Bel istirahat telah berbunyi. Seluruh siswa berbondong- bondong ke kantin untuk mengganjal perut yang belum terisi.
Keana sebenarnya benci untuk keluar dari kelas. Karena sudah dapat dipastikan ia akan menerima banyak hujatan serta mendapatkan tatapan tak mengenakkan.
"Keana, ayo ke kantin buruan!" ajak Vanya sambil menarik- narik tangan Keana. Ia benar- benar dilanda rasa lapar. Perutnya sudah berdendang meminta asupan.
Gadis itu masih terus menatap Keana dengan tatapan sebal. Keana sangatlah membutuhkan waktu yang lama hanya untuk membereskan peralatan tulisnya. Wajah Vanya kini tertekuk sambil menanti kawannya.
"Kean lama! Gue duluan aja!" ucap Vanya langsung memutuskan pilihannya. Dengan secepat kilat gadis itu berlari keluar kelas menuju tempat favorit disekolahnya. Tempat dimana ia bisa mengatasi rasa lapar para cacingnya.
"Eh Vanya, tungguin!" teriak Keana menatap punggung sahabatnya yang telah hilang dibalik dinding kelasnya. Keana pun segera membereskan peralatan tulisnya yang lalu segera menyusul langkah Vanya yang terlebih dulu keluar dari kelas sana.
"Dasar anak pelacur!"
"Parasit nggak tau diri!"
"Udah numpang, masih khianatin Abian! Nggak tau malu banget sih!"
"Nyesel gue pernah ajak dia kenalan!"
Baru saja Keana melangkahkan kaki keluar, namun telinganya sudah menangkap berbagai macam hujatan. Keana hanya menghela napas pelan. Mendengarkan mereka sama saja dengan memanaskan minyak diatas dengan api yang membara. Semakin pamas saja.
"Vanya!" panggil Keana melanjutkan aksi mengejarnya. Ia terus menatap Vanya yang pergerakannya kian menjauh dari jangkauannya. Cepat sekali larinya!
Disepanjang koridor Keana dapat mendengar bisikan orang- orang yang tengah membicarakannya. Mata mereka pun tersirat menatap Keana tak suka.
Lagi- lagi Keana harus menghela napasnya. Ia semakin mempercepat larinya agar bisa sampai ditempat tujuannya dengan segera.
Tak lama, pintu kantin pun menyambutnya. Keana celingak- celinguk mencari keberadaan temannya.
Mata Keana seketika berbinar setelah menemukan Vanya ada di stand bakso langganannya. Dengan cepat, Keana pun bergerak menyusulnya. Matanya masih fokus memperhatikan temannya.
Brukk!
Seketika itu baju Keana basah. Noda jus mangga pun melekat di seragamnya. Keana mengubah arah pandangnya. Ditatapnya manik seorang gadis yang tengah menatap dengan tatapan marahnya.
"Mata lo udah nggak guna, hah?!" bentak Gladys menatap dengan tatapan nyalangnya. Tangannya pun terkepal erat menahan emosi karena Keana.
Arah pandang seluruh siswa tiba- tiba beralih menatap keduanya. Kondisi kantin yang semula ramai pun langsung senyap seolah ingin tahu apa yang dibicarakan mereka. Begitu pula dengan Abian dan teman- temannya.
Aksi kabur Abian dan ketiga temannya ternyata telah berakhir di kantin sekolah. Mereka berempat duduk dalam satu meja disudut kantin tak jauh dari Keana. Ketiganya lelaki tampan itu kompak menatap Keana dengan tatapan iba. Kecuali Abian yang telah merasa bodoamat pada saudaranya. Walaupun ia tahu sudah pasti Keana akan jadi sasaran bully Gladys selanjutnya.
"Yan, Keana butuh bantuan lo tuh!" ucap Rizky sambil menatap Keana dengan iba. Ia harus segera membujuk sahabatnya agar harga diri Keana tak jatuh disana.
"Abian, itu Keana!" ucap Rizky lagi padanya.
Namun tak ada sedikit pun pergerakan Abian yang menandakan akan bangkit dari duduknya. Lelaki itu malah memainkan ponselnya tak menggubris ucapan sobat karibnya.
"Maaf Kak!" cicit Keana sambil menundukkan kepalanya. Ia sadar kalau ia yang bersalah karena terlalu fokus menatap Vanya sampai tak melihat kondisi disekitarnya.
"Lo kira maaf bisa buat bersihin sepatu gue?" tanya Gladys semakin menghardik disana. Tatapan aneh pun kompak dilakukan para siswa pada Keana.
"Tapi' kan baju gue juga basah," ucap Keana menatap ke seragamnya sendiri. Kondisinya pun tak jauh berbeda dengan sepatu kakak kelasnya. Untung saja baju Keana tak sampai tembus pandang karena jus mangga.
"Gue nggak mau tau itu! Lo yang salah disini! Sekarang bersihin sepatu gue!" ucap Gladys semakin semena- mena. Gelar senioritas seakan sudah membutakannya.
"Yaudah, Kakak lepas dulu sepatunya! Nanti waktu pulang gue bawa!" ucap Keana akhirnya mengalah. Matanya pun sudah jengah mendapat tatapan jijik dari seluruh siswa dikantin sana.
"Gue minta sekarang! Paham?" ucap Gladys seraya mencondongkan tubuhnya. Kepalanya semakin mendekat kearah Keana. Senyum licik pun tersungging dibibirnya.
"Gista, ambilin tisu disana!" titah Gladys pada salah seorang temannya. Namun matanya masih tak mau berpindah tempat dari manik Keana.
"Nih!" ucap teman Gladys sambil menyodorkan tisue sesuai permintaannya. Senyum Gladys kian mengembang disana. Ia semakin menatap remeh Keana yang notabenenya adalah saudara tiri pacar incarannya.
"Bersihin!" satu kata yang diucapkan Gladys berhasil membuat semua orang membulatkan mulutnya. Mereka tak percaya kalau Keana akan sujud secara tidak langsung dikaki sang ratu bully sekolah mereka.
"Tapi' kan.." ucapan Keana menggantung begitu saja. Mata Keana berputar melihat sekeliling seolah meminta bantuan mereka. Dan yap! Matanya menemukan Abian yang tengah duduk bersantai tak jauh dari tempatnya.
"Abian!" panggil Keana pada sang saudara. Lelaki itu pun dengan santainya menyeruput minuman yang telah dipesannya. Matanya pun sama sekali tak melirik pada Keana. Seolah ia hanyalah orang asing baginya. Abian mengabaikan panggilan Keana.
"Hahaha.. parasit nggak tau diri lo! Udah numpang masih minta pembelaan!" maki Gladys kian menjadi disana. Tawa lepas pun membuatnya puas karena reaksi Abian yang tak lagi menggubris Keana.
Keana pun menundukkan dalam kepalanya. Dengan perlahan, tangannya terangkat untuk mengambil tisue pemberian Gladys berniat membersihkan noda sepatunya.
Tubuh Keana semakin merendah sepadan dengan rendahnya sepatu Gladys dihadapannya. Mata Keana kian memanas menerima pembullyan yang tengah diterimanya.
Hampir saja lutut Keana menyentuh tanah, namun sebuah tangan berhasil menariknya kembali berdiri dengan cepatnya.
Semua orang pun kaget dengan kedatangan lelaki itu yang tiba- tiba ditengah- tengah mereka. Mata lelaki itu menatap elang kearah Gladys yang berani merendahkan harga diri Keana ditempat umum sekolahnya.
"Kak Bastian!" ucap Keana spontan setelah melihat wajah pelaku yang menarik tangannya.
"Lo apa- apaan sih?" tanya Gladys dengan nada dongkolnya. Hampir saja ia berhasil untuk menjatuhkan harga diri Keana. Namun Bastian menggagalkannya.
"Lo yang apa- apaan? Lo ngerti arti 'Kemanusiaan yang adil dan beradab' nggak sih?! Kalau masih nggak paham pindah negara aja sono! Indonesia nggak mau nerima manusia biadab kayak lo!" cercaan Bastian pada Gladys yang langsung mengundang tawa semua orang yang ada disana. Gaya bicara sekaligus muka sangarnya kian membuat mereka tertawa dengan apa yang baru saja dikatakannya.
"Bangsat lo!" hanya itu kata yang dilontarkan Gladys pada keduanya. Kini Gladys pun langsung berjalan meninggalkan mereka dengan kaki yang dihentak- hentakkan seolah kesal dengan pembelaan Bastian pada Keana. Dan tentu saja diikuti kedua teman yang selalu menemaninya.
"Lo nggakpapa?" tanya Bastian sambil menunduk memandang Keana yang jauh lebih pendek dihadapannya. Mungkin kebanyakan oranh berpikir mereka adalah pasangan yang sempurna. Postur tinggi nan tegap milik Bastian seolah siap melindungi Keana.
"Iya, makasih Kak!" ucap Keana sembari mengangguk menjawab pertanyaan Bastian. Tak lupa dengan bibir yang mengulas senyum dengan anggunnya.
Pemandangan itu tak luput dari pandangan seorang lelaki yang sudah berdiri tak jauh dari mereka. Tangannya terkepal kuat menahan gejolak emosi dalam hatinya.
Abian menyaksikan keduanya. Hatinya terbakar seolah ada yang menyulut api didekatnya.