Chereads / 365 Days Angela / Chapter 41 - Kepo Tidak Pada Tempatnya

Chapter 41 - Kepo Tidak Pada Tempatnya

Selama beberapa hari Angela terlihat lebih canggung pada Roni dan membuat kekasihnya itu luar biasa jengkel. Teman sekelas mereka yang menyaksikan Roni kemana-mana membuntuti Angela, jadi heran sendiri dan berasumsi bahwa mereka tengah marahan.

"Ron, ternyata lo bisa nge-bucin juga." Elena menyindirnya dalam satu kesempatan saat melihat Roni menunggui Angela di depan toilet perempuan.

"Diem!"

Berita menyebar cepat, membuat semua orang yang menggilai Roni kembali menghujat Angela yang membuat idola mereka merana. Angela hanya diam, mencoba meminta Roni memberinya ruang untuk bernapas tapi lelaki itu tak menggubrisnya.

"Kenapa kamu malah jadi anti sama pacar sendiri, La?" tuntut Roni. "Aku nggak melakukan apa-apa!"

Roni memerangkap Angela di bangkunya saat bel pulang sekolah berdering. Suasana di sekitar mereka ramai. Angela menunduk memandang Roni yang berlutut di depannya, dengan kedua lengan terentang di kiri kanan punggung kursinya, membuatnya tak berkutik.

"Aku…" Angela tak bisa menjawab dan memalingkan wajah. Tatapannya bertemu dengan tatapan dingin Andrei yang tengah berdiri sambil mengemasi ranselnya. Angela tak mau memandangnya lama-lama dan kembali menghadapi Roni yang muram.

"Sorry, Ron." Angela menepuk satu pipinya. Roni menangkap tangan Angela dan mengecupnya. Mereka menoleh saat mendengar suara decakan. Andrei.

"Apa, Rei?" seru Roni jengkel. Andrei hanya mengangkat bahu dan berbalik pergi tanpa mengatakan apa-apa. "Ngeselin banget!"

"Woi!" Wawan duduk di atas mejanya di dekat mereka, bersedekap dengan tampang jemu. "Sampai kapan gue bakal nungguin kalian begini?" Ia memandang Angela dan Roni berganti-ganti. "Lihat jam, Ron!"

"Lo duluan aja!" sergah Roni. "Bilang ke Pak Valdy gue masih ada urusan gawat!"

"Cih! Gaya looo…" Wawan melompat turun. "Jangan kelamaan!" Ia menatap Angela. "La, jangan siksa sohib gue kelamaan. Bisa gila dia. Lo pikir berapa lama dia naksir lo sebelum akhirnya berhasil jadian?"

"Udah! Lo pergi aja!"

Wawan terkikik dan berlalu meninggalkan mereka berdua saja di dalam kelas yang telah kosong. Roni mengumpat pelan dan kembali memandang Angela dengan penuh harap.

"Laaaa…"

"Sorry…"

Angela kembali mengusap pipi Roni, dan menangkupnya dengan kedua telapak tangan. Rambut panjangnya menjuntai di kedua sisi wajahnya seperti tirai hitam halus.

"Sorry…"

Ia menunduk dan mencium bibir Roni, tersentak saat lelaki itu menyambutnya dengan antusias, menarik tubuh Angela lebih dekat ke arahnya.

"EHM!"

Mereka melepaskan diri saat mendengar deham keras yang tak jauh. Angela memalingkan wajah dan menyembunyikannya dari sosok Andrei yang mendadak muncul di dekat mereka.

"Mau apa lo?" tanya Roni.

"Sorry, nggak sengaja." Andrei berkata dengan nada sinis yang sangat kentara. "Jaket gue ketinggalan. Sorry mengganggu keasyikan kalian." Angela mendengar langkah kakinya yang menjauh. "Silakan lanjut!"

"Dasar pengganggu!"

"Ron, aku…"

"Jangan pulang dulu, La."

"Kamu harus latihan, Ron."

"Itu bisa menyusul! Kita tadi belum selesai! Andrei sialan!"

"Nanti ada yang lihat lagi. Malu tahu!"

Roni menggerung gusar dan bangkit. Wajahnya berubah cemberut, tak mempan walaupun Angela menggenggam tangannya untuk mencoba mengambil hatinya. Angela akhirnya ikut berdiri dan mengemasi ranselnya. Ia sudah menyandang ransel di bahu saat Roni kembali mendekat. Sedikit lagi…

"Roni!"

Suara Valdy yang keras membuat mereka tersentak dan menoleh. Valdy berdiri di ambang pintu kelas, menatap mereka berdua berganti-ganti.

"Sedang sibuk? Mau bolos latihan hari ini?"

Angela menggeleng pada Roni yang terlihat makin gusar. Lelaki itu lalu berbalik dan berjalan pergi lebih dulu meninggalkan Angela.

"Saya ganti baju dulu." Angela mendengarnya bergumam pada Valdy, lalu keluar kelas. Angela mengawasinya berdiri di depan deretan loker selama beberapa detik lalu menjauh dan lenyap dari pandangan.

Angela menghembuskan napas panjang, mendelik pada Valdy yang masih berdiri di depan pintu. Ia berjalan mendekat dan menghentikan langkah saat Valdy menghalangi langkahnya.

"Apa, Val? Aku lagi males ribut." Angela berkata dengan lesu.

"Aku lihat semuanya, La. Attitude!"

Angela mendesah kesal, tak menjawabnya.

"Sorry." Angela akhirnya berkata. "Sorry, karena aku sedang jatuh cinta dan sedikit nggak waras."

"Dan kalau kamu masih menuruti kemauanmu sendiri tanpa lihat tempat, kamu cuma akan mendapat masalah!" Valdy berkata tajam. "Jaga sikapmu!"

Entah kenapa sejak beberapa hari ini sikap Valdy sedemikian dinginnya. Niat Angela bertanya padanya soal seks-dalam-pacaran jadi menguap seketika. Sampai kini, saat mereka berdua saling membelalak di depan kelasnya, ia belum bertanya juga, malas kena semprot dan diadukan ke Adrian. Angela penasaran juga apa yang menyebabkan perubahan sikapnya yang kembali ke zaman es yang dingin, tapi malas bertanya.

"Oke, Mr.Fiance-ku yang galak." Angela menghela napas. "Sorry, sorry karena aku ababil menjengkelkan yang terpaksa jadi bebanmu." Ia berjalan menjauh dengan lesu. "Aku pulang."

***

"Waktu ini sepertinya kamu bilang ingin menanyakan sesuatu."

Angela yang tengah melamun di kursi belakang, menoleh saat Valdy bertanya padanya. Lelaki itu memandangnya dari spion tengah. Angela mengangguk pelan, menimbang-nimbang apakah sebaiknya bertanya atau melupakannya saja.

Tapi ia penasaran! Sekaligus takut kena semprot Valdy yang masih saja bertampang suram entah karena apa. Belum lagi, sebentar lagi ia akan mengikuti pelajaran olahraga. Bagaimana kalau tunangannya itu kembali membantainya di sesi pemanasan?

"Ya. Tapi belakangan aja deh."

"Soal apa sebenarnya? Sekolah?"

"Bukan."

"Karina?"

"Bukan!"

"Kenapa nggak tanya saja sekarang? Atau kenapa nggak chat aku malamnya, La?"

Angela mencondongkan tubuh ke sela kursi depan, lalu menatap Valdy dari samping dengan jarak yang dekat. Valdy meliriknya, lalu telapak tangan kirinya mendarat di wajah Angela, dan mendorong wajahnya ke belakang.

"Apa sih??" Angela mendorong bahunya. "Tanganmu bekas apa tuh? Kalau aku sampai jerawatan gimana?? Mau beliin skincare? Hah?"

"Nggak usah lebay! Ayo bicara!"

"Ya udah. Kalau kamu memaksa."

Angela memandang lalu lintas di depan mobil mereka yang tak seberapa padat, sama dengan di belakang mobil. Ia masih ingat insiden-kucing-nyebrang yang sukses membuatnya terjungkal dengan memalukan.

"Oke. Aku mendengarkan. Jangan kelamaan!"

"Ituuu… Soal… Ehm!" Angela memandang satu sisi wajah Valdy untuk melihat perubahan reaksinya. "Menurutmu, seks dalam pacaran itu penting nggak untuk melanggeng….AAAAHHH!!"

Angela tersungkur ke kursi depan karena Valdy tiba-tiba mengerem mobil yang dalam kecepatan tinggi. Suara gedubrakan terdengar dari arah belakang disertai lengkingan klakson. Valdy menyumpah-nyumpah sekeras suaranya. Angela merintih, sebisa mungkin bangun dan kembali ke kursi belakang.

"Ada apa…"

Valdy telah keluar dari mobil dan membanting pintu dengan sangat keras. Dari kursinya, Angela melihat keramaian di luar mobil. Sebuah mobil jenis MPV telah menabrak sisi kanan mobil Valdy. Ia menurunkan kaca jendela sedikit dan mendengar perdebatan sengit antara Valdy dan pengemudi mobil penabraknya.

"Kenapa kamu ngerem tiba-tiba? Saya nggak sempat menghindar!"

"Saya kaget melihat kucing nyebrang pas di depan mobil. Maaf, Pak!"

"Bukan salah saya mobil kamu sampai penyok, Dik! Lihat mobil saya, sama penyoknya!"

Angela meringis. Ada seberapa banyak kucing nakal yang suka nyebrang sembarangan? Ia berpikir. Sepanjang perjalanannya ke sekolah biasanya, sebelum masa-masa diantar Valdy, ia belum pernah mengalaminya sama sekali. Aneh.

Perdebatan mereka dilanjutkan di pinggir jalan karena menimbulkan kemacetan. Selama 10 menit menunggu, akhirnya Valdy masuk kembali ke dalam mobil. Angela mengawasinya dengan cemas, melihatnya berkali-kali menghela napas dalam dan menghembuskannya untuk menenangkan diri.

"Gimana, Val?"

"Aku harus ganti rugi." Valdy menjawab dengan getir.

"Tapi…"

"Angela! Diam!"

Angela terhenyak mendengar bentakannya, dan menutup mulutnya. Valdy tengah dikuasai emosi tinggi akibat bencana sepagi ini. Ia kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, dan terkesan ugal-ugalan. Angela memilih menutup mata untuk menghindari menatap kengerian di depan sana, dan mengusir hitungan di kepala mengenai probabilitas tewas dalam kecelakaan jika mereka masih sial.

Saat mobil Valdy berhenti di tempat biasa di dekat sekolah, lelaki itu mencegah Angela turun dengan satu cekalan kuat di lengannya.

"Kenapa…" Angela membelalak ngeri menyaksikan wajah Valdy yang terlihat buas, nyaris tanpa belas kasihan. Mati, matiiiiii, batin Angela mengingat jam olahraga nanti.

"Pertanyaanmu tadi. Apa sudah kamu lakukan semua itu dengan Roni?" Angela meringis kesakitan merasakan cekalannya yang kuat. "Jawab!"

"Enggak! Nggak akan pernah! Aku cuma nanya! Kenapa… Sakit, Val!"

"Jangan coba-coba bertindak di luar batas!"

"Aku tahu!"

"Bagus! Jaga sikapmu, Fiance!" Valdy lalu melepas tangannya dengan kasar.

Angela buru-buru keluar dari mobilnya sebelum Valdy meledak lebih parah.

***