Satu tahun kemudian...
Satu tahun telah berlalu. Namun, aku masih saja menunggu kabar darinya. entah apa yang sebenar nya terjadi, saat dia kembali ke seoul waktu itu, kini sampai sekarang dia tak menghubungiku lagi.
Cincin pemberian nya masih aku kenakan di jari manis ini. Masih sangat berharap ia datang padaku lagi.
Air mataku selalu menetes saat perasaan rindu tiba-tiba datang membuat luka yang begitu sakit jauh di dalam relung hatiku.
"Mina," panggil Nenek membuyarkan lamunanku.
"Iya Nek, ada apa?" jawabku sembari berlari ke arah Nenek.
"Di luar ada teman mu, temui dia."
"Siapa Nek?"
"Teman mu dari Seoul,"
"Oh iya Nek, aku akan segera keluar." aku pun bergegas keluar dari kamar. Dadaku sesak seketika, saat melihat seseorang yang aku benci sedang duduk di ruang tamu.
"Song Mina, bagaimana kabar mu?" sapa nya.
"Jae Won, kenapa kau datang ke rumah ku?"
"Aku kemari karna ingin meminta maaf padamu," ucap nya dengan wajah terlihat tulus dan penuh penyesalan. Namun, aku tak mau tertipu lagi oleh sikap manis nya itu. Karna dulu ia pernah menjebakku dengan wajah seperti itu juga.
"Maaf? Apakah kejahatan mu itu pantas untuk di maafkan?" Ucapku dengan mata yang kini telah berkaca-kaca di penuhi amarah yang tertahan.
"Aku tau salahku tidak bisa di maafkan, tapi izinkan aku meminta maaf padamu. Aku tidak akan memintamu untuk memaafkanku." sembari melangkah mendekatiku, dan berdiri di depanku. Menatapku dengan tatapan yang penuh penyesalan.
"Mina_ah, tidak boleh begitu. Jika seseorang sudah meminta maaf, maka maafkanlah. Jangan biarkan hati mu dikuasi oleh dendam dan kedengkian sayang," tutur Nenek yang tiba-tiba muncul dan mengelus punggungku dengan lembut.
Mendengar ucapan Nenek, seketika air mata yang sedari tadi terbendung di kelopak mata ini terjatuh membanjiri pipiku.
"Maafkan dia sayang, ya, dia sudah datang jauh-jauh dari seoul hanya untuk meminta maaf padamu Nak,"
"Tapi Nek_"
"Maafkan sayang, ya,"
"Huuuf baiklah, aku memaafkan mu. Kamu boleh pergi sekarang," ucapku sambil menunjuk ke arah pintu.
"Terima kasih sudah memaafkanku, kalau begitu aku pergi,"
"Tunggu," panggil Nenek menghentikan langkah Jae Won.
"Menginaplah untuk malam ini, hari sudah petang, Pulanglah besok," lanjut nya, membuat aku melongo ke arah Nenek, ingin sekali aku marah pada Nenek ku ini.
"Nenek_" aku hendak marah pada Nenek, tapi tiba-tiba lelaki itu memutus kata- kata yang hendak ku ucapkan.
"Terima kasih Nek, saya akan menginap." ia menjawab dengan penuh semangat.
"Aiiish...terserah," aku mengumpat pelan, kemudian melangkah keluar rumah.
"Mina, apakah kau mengumpat?" Nenek berteriak padaku yang kini sudah ada di halaman rumah.
Aku tak menghiraukan Nenek, sungguh aku sangat kecewa pada nya. Bagaimana bisa dia lebih membela laki- laki itu dari pada aku.
Padahal dia sudah membuat hidupku menderita, dan menyebabkan ibuku meninggal. Sampai kapanpun, aku tak akan pernah melupakan semua itu.
Aku melangkah menuju rumah Sejeong. Aku akan menginap di sana, tidak sudi rasa nya harus melihat wajah itu tidur di rumahku.
Tak lama kemudian akhir nya aku sampai di tempat yang ku tuju, terlihat Sejeong sedang duduk santai di depan rumah bersama ibunya.
"Hai, Mina sini," sapa nya padaku.
Akupun melangkah kan kaki mendekat pada nya.
"Kenapa? Kok di tekuk gitu muka nya?" tanya nya penasaran melihat wajah kesalku.
"Bolehkah aku menginap di sini?"
"Tentu boleh."
"Ada apa Mina? Apa ada masalah dengan Nenek?" tanya ibu Sejeong penasaran, karna selama ini aku tidak pernah mau menginap di rumah nya, sekalipun di suruh dan di paksa nya, dengan alasan tak ingin meninggalkan Nenek di rumah sendirian.
"Begitulah Bi, Mina sedikit kesal dengan Nenek," jawabku disertai senyum getir yang di paksakan.
"Ya sudah tidur lah disini, biar Bibi nanti yang nemenin Nenek disana,"
"Gak usah Bi, lagian Nenek udah ada yang nemenin kok,"
"Siapa?"
"Orang jahat." jawabku asal karna begitu kesal nya.
"Lah, kok orang jahat. Bisa bahaya kalo Nenek di tinggal berdua sama orang jahat,"
"Intinya Nenek udah ada kawan disana Bi,"
"Iya iya, ya udah sana masuk, tidur lah. Ini sudah larut malam,"
"Terima kasih Bi,"
"Iya sama-sama."
Kami berdua pun melangkah menuju kamar sahabatku itu.
"Memang nya siapa yang menginap di rumah mu? Sampai kau kesal begitu sama Nenek?" tanya Sejeong penasaran.
"Jae Won." jawabku singkat dan padat.
"Jae Won yang dari Seoul itu ya, yang dulu ikut party bareng kita kan?"
"Iya."
"Woooah Daebak,"
"Kenapa?"
"Gak apa-apa. Jae Won ganteng banget hehe,"
"Ya, memang," ku akui Jae won memang memiliki visual yang lumayan tampan, tapi semua itu sia-sia karna sikap nya yang begitu buruk dan busuk.
"Oh ya, emang kenapa kamu gak suka sama dia?"
"Kamu tau vidio satu tahun lalu?" mataku mulai berkaca-kaca mengingat kejadian itu.
"Vidio kamu yang di rundung itu ya?" Sejeong ternyata masih mengingat nya.
"Iya. Dia termasuk dari orang-orang yang telah merundungku," air mata mulai berjatuhan, mengingat betapa kejam nya mereka terhadapku saat itu.
"Benarkah? Kalau begitu, ijinkan aku ke rumahmu sekarang. Aku akan buat perhitungan sama tu orang." Sejeong beranjak dari duduk nya, wajah nya memerah penuh emosi.
"Tidak Sejeong, jangan lakukan itu. Sepertinya dia sudah menyesali perbuatan nya, dia juga sudah meminta maaf padaku,"
"Dan kau memaafkan begitu saja?"
"Itulah yang membuatku jadi kesal sekarang. Sebenar nya aku tidak mau memaafkan nya, tapi Nenek memaksaku untuk memaafkan nya, dan parah nya lagi, Nenek meminta dia menginap di rumah."
"Pantas saja kamu se kesal itu sama Nenek."
"Iya, Nenek gak tau sih, bagaimana mereka merundungku dari saat aku masih SMA," karna kesal nya, sampai- sampai aku tak sadar telah keceplosan mengatakan tentang perundungan di sekolah. Padahal selama ini aku menutupinya, tak ingin ada satu orang pun yang tau penderitaan yang telah aku alami sejauh ini.
"Jadi mereka merundungmu dari sejak SMA? Mungkinkan kamu pindah kesini gara- gara mereka merundung mu? Kenapa selama ini kamu tidak cerita?" Sejeong terkejut, begitupun aku, yang kini telah sadar akan kecerobohan mulut ini.
"Sejeong, kumohon rahasiakan ya. Aku sengaja menutupi semua nya, aku tidak mau teman-teman memandangku dengan rasa kasihan. Aku merahasiakan semua ini hanya karna ingin terlihat tegar dan kuat," ku genggam tangan Sejeong, memohon agar dia mau merahasiakan semua yang telah ia dengar.
"Kenapa kamu harus terlihat kuat Mina? Kamu tidak boleh menanggung beban yang berat seperti ini sendiri."
"Kamu tau kan, aku tidak suka terlihat rapuh. Jadi ku mohon berpura-puralah tidak mendengar dengan apa yang aku katakan, ya ?"
"Baiklah, baiklah."
Sejeong memelukku lembut, dia adalah sahabat terbaikku satu-satunya yang aku miliki.
To be continued...