"Ini pesan terakhir Ibu itu Pak, seandainya kalian menemukannya lebih cepat pasti dia akan tertolong. Tetapi kembali lagi kepada takdir Pak, Bu, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Kami mohon maaf." Dokter meninggalkan Kaif, Kirana, Hanan dan Bidan Heni.
Mereka kemudian mengurus pemakaman jenazah ibu kandung Aghnia. Menurut bidan Heni, ibu kandung Aghnia hidup seorang diri. Bahkan dia tidak mengetahui suaminya yang notabene adalah ayah Aghnia.
Hanan menyerahkan segala urusan kepada bidan Heni selaku bidan desa untuk melapor kepada Rt setempat. Hanan juga berpesan kepada bidan Heni apabila suatu saat nanti ada orang yang mengaku sebagai ayah Aghnia, agar jangan langsung memberitahu keberadaan Aghnia tetapi memberitahu Kaif terlebih dahulu. Hanan takut Ayah Aghnia adalah seorang yang berkepribadian buruk dan jahat.
"Baik Kyai, Umi, Nak Kaif, Ibu permisi dulu mau memberitahu pihak desa untuk menyiapkan pemakaman ibu ini, Assalamu'alaikum..." pamit bidan Heni
"Wa'alaikum salam..." Hanan, Kirana dan Kaif menjawab salam bidan Heni. Mereka kemudian menemui Ashila dan memberitahukan kabar bahagia bahwa putri mereka telah ketemu, bahkan mereka kini memiliki dua bayi perempuan sekaligus.
Setelah empat hari dirawat dengan intensif di rumah sakit, baik Aghnia dan putri kandung Kaif dan Ashila kondisinya sudah membaik dan hari ini keduanya diperbolehkan pulang. Kaif dan Ashila merasa sangat gembira. Selain sudah mendapatkan putri kandung mereka, Aghnia juga telah mereka adopsi secara resmi dan sudah terdaftar didalam kartu keluarga mereka.
"Gus Kaif, kita seperti memiliki putri kembar sekarang! aku sangat bahagia." Ashila memeluk suaminya. Mereka sedang menunggu jemputan dari umi dan abinya. Sementara Ifa dan Fadhil harus kembali ke semarang karena ayahnya masuk rumah sakit.
"Iya sayang, aku juga bahagia tetapi kenapa kau tidak menepati janjimu?" Kaif menatap Ashila dengan mesra.
"Maksud Gus Kaif apa?" Ashila benar-benar tidak mengerti apa yang dimaksud oleh suaminya.
"Kita kan kemarin sudah membicarakannya, kamu jangan memanggilku Gus lagi! panggil Abi atau Sayang! kamu harus memilih." Kaif mencubit hidung istrinya. Sementara dua orang bayi yang cantik tertidur pulas didalam boksnya.
"Mmm... aku tidak akan memanggil keduanya, aku akan memanggilmu Mas saja boleh?" Ashila tersipu sementara Kaif merasa senang dengan panggilan baru istrinya.
"Boleh Sayang, aku sangat menyukainya. Coba sekarang panggil aku dengan itu..." Kaif menggoda istrinya.
"Mas Kaif, aku sangat mencintaimu! terima kasih karena telah memberikan dua orang putri kepadaku.." Ashila kemudian membenamkan wajahnya didada Kaif.
"Sama-sama Sayang, kita akan merawat keduanya dengan kasih sayang dan cinta. kita juga tidak akan membeda-bedakan keduanya karena mereka adalah putri kita.
"Assalamu'alaikum... kalian semua sudah siapkan?" Kirana dan Hanan baru saja tiba. keduanya kemudian mencium bayi-bayi itu.
"Wa'alaikum salam Umi, Abi, kami sudah siap." Kaif menjawab salam Uminya.
"Abi, Kaif bawa barang-barang mereka dulu ya ke mobil." Kaif kemudian membawa baju-baju dan pelengkapan Aghnia dan putrinya. Kirana membantu Ashila menggendong putrinya sedangkan Kirana sendiri kemudian menggendong Aghnia. Mereka kemudian meninggalkan rumah sakit.
"Kaif, Ashila, kalian sudah mempunyai nama untuk bayi kalian belum? kan rencana Umi, kita akan melakukan aqiqoh mereka sekaligus. Jadi kalau bisa kalian segera memberinya nama." Kirana memandang Kaif dan Ashila satu persatu secara bergantian. Saat melihat Kaif tersenyum Kirana pun ikut tersenyum.
"Sudah Umi, kan Kaif harus mengurus akte kelahirannya juga sekalian di rumah sakit. Jadi kami sudah memberinya nama." Kaif menggenggam tangan istrinya.
"Siapa nama cucu Abi, Kaif? ayo cepat katakan..." Hanan juga tidak sabar.
"Namanya Najma As-Salwa Abi, Umi... karena dia adalah bintang yang membawa kebahagiaan bagi keluarga kita. Kalian boleh memanggilnya Najma atau Salwa. Terserah kalian mau memanggilnya apa." Kaif dan Ashila tersenyum.
Umi Ashila tersenyum saat mengingat peristiwa demi peristwa yang di lalui Najma.
"Umi... kenapa Umi melamun? sekarang Umi malah tersenyum sendiri, Najma jadi takut." Najma tersenyum melihat Uminya membelalakkan matanya mendengar dia menggoda uminya.
"Najma, sekarang Umi akan sibin(mengelap tubuh dengan handuk basah) kamu dulu. nanti kenuru Gus-mu kembali malah kan tidak enak." Najma menganggukkan kepalanya. Kini Najma sudah mengenakan pakaiannya sendiri karena Mbak Novi sudah memindahkan pakaian najma ke kamar Gus Alif.
"Umi, Najma dan Gus Alif belum menikah, tetapi kenapa pakaian Najma sudah dipindahkan ke sini? bukankah itu kurang baik?" Umi Ashila sebenarnya sangat mengerti Alif, dia sangat menyayangi Najma dan Alif kurang suka dengan sifat Aghnia, jadi Alif memang sengaja meminta ijin kepada Umi Ashila untuk memindahkan kamar Najma ke kamarnya.
"Ini permintaan Gus-mu itu Nduk, selama kamu masih sakit, dia tidak percaya kepada siapapun dan akan merawatmu dan mengawasimu, nanti setelah kamu sembuh, kamu akan tetap tinggal di kamar ini sedangkan Alif akan menempati kamar Fawwaz karena Fawwas akan melanjutkan mondok ke Kudus di tempatnya Umi Ayya.
"Baiklah Umi, sekarang Najma tidak khawatir lagi." Najma sudah selesai membersihkan diri, dia mengenakan sarung batik ala santri dan kemeja lengan panjang dengan hijab senada, Najma terlihat sangat cantik dan imut.
"Sayang, Umi akan membuatkan kamu sarapan dulu, apakah kamu mau Umi lakukan sesuatu sebelum Umi pergi?" Najma menggelengkan kepalanya. Umi Ashila lalu keluar untuk membuatkan sarapan untuk Najma sebelum Najma meminum obatnya.
Sepeninggal Uminya, Najma duduk bersandar di kepala tempat tidurnya dan memejamkan matanya, sementara bibir mungilnya melantunkan bacaan Al-Qur'an yang telah di hafalnya. Najma memang selalu menderes(membaca kembali) hafalannya agar tidak sampai lupa.
Alif yang baru saja kembali dari masjid duduk dengan hati-hati di hadapan Najma yang masih memejamkan matanya sambil membaca Al-Qur'an. Alif juga memejamkan matanya saat mendengarkan betapa merdu suara Najma yang sedang mengaji. Ketika Najma selesai, Alif membuka matanya dan tersenyum kepada Najma yang masih memejamkan matanya. Perlahan Najma membuka matanya dan wajah Najma langsung memerah saat melihat wajah tampan calon suaminya berada di hadapan Najma dan tersenyum kepadanya. Najma buru-buru menundukan pandangannya.