Kaif sudah tiba di alamat yang di berikan oleh Kirana, Kaif juga melihat mobil uminya terparkir dipinggir jalan kemudian Kaif melihat abinya bersama seorang wanita paruh baya membawa seorang bayi yang sepertinya tak sadarkan diri. Saat Kaif masih bingung dan mau bertanya, Hanan berteriak kepadanya mengucapkan sesuatu.
"Kaif, kamu bantu umimu membawa ibu yang sedang sekarat didalam.!" Kaif pun segera berlari dan menggendong seorang wanita yang berlumuran darah, dia membawa ke dalam mobilnya bersama Kirana menuju rumah sakit sedangkan Hanan dan wanita paruh baya yang membawa bayi tadi sudah meluncur ke rumah sakit.
"Umi, sebenarnya apa yang terjadi? kenapa wanita ini penuh darah? lalu apa yang terjadi dengan bayi itu? apakah dia putriku umi?" Kaif masih bingung dengan semua kejadian yang dialaminya.
"Kaif, sekarang kita fokus ke rumah sakit, Umi sendiri belum bisa mengerti kejadian yang sebenarnya. Kita akan bertanya padanya nanti setelah dia mendapat perawatan dan sudah tidak dalam bahaya lagi." Kirana sangat cemas dengan keadaan wanita yang berada di dalam pangkuannya ini.
"Baik Umi, sebentar lagi kita sampai," Kaif mempercepat laju mobilnya lalu dalam waktu lima menit, Kaif sudah memasuki halaman rumah sakit. Dia berhenti di depan UGD dan langsung dihampiri dua orang perawat yang membawa brangkar karena sudah diberitahu Hanan sebelumnya.
Kini merereka sudah merasa agak lega karena bayi dan ibunya sudah ditangani tim medis. Hanan, Kirana dan Kaif juga wanita paruh baya itu kini menunggu didepan ruang UGD, mereka menanti dengan cemas kedua pasien yang berada didalam.
"Terima kasih bu bidan atas bantuannya, semoga nyawa bayi itu selamat juga ibunya." Hanan berterima kasih kepada wanita paruh baya itu yang ternyata seorang bidan yang tadi Hanan mintai tolong untuk memeriksa keadaan ibu dan anak yang berada didalam salah satu rumah kumuh itu.
"Sama-sama Kyai, saya juga sangat minta maaf karena tidak mengetahui kalau dirumah itu ada dua orang yang sekarat." Bidan Heni sangat menyesal. Dia bertugas dikampung didepan kampung kumuh itu, orang yang kini sedang berada di ruang UGD tidak pernah memeriksakan kandungannya ditempat prakteknya jadi dia tidak tahu kalau tiga hari lalu ada yang melahirkan dan bermasalah.
"Yang terpenting sekarang mereka sudah berada ditangan yang tepat." Kirana ikut berbicara dengan bidan Heni.
"Umi, apakah itu putriku?" Kaif sangat khawatir dengan keadaan bayi itu.
"Tadi Abi sudah meminta dokter melakukan tes DNA pada bayi itu, tetapi berdasarkan petunjuk kakakmu Ayya seharusnya itu memang putrimu nak. Kita akan mengetahui hasilnya dua hari lagi, yang penting sekarang kita berdo'a semoga keduanya selamat." Hanan menepuk bahu putranya sementara bidan Heni menatap tiga orang ini dengan bingung.
"Kyai... maaf, saya kurang mengerti maksud anda bayi itu cucu kalian lalu dimana bayi yang dilahirkan ibu itu?" Bidan Heni sangat bingung.
"Iya bu bidan, tiga hari yang lalu menantu saya melahirkan dan dia melahirkan dengan selamat. Bayinya juga sehat, tetapi saat sampai rumah bayi mereka bermasalah dan membutuhkan transfusi darah. Setelah diperiksa ternyata itu bukan cucu kami lalukami pun melakukan tes DNA dan ternyata benar dia tertukar.Maka dari itu, kami mencari bayi yang lahir bersamaan dengan cucu kami saat itu.
Tiga diantaranya masih dirumah sakit ini dan ibu yang kita bawa ini salah satunya. Kenapa kami yakin kalau bayi ini adalah cucu kami yang sebenarnya, karena hanya dia yang belum kami tes DNA. Sedang kan satu bayi lainnya tesnya tidak cocok dan dua bayi lainnya berjenis kelamin laki-laki, jadi tinggal satu bayi ini yang kemungkinan adalah cucu kami." Kirana menjelaskan segala permasalahannya dan bidan itu pun mengangguk.
"Maaf, bayi yang anda rawat itu apakah memiliki penyakit Anemia Hemolitik?" tanya bidan Heni membuat Hanan, Kirana dan Kaif terkejut karena bidan mengetahui penyakit Aghnia padahal dia tidak tahu tentang Aghnia.
"Iya benar bu bidan, kenapa anda bisa tahu?" Kaif bertanya heran sedangkan bidan Heni tersenyum.
"InsyaAllah, bayi yang sekarang berada didalam adalah benar cucu kalian, kenapa?karena kalau melihat kondisi ibu yang kita bawa tadi ada kesalahan saat melahirkan. Ibu ini mengalami pendarahan hebat, itu diakibatkan karena plasenta terlepas dari dinding rahim sebelum waktunya yang mengakibatkan si ibu mengalami pendarahan dan bayinya akan mengalami anemia hemolitik atau bilirubin yang terlalu tinggi sehingga mengharuskan si bayi harus melakukan transfusi darah.
"Bahkan bisa juga harus mengalami penggantian darah secara keseluruhan." Setelah mendengar kata-kata bidan Heni Kaif, Hanan dan Kirana merasa sedikit lega. Mereka hanya heran, kenapa keduanya bisa tertukar padahal ruangan mereka berbeda. Kaif dan Ashila berada didalam ruang VIP sedangkan ibu ini berada di bangsal kelas tiga.
"Kalau menurut pengamatan saya, sepertinya si ibu mengetahui kelainan yang dialami bayinya makanya dia sengaja menukar dengan bayi anda karena dia mengetahui kemampuan financial anda sehingga akan menyembuhkan penyakit putrinya. Tetapi motif sesungguhanya, kita akan mengetahuinya dari ibu tadi saat dia sudah sadar nanti." Bidan Heni baru saja selesai bicara dan dokter keluar dari ruang UGD.
"Bagaiman keadaan bayi itu dan ibu tadi dok?" Hanan segera bertanya pada dokter.
"Maaf pak, saya yang menangani bayi itu. Untung saja kalian membawanya kesini tepat waktu, telat sedikit saja kita akan kehilangannya. Dia mengalami dehidrasi karena hampir empat hari tidak menerima asupan makanan, saat ini kami sedang merawatnya secara intensif. Kalian boleh tenang sekarang! saya permisi." Ternyata dia dokter anak.
Setelah memberikan penjelasan, dokter itu segera meninggalkan Kaif dan semua orang. Dia harus kembali memeriksa beberapa pasien. Lalu seorang dokter lagi keluar dengan wajahnya yang sangat khawatir lalu dia melihat semua orang dan menghela nafas yang berat.
"Pak, Ibu itu telah meninggal dunia karena kehilangan terlalu banyak darah. Sebelum menghembuskan napas terakhirnya, dia minta saya merekam kata-katanya. Saya akan memutarkannya untuk anda semua." Dokter itu kemudian membuka aplikasi perekam suara di ponselnya dan mulai memutar rekaman ibu yang tadi mereka bawa.
"Pak, Bu, saya mohon maaf karena saya dengan sengaja telah menukar purti anda dengan putri saya yang menderita kelainan. Saya tidak bermaksud jahat, tetapi saya hanya ingin nyawa putri saya tertolong. Sekali lagi saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, saya mohon tolong rawat dan besarkan putri saya seperti anda merawat putri kandung anda. Waktu saya tidak banyak, sekali lagi saya mohon maaf dan tolong rawat putri saya, teri..ma.. ka..sih.." Ibu itupun menghembuskan napas terakhirnya.