Chereads / 365 Days Angela / Chapter 42 - Valdy MURKA!!

Chapter 42 - Valdy MURKA!!

"Eh, Pak Valdy kenapa tuh?"

"Tumben galak banget ya!"

"Galak begitu malah tambah keren…"

"Apa lagi marahan sama pacarnya?"

"Heh! Gue pacarnya dan kita nggak marahan ya!" Karina menginterupsi bisik-bisik para teman sekelasnya saat mereka tengah berlari mengelilingi lapangan sepak bola untuk pemanasan.

Suara nyaring Karina sampai di telinga Angela yang berlari di barisan paling belakang. Ia menoleh ke balik bahunya dan melihat sosok Valdy yang memang selalu ikut pemanasan di belakang mereka, tengah memandangnya tajam. Perutnya kontan melilit ngeri. Angela, secara naluriah layaknya hewan yang tengah diburu predator, berlari lebih cepat demi keselamatannya, demi keinginan hidup lebih lama sampai tua nanti.

"Tumben Angela ngebut!"

"Woi! Kerasukan apa lo, La?"

Angela memperagakan gerakan menyayat leher dengan panik sambil menunjuk ke belakang, dan melintas begitu saja, menyalip banyak teman lainnya. Teman-temannya ikut menoleh, spontan bergidik melihat raut wajah Valdy, dan ikut berlari lebih cepat.

"Lo kayak dikejar setan, La!"

"Hahaaa…" Angela tertawa miris. Tunangan seseram setan di The Conjuring, pikirnya ngeri. Ia tak memedulikan napasnya yang ngos-ngosan, berkali-kali melirik Valdy sembari menghitung jarak terjauh yang bisa diciptakannya demi menghindari tunangannya yang tengah murka padanya.

Angela terkapar saat menyelesaikan lima putaran. Benar-benar terkapar di atas rerumputan yang empuk, tak bisa bangkit lagi.

"La, kenapa?" Roni menghampirinya dengan panik, sementara sisa teman lainnya merubungnya dengan sama cemasnya.

"Aku… Capek… Banget." Angela terengah, napasnya satu-satu. Ia mengacungkan satu telunjuk tinggi ke udara. "Satu menit aja, please!" Suara kikik teman-temannya memenuhi telinganya, dan ia membelalak saat melihat sosok Valdy muncul di ruang pandangnya, masih dengan tampang bengisnya. Angela mengeluh panjang dan buru-buru bangkit dengan sempoyongan. "Eh, nggak jadi." Ia berkata terbata. Kepalanya pusing.

"Nggak usah lebay, Angela! Baris yang benar!" Valdy membentaknya, menimbulkan keheranan diantara semua yang mendengarnya. Angela meringis lagi.

Dugaan Angela terbukti. Kemarahan Valdy yang di luar kebiasaan seolah hanya tertuju padanya. Dalam benaknya Angela menghitung seberapa banyak uang yang perlu dikeluarkan untuk perbaikan mobil Valdy, yang akan ditanggungnya sebagian dengan uang jajan bulanannya. Penyoknya, lampu belakang dan lampu sein yang pecah, lalu ganti rugi mobil yang menabrak karena ulahnya. Ia sudah menghitung sekitar sekian juta saat suara peluit Valdy melengking tajam di dekat telinganya.

"Jangan bengong!" Suara Valdy menghantam gendang telinganya.

"Ya, Pak." Angela buru-buru menjawab. Ia benar-benar mati kutu kali ini.

Mereka lalu berlatih basket. Tim putra satu kuarter, lalu tim putri. Angela menonton pertandingan yang sengit antara tim Wawan dan tim Roni. Seperti biasa, Roni selalu tampil memukau dan membuatnya tak mampu berpaling. Sementara para siswi lainnya sibuk menyemangati dengan jeritan mereka, Angela memilih tutup mulut, menikmati memandang kekasihnya dalam hening.

Satu kuarter usai, dan giliran tim putri yang main. Angela bergabung dalam tim Karina, tanpa bisa dicegah. Ia merasakan tepukan lembut di kepalanya dan mendongak memandang Roni yang berdiri di sebelahnya.

"Be careful."

Angela hanya mengangguk untuk menanggapinya. Mata elang Valdy kembali menusuk ke arahnya, menimbulkan lagi kengerian yang sudah sempat surut. Dengan rasa gugup dan banyak doa, Angela masuk ke tengah lapangan dan mengambil posisi sayap kiri, sejauh mungkin dari posisi Valdy yang mengawasi pertandingan.

Setelah lima menit, timnya menguasai bola dan unggul dalam poin. Angela dan Karina mampu bermain dengan kompak, mati-matian dari sisi Angela. Ia tak begitu lihai mendribel bola, namun ia cukup bagus dalam menembak bola ke ring. Ia mengoperkan bola dengan bounce pass ke teman-teman setimnya, lalu berlari ke arah ring.

"La!"

Ia menerima operan dari Siska, berkelit dengan mudah dari Nikki, namun Inna menghalangi upayanya menembak ke ring. Ia melihat Yurin bebas dan mengabaikan tangan Nadia yang mencoba merebut bola, ia mengopernya dengan cepat, namun lolos karena Yurin dihalangi Winda.

Menit demi menit berikutnya permainan makin panas. Karina sudah menyumpah-nyumpah tanpa disadarinya dan mulai memaki Angela yang berkali-kali gagal menembak ke ring.

"Makanya bantuin!" Angela berseru padanya. "Gue dihalangi tiga orang. Bantuin dong!"

"Elonya aja yang bego!"

"Nggak usah sok paling jago deh lo!"

Saat berikutnya Angela mendapat kesempatan menembak tiga angka, seseorang menubruknya keras hingga ia kehilangan keseimbangan dan jatuh ke samping. Sikunya terasa perih seketika dan ia bangkit dengan susah payah. Peluit Valdy melengking nyaring.

"Masa ditabrak segitu aja lo sampe jatuh?" Suara Karina kembali terdengar.

"Jangan banyak bacot deh, Rin!" Siska membalasnya dengan sengit.

"Awas kalo yang ini sampe nggak masuk, La. Asli banget lo bego. Cupu pula!"

Angela meliriknya sengit, lalu berkonsentrasi untuk menembak tiga angka. Ia menunggu suara peluit dari Valdy, meringis saat siku kanannya kembali terasa perih saat mendribel bola.

PRIIIIITTTTT

Angela melempar bola ke arah ring, dan gagal.

"Lihat? Omongan gue terbukti kan? Paling bego di tim kita!"

"Sorry." Angela bergumam pada Yurin, yang menepuk pundaknya.

"Siku lo berdarah." Yurin memberitahunya.

"Biarin aja."

"Pak Valdy, saya minta Angela diganti aja!" Karina tiba-tiba berseru. Kata-katanya dibarengi sumpah serapah dari arah teman sekelas yang menonton. Roni telah berdiri dengan sikap menantang di pinggir lapangan, terlihat jengkel luar biasa. "Dia payah banget, Pak! Kita kayak main berempat aja. Nggak ada kontribusinya sama sekali!"

"Rin!" Siska membentaknya. "Lo jangan seenaknya! Nggak usah sok hebat sendirian!"

"Buktinya?" Karina memekik.

"Lo buta atau apa?" Angela balas memakinya. "Lo nggak lihat gue sempat nambah poin berkali-kali? Mata dipake, jangan dipajang doang!"

"Jangan bicara kayak gitu ke gue! Nggak sopan!"

"Lo duluan yang mulai!" Angela balas berteriak.

Mereka berdiri dengan ancang-ancang siap tempur, siap bergulat sampai mati di lantai lapangan basket. Valdy berjalan mendekat dan berdiri diantara mereka berdua.

"Kalian berdua keluar dari tim!"

Tepuk tangan menggemuruh dari bangku penonton. Angela dan Karina yang sama kagetnya, bergeming di tempatnya berdiri, masih saling pandang dengan penuh intimidasi.

"La, udah La." Nikki menarik lengan Angela, namun Angela menepisnya.

"Saya nggak mau keluar dari tim, Pak." Karina berkata dengan nada pongah.

"Saya juga nggak mau, kalau Karina masih tetap di tim." Angela berkata, tak mau kalah sama sekali.

"Woi! Ini kan cuma game di jam pelajaran! Santai dikit napa?" Wawan berseru dari bangku penonton.

"Ini masalah harga diri!" Karina memekik padanya dengan wajah memerah.

"Ini masalah harga diri gue yang selalu lo injak sejak dulu! Dan gue udah capek mengalah hanya karena lo!" Angela menegakkan dagunya dengan angkuh.

"Kalian menantang saya?" Valdy berkata dingin. "Tak mau mematuhi kata-kata saya? Tak sadar kelakuan kalian benar-benar membuang waktu teman sekelas kalian?"

"Bukannya begitu, Pak. Saya hanya ingin yang adil…"

"Yang adil bagaimana, Karina? Kalian silakan selesaikan keributan ini di luar lapangan." Valdy melambaikan tangan untuk mengusir mereka berdua. "Tim cadangan, 2 orang, masuk!"

"Usir dia saja, Pak!" Karina menunjuk Angela dengan kasar, lalu bergelayut manja di lengan Valdy, menimbulkan suit-suit nyaring yang memenuhi lapangan.

Fantasi Angela kembali aktif, membayangkan adegan Karina dan Valdy berciuman dengan panas di dalam mobil tunangannya itu. Tanpa sepenuhnya sadar pada apa yang dilakukannya, Angela menepiskan tangan Karina dengan kasar dari lengan Valdy.

"Lepas! Lo nggak berhak!"

Karina ternganga saat kuatnya tepisan Angela membuatnya terhuyung.

"Apa-apaan??" Karina berubah murka, namun Yurin yang bertubuh besar mencegah upayanya menyerbu Angela. "Emang lo siapanya Pak Valdy? Berani-beraninya menyebut gue nggak berhak?"

Angela tersentak, seketika tersadar, lalu berubah panik sendiri.

"Ya…" Ia menghindari tatapan Valdy. "Nggak sopan tahu! Pak Valdy guru kita! Nggak usah kegatelan di depannya. Enek tahu ngeliatnya!"

"Sudah!" Valdy berseru. "Kalian berdua keluar dari lapangan! Sekarang!"

Angela berbalik dan berjalan menjauh. Ia sudah berjalan beberapa langkah saat merasakan kuncir kudanya ditarik keras ke belakang hingga ia terhuyung sambil menjerit kesakitan.

"Hei!"

"Woi!"

"Rin! Apa-apaan lo?"

Secara refleks Angela melayangkan satu tamparan ke pipi Karina, telak mengenainya hingga gadis itu terhuyung sambil menjeritkan makian.

"Brengsek!"

"DETENSI!"

Valdy mendatangi mereka dengan marah. Semuanya menyingkir dari radius mematikan, dan memilih menonton dari jarak beberapa meter.

"Angela, detensi!" Valdy tak memandang Angela sama sekali. "Karina, ke ruang kesehatan!"

"Tapi Karina yang mulai, Pak." Elena berseru dengan berang.

"Karina yang memprovokasi, Pak Valdy!"

"Ini nggak adil!"

"Kalian semua mau saya detensi sekalian?" Valdy berseru keras-keras, membuat semuanya hening. Angela merasakan ada satu tikaman aneh di dadanya yang menyebar ke seluruh tubuhnya, membuat pandangannya seketika mengabur dalam genangan air mata.

"Saya ikut detensi dengan Angela, Pak." Roni berjalan mendekat dan berdiri di sebelah Angela. Angela menggeleng padanya.

"Bukan saatnya bersikap sok pahlawan, Roni. Kembali ke tempat dudukmu!" Valdy melambai menyuruhnya pergi.

"Tapi keputusannya nggak adil sama sekali! Saya nggak bisa terima!" Roni membantahnya. Angela melirik Valdy yang mulai tersulut, dan buru-buru meremas tangan Roni hingga lelaki itu menunduk untuk memandangnya.

"It's okay, Ron. Nggak usah…" Angela mengangguk padanya. "Salah gue juga yang kelewatan."

Decak kesal terdengar dari sekitar Angela. Ia menarik tangan Roni yang makin jengkel mendengar ucapannya.

"Cuma detensi kok. Please, jangan cari masalah lain."

"Sudah? Mau drama lagi?" tanya Valdy. "Roni, kembali ke tempat dudukmu! Angela, temui saya di ruang guru di jam istirahat pertama." Valdy berbalik ke arah tim putri yang menunggunya. "Dua tim bersiap!"

Karina tersenyum penuh kemenangan pada Angela sebelum melenggang pergi dari hadapannya. Angela melirik Valdy dan mendapati lelaki itu tengah memandangnya, lalu berpaling.

Oke, pikirnya sambil berjalan ke luar lapangan, gue terima tantangan lo!

***