konyol hanya untuk menghiburnya kini sama- sama bermuka tajam menghadap kearahnya.

Langkah Genta, Revan, dan Rizky kompak mendekat kearahnya. Ketiganya berjejer didepan Abian seolah bersiap menghakimi seseorang dihadapan mereka.

"Kenapa?" tanya Abian sambil menatap bingung pada mereka. Baru kali ini Abian merasa atmosfer telah berbeda saat berada didekat para sahabatnya.

"Lo bilang apa ke Bastian?" tanya Revan dengan tatapan mautnya. Diantara mereka bertiga memang Revan-lah yang berani menentang dengan berani siapapun yang tak sesuai dengan angannya.

Sedangkan Abian menaikkan satu alisnya. Kini Abian paham kenapa mereka memasang muka garang padanya. Abian pun bergerak memperbaiki posisi duduknya. Pertanyaan mereka jelas membuat Abian merasa tak nyaman disana.

"Gue samperin Bastian cuma buat ngasih tahu aja," jawab Abian dengan santainya. Matanya pun menatap dengan sangat biasa seakan tak ada kesalahan apapun yang telah diperbuatnya.

"Gue tanya, lo ngomong apa aja?!" tanya Revan semakin meninggikan suaranya. Ia bemar- benar jengah pada kawannya yang memiliki pikiran jauh lebih dangkal darinya. Ia bahkan tak mengira kalau orang yang ada dihadapannya adalah seorang ketua yang selama ini diagung- agungkan oleh gengnya.

Abian semakin menatap dengan tatapan elangnya. Hanya karena Keana bahkan anak buah pun berani menentangnya?

"Gue bilang kalau penculikan Keana sama sekali nggak berpengaruh bagi Leonard. Silahkan untuk jadikan dia tawanan atau menjadi budak untuk dilecehkan. Anggap aja itu hadiah atas apa yang udah berhasil kalian lakukan." jawab Abian dengan santainya. Kata- kata itu adalah kata- kata terkejam yang pernah diucapkannya atas Keana. Kata- kata yang tak mungkin bisa dipercaya jika itu dilontarkan seorang kakak kepada adiknya.

"Bangsat!" hardik Revan dengan tangan terangkat bersiap melayangkan pukulan. Untung saja Genta dan Rizky bersiap untuk mencegahnya.

"Dia adek gue, apa urusan lo?" tanya Abian menaikkan alisnya. Tangannya pun bersekap dada. Sungguh perubahan sifat terdrastis yang pernah dilihat para sahabatnya.

"Gue tahu dia adek lo, tapi lo mikir nggak sih!" ucap Genta ikut melawan ketuanya.

"Lo juga nggak seharusnya ngomong hal sekeji itu soal Keana!" ucap Rizky dengan raut muka marahnya.

"Dia adek gue, dan ini urusan gue! Soal apa yang gue omongin itu biarin jadi urusan gue!" jawab Abian dengan nada tingginya. Ia tak pernah mengira hadirnya Keana sangatlah diistimewakan oleh anak buahnya. Abian memang pernah melakukan hal yang sama. Namun saat ini, Keana adalah akar dari segala masalah yang telah diterimanya.

Ketiga sahabatnya menatap seolah tak percaya. Kemana perginya Abian yang sanggup melakukan apapun untuk Keana? Kemana perginya Abian yang usil dan selalu menjahili Keana?

"Lo bakal nyesel!"