Chereads / Heart of Freedom / Chapter 17 - Sincerity

Chapter 17 - Sincerity

Di malam hari, ada pesan masuk ke telepon Jun. Pesan itu berasal dari Tao. Tao berterimakasih sekali lagi karena telah membantunya. Jun hanya tersenyum melihat pesan itu. Seketika masuk pesan kembali, pesan itu datang dari kontak yang tak dikenal. Jun menanyakan siapa dia, namun dia tak membalas pesannya lagi.

Keesokannya, Jun menceritakan tentang pesan itu kepada Jazz. Jazz mencoba mengingat apakah kakaknya mengganti nomor.

"Hmm, siapa ya itu?"

"Benar benar percuma aku bertanya padamu"

"Hei, biarkan aku berpikir sebentar"

"Huft..."

Disaat itu juga, ada seseorang mengetuk pintu depan.

"Jazz, siapa itu? Kau yang buka sana"

"Hmm, siapa ya yang mempunyai nomor telepon seperti itu.....hmm siapa ya?"

"Hah? Kau masih memikirkan hal itu? Sudahlah aku saja yang membuka pintunya"

Jun bangun dari duduknya dan bergerak ke pintu depan. Untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, dia mengecek lewat lubang pintu dahulu, namun tidak terlihat ada orang di depan pintu. Jun berlari ke arah Jazz dan memberitahunya apa yang terjadi.

"Jazz Jazz"

"Hm siapa ya?..."

"Hei!"

"Hah? Iya ada apa?"

"Belnya terus menerus berbunyi tetapi ketika aku cek tidak ada orangnya"

"Kau sudah membuka pintunya? Belnya lumayan mengganggu"

"Belum sih, hanya lewat lubang pintu saja"

"Cih, penakut. Yasudah, biar aku yang mengeceknya"

"Jazz, hati-hati....hantu"

"Cih"

Jazz berjalan menuju pintu depan lalu dengan cepat membuka pintunya. Lalu tiba tiba muncul wajah yang menyeramkan, itu membuat Jazz kaget dan pingsan seketika.

"Eh dia pingsan?"

Ternyata wajah itu hanyalah topeng, orang itu langsung membuka topengnya dan terlihat bahwa itu adalah Rio, anak laki laki yang dulu pernah bertemu dengan Jun.

"JAZZ JAZZ, SADAR!!!"

"Uhh...halo Kak Jun"

"Heh? Kau kan...Rio ya?!"

"Hehehe iya kak"

"Bagaimana kau tahu tempat tinggalku?"

"Kalau soal ituu.....aku tahu kakak itu seorang hunter dari orang orang, maka dari itu aku menanyakan tentang kakak kepada customer service di Gedung Zero"

"Ohh, kalau begitu ayo masuk masuk, tapi sebelum itu....JAZZ BANGUN HEI!"

Jazz diangkut dan dibawa ke kamarnya, sementara Jun dan Rio kembali mengobrol di ruang tengah.

"Jadi, ada perlu apa kamu kesini?"

"Hm itu...a-ku...ingin diajarkan beladiri"

"Hah?"

"Kan saat itu kakak bilang bahwa aku harus bisa beladiri"

"Iya juga sih, tapi bagaimana yah, aku sendiri masih dalam masa mentoring"

"Masa mentoring?"

"Ohh kau belum tahu ya? maaf maaf"

"Memangnya apa itu masa mentoring?"

"Itu artinya aku belom menjadi hunter resmi atau dalam kata lain masih dibawah pengawasan"

"Tapi kakak bisa beladiri kan, ya tidak masalah"

"Begitu ya...sebaiknya kita pergi dulu ke suatu tempat, aku takut mengganggu Jazz yang sedang pingsan"

"Hahahaha"

"Aku berharap Kak Nita tidak pulang cepat dari kerjanya dan melihat Jazz dalam keadaan seperti itu" ucap Jun dalam hati

Setelah itu mereka berdua pergi ke tempat yang dituntun oleh Jun. Ternyata tempat itu adalah hutan tempat biasa Jun berlatih. Rio tidak pernah melihat hutan ini sebelumnya padahal dia tinggal di sekitar situ.

Jun memulai pelajaran dengan bertanya pada Rio, untuk apa dia belajar beladiri. Rio hanya menjawab untuk melindungi dirinya sendiri dan orang orang di sekitarnya.

"Mantap, itu prinsip beladiri yang benar"

"Oh, aku benar?"

"Ya ya ya, tapi sepertinya beladiri umum yang aku tahu hanya tinju sih"

"Itu sudah cukup kok"

"Bagaimana kalau aku tunjukkan terlebih dahulu kepadamu?"

Jun mulai menunjukkan beberapa teknik tinju. Mula mula dia menunjukkan gerakan termudah dari tinju, yaitu Jab. Lalu dia juga melakukan hook, dan terus menunjukkan gerakan lainnya. Jun juga memperlihatkan footwork dalam tinju kepadanya. Rio mengambil inisiatif untuk mengikuti gerakan yang ditunjukkan oleh Jun.

"Gerakanmu lihai juga"

"Hehe, terimakasih"

Setelah beberapa jam, Jun ingin mengetes seberapa jauh yang Rio pelajari.

"Ok, sekarang coba serang aku, tidak perlu khawatir, jika kamu bisa memukulku sekali saja, kita akan pindah ke tahap berikutnya"

"Benar ya, aku tidak akan menahan diri"

"Ya cobalah"

Setelah itu, Rio pun mencoba menyerang Jun. Rio benar benar tidak bisa mendaratkan satu pukulan sekalipun, itu wajar saja karena dia baru belajar tinju beberapa jam yang lalu.

"Hahaha, ya ya ya, kita lanjut lagi besok ya"

"Baiklah"

"Rio, kamu tahu kan aku tidak bisa seperti ini setiap hari, jadi menurutku lebih baik kamu mengambil latihan di tempat tempat tinju dekat rumahmu"

"Hmm, iya juga sih"

"Jadi disaat aku sibuk, kamu akan tetap bisa melatih kemampuanmu dengan pelatih tinju disitu, dan di akhir pekan kamu bisa mengetes kemampuanmu denganku, bagaimana?"

"Akan kupikirkan dulu, kakak tahu kan masuk tempat latihan seperti itu biayanya tidak murah"

"Bilang saja ke orang tuamu"

"Hm.....hehe tapi aku tinggal di panti asuhan"

"Ohh, maafkan aku"

"Tidak tidak, tidak apa apa kak. Lagipula aku sepertinya akan hidup mandiri setelah menginjak SMA"

"Baguslah kalau kamu mencoba untuk mandiri, ohh sebelumnya ikut aku dulu"

"Kemana?"

"Sudah ikut saja"

Mereka ternyata pergi ke Rumah Mec. Di depan rumahnya Jun menjelaskan dimana mereka sekarang.

"Nah ini dia, ini rumah atasanku"

"Rumah atasanmu?

"Iya..."

"Memangnya boleh?"

"Hm...bagaimana kalau kita ketuk saja dulu"

"Baiklah"

Jun mengetuk pintu rumahnya, dan seseorang dengan cepat membuka pintu, orang itu adalah Natalya. Natalya mempersilahkan Jun untuk masuk dan dia memberitahu bahwa Mec sedang tidak ada di rumah.

"Iya tidak apa apa kok tante"

"Mau minum apa?"

"Ah, tidak usah tante"

"Tidak perlu malu malu seperti itu, mau kopi susu?"

"Iya deh"

Rio masih kebingungan dengan apa yang direncanakan Jun di tempat seperti ini. Rio menanyakan untuk apa mereka kesini. Niat Jun sebenarnya hanya untuk mengenalkan Rio pada Mec.

"Tante, kira kira Tuan Mec pulang kapan?"

"Harusnya sih sebentar lagi Nak Jun"

"Kalau memang begitu, aku akan menunggu sampai dia datang"

"Iya, ini nikmati kopi kalian"

"Terimakasih"

Setelah sekian lama, Mec akhirnya pulang dan langsung melepas rindu dengan Jun

"Hahaha, sudah lama aku tidak melihatmu, kemana saja kau?"

"Eeee.....saya sedang banyak misi"

"Ohh begitu, oh iya aku juga ingin menyampaikan sesuatu padamu anak muda. Masa Mentoringmu akan dipercepat"

"EH ANDA SERIUS?!!"

"Ya tentu lah aku serius, emangnya aku orang yang suka bercanda ya? Hahaha. Ngomong ngomong yang disampingmu itu siapa? Teman?"

"Baru saja saya mau memperkenalkan dia, dia ini Rio, saya pernah bertemu dengannya dulu"

"Bagus bagus, makin banyak teman makin bagus"

"Tapi maaf pak, apa anda bisa membantu saya?"

"Membantu apa?"

"Mengajari Rio beladiri"

"Hah? Aduh kalau soal itu, sepertinya aku terlalu sibuk. Kau kan hebat anak muda, kau bahkan sudah ikut unit rahasia ke Urio Kolosis kan?"

"EH?!! Kok bapak tau?"

"Hahaha, mataku ada dimana mana anak muda"

"Bapak tidak marah?"

"Tidak tidak, aku malah menyukai anak muda yang senang dengan tantangan. Dengan catatan tambahan bahwa kau pernah ikut misi rahasia, yang hanya aku dan Niko yang tahu, mungkin aku bisa merekomendasikanmu sebagai hunter kelas menengah atau bahkan kelas atas setelah kau lulus."

"Terimakasih pak"

"Tidak usah begitu, kau juga harus mengejar Jazz kan, dia sekarang sudah naik kelas menjadi hunter kelas atas. Eh rio maaf ya, kami terlalu banyak bicara."

"Gapapa kok, hehe"

"Kalau soal beladiri, aku punya banyak buku tentang hal itu, mungkin akan berguna"

"Terimakasih tuan"

"Eh Jun, jadi kau mau liburan kemana?"

"EH?!!"

Sementara mereka asik mengobrol, sesuatu yang berbahaya di belahan bumi lain sedang merencanakan sesuatu yang besar, tepatnya di Australia. Di Australia bagian Utara. Pemimpin Timur, Lariel, dia sedang merencanakan untuk menyerang Gedung Pusat Organisasi Zero terlebih dahulu. Dia sendiri merencanakan ini karena dia menganggap Raja Monster dan para pemimpin yang lain merupakan seorang penakut. Jadi dia memutuskan untuk menyerang Hunter dengan pasukannya sendiri. Saat ini dia sedang mengumpulkan kekuatan untuk menyerang Organisasi Zero di kemudian hari.