Pada akhirnya alih-alih pulang, Meta malah betah bicara dengan Danzel dan Kevin. Ia senang bergaul dengan kedua pemuda itu. Menurut Meta Kevin dan Danzel itu adalah sahabat yang saling mengerti dan juga saling menjaga. Bahkan Meta tak kuasa saat Kevin menceritakan tentang adiknya yang meninggal dunia dan merupakan calon istri Danzel.
"Jujur saat melihat dan berkenalan dengan Anastasia,aku bisa merasakan kembali bagaimana jantung yang berdebar saat melihat gadis. Aku jatuh cinta pada Anastasia. Tapi, aku tidak bisa membiarkan sahabatku yang bodoh dan menyebalkan ini juga kehilangan cinta sejatinya. Aku juga tidak bisa membohongi diri sendiri kalau aku tidak tega berbohong pada Anastasia terlalu lama,"ujar Danzel.
Pengakuan Danzel membuat Meta menggelengkan kepalanya. Bagaimana bisa ia bicara dengan begitu lugas di hadapan Kevin dan KEvin sendiri juga tidak tampak cemburu, Meta belum pernah melihat ada persahabatan yang seperti ini sebelumnya. Air mata gadis itupun tidak terasa menetes di pipinya.
"Kalian ini membuat aku terharu. Jujur aku belum pernah melihat ada persahabatan yang seperti kalian," kata Meta dengan suara bergetar menahan tangis.
"Kalau begitu kau harus membantu si bodoh ini untuk mendapatkan hati Anastasia," tukas Danzel sambil melirik ke arah Kevin yang langsung mencibir dengan kesal.
"Kau ini memanfaatkan kondisiku yang tidak bisa bergerak,coba kalau aku bisa bergerak, sudah aku sumpal mulutmu itu," gerutu Kevin sambil mengerucutkan bibirnya.
"Tidak usah merajuk seperti gadis perawan!" hardik Danzel.
"Heh, kalian ini! Sudah jangan bertengkar seperti bocah," kata Meta kesal. Pada akhirnya tawa ketiganya pun meledak.
Hari hampir sore saat Meta tiba di rumah. Anastasia yang sedang asik di depan laptopnya hanya melirik sekilas ke arahnya kemudian ia kembali serius dengan pekerjaannya.
"Sedang membuat apa,Mbak?" sapa Meta sambil menghampiri Anastasia.
"Aku tiba-tiba mempunyai ide untuk membuat cerita baru. Jadi, aku buru-buru menulisnya. Apa ramai di rumah sakit? Kenapa sore sekali?"
"Tadi aku bertemu kawan lamaku di rumah sakit,Mbak. Jadi, aku berbincang-bincang dulu dengannya sampai lupa waktu,maafkan aku ya,Mbak," jawab Meta sedikit berdusta. Ralat,sebenarnya tidak berdusta karena Kevin dan Danzel toh sekarang sudah menjadi kawannya. Hanya saja mereka itu bukan kawan lamanya. Tapi, kawan barunya.
"Kau sudah makan?"
"Belum ,Mbak. Mbak sudah makan?"
"Tadi siang ya sudah, malam ini kita makan apa,ya? Tadi, aku menelepon Kevin dia sedang menemani Danzel kemoterapi. Padahal aku ingin sekali makan malam bersamanya."
Meta menahan napasnya, ia merasa tidak enak mendengar perkataan Anastasia.
"Apa Mbak tidak mau menengok Danzel di rumah sakit?" tanya Meta hati-hati.
"Kevin bilang mereka sebentar lagi juga pulang. Danzel tidak pernah mau sampai opname jika hanya kemoterapi. Katanya ia merasa bertambah sakit jika berada di rumah sakit," kata Anastasia.
Meta menghela napas panjang. Tadi,Kevin memang sempat bercerita kepadanya jika efek sehabis kemoterapi itu, ia selalu merasakan mual dan muntah-muntah. Ia juga kehilangan selera makannya. Itulah sebabnya ia tidak pernah mau menjalani opname, karena jika ia berada di rumah sakit ia justru merasa bertambah sakit. Tetapi,jika ia berada di rumah ia merasa jauh lebih baik.
"Aku ingat ketika kecil dulu saat ayah divonis kanker, ibu selalu mendampingi ayah. Dan ayah selalu menolak untuk lama-lama di rumah sakit. Bahkan ayah selalu menyembunyikan penyakitnya dariku dan Mbak LIsa."
"Oiya, omong-omong bukannya hari ini Mbak ada pemotretan? Tapi, kenapa ada di rumah?"
"Tadi, pemotretan tidak berlangsung lama. Steven menelepon dan mengatakan bahwa ia sakit. Tapi,kata Mbak Lisa dia ada masalah dengan istrinya. Mbak Lisa memberikan toleransi hanya untuk hari ini. Jadi,karena pemotretan di undur,aku putuskan untuk pulang, aku pikir kau sudah ada di rumah,tenyata sore juga baru pulang."
Meta menarik napas dan mengusap wajahnya perlahan.
"Mbak,apa yang Mbak rasakan jika misalkan orang yang paling dekat dengan Mbak sekarang ini menderita penyakit yang sama dengan apa yang dulu ayah Mbak derita? Apa Mbak akan merasakan sedih atau bagaimana?" tanya Meta hati-hati.
Anastasia menatap Meta dan langsung menghentikan pekerjaan mengetik naskah yang sedang ia lakukan.
"Siapa yang sakit? Apa dokter baru saja memvonismu?" tanya Anastasia dengan wajah yang mendadak tegang dan serius.
"Amit-amit,Mbak. Ini hanya berandai-andai saja, jika salah seorang teman yang dekat dengan Mbak terkena penyakit itu, apa yang akan Mbak lakukan?"
Anastasia memejamkan matanya sejenak lalu menarik napas panjang dan menghirupnya dalam-dalam. Kemudian, gadis itu mengembuskannya perlahan.
"Jika orang yang paling dekat denganku sakit seperti ayah, aku akan selalu berada di dekatnya dan mendampinginya.Aku akan membuat dirinya selalu merasa sehat dan lupa bahwa dia sakit. Aku akan membuatnya menikmati hidup, tidak memikirkan sakit atau apapun juga. Karena aku pernah membaca jika seorang pasien yang mengidap kanker itu diberikan suport yang besar oleh orang-orang di sekitarnya terutama oleh orang yang ia cintai,itu akan membuat semangat hidupnya muncul kembali."
"Apa Mbak tidak merasakan trauma lagi akibat kehilangan yang Mbak pernah rasakan?" tanya Meta lagi.
Anastasia mengerutkan dahinya,"Kau ini tumben sekali menanyakan hal itu kepadaku. Memangnya ada teman dekatku yang saat ini sedang sakit?" tanyanya.
"Ada," jawab Meta.
"Siapa?"
"Danzel."
"Ah,iya. Aku merasa kasian kepadanya, seandainya saja ia mempunyai kekasih. Mungkin dukungan dan semangat dari kekasihnya mampu membuatnya bangkit dan bisa bertahan. Tapi,setidaknya ia mempunyai Kevin. Kevin selama ini selalu ada untuknya,meskipun mereka hanya sahabat,tapi mereka lebih dari saudara. Kau lihat saja pada waktu kemari kita bertemu, mereka akrab sekali,kan?'
"Iya,mereka bahkan terlihat seperti kakak beradik," tukas Meta.
Tiba-tiba saja,Anastasia menepuk pundak Meta dengan kencang, "Auuh! Sakit, Mbak!" seru Meta sambil meringis memegangi bahunya. Sementara Anastasia hanya tersenyum kecil.
"Maaf, aku tiba-tiba teringat sesuatu. Kau masih jomlo,kan? Belum punya pacar? Bagaimana jika kau dan Danzel berpacaran? Mungkin,jika dia memiliki dirimu sebagai kekasihnya akan membuat dirinya tenang dan merasa bahagia. Ya,anggap saja kau berbuat kebaikan."
"TIdak ah,aku tidak bisa melakukan itu,Mbak. Bagaimana bisa aku menemaninya saat dia membuthkan diriku. Jika aku mengurusnya,siapa yang akan mengurusmu,Mbak?" tanya Meta. Sebenarnya saat ini Meta tengah terkejut setengah mati. Bagaimana bisa Anastasia memiliki pikiran seperti itu.
Anastasia menghela napas panjang. Meta benar,jika Meta selalu bersama Danzel bagiamana dengan pekerjaannya.
"Aku bisa meminta Kevin untuk bertukar posisi denganmu," katanya dengan asal membuat Meta terbelalak.
"Mbak ini jangan aneh-aneh deh. Apa kata Mbak Lisa nanti, aku nggak setuju. Lagi pula aku tidak punya perasaan apa-apa pada Danzel. Dia butuh orang yang benar-benar mencintainya,Mbak. Bukan seperti aku yang hanya memiliki rasa kasian belaka. Dia tidak butuh dikasihani. Tapi,dia itu membutuhkan cinta yang sejati dan cinta yang tulus,Mbak."