Jangan pernah salah menyuguhkan ketika mengundang seseorang, pastikan yang kamu beri adalah secangkir kopi bukan seutas hati.
••••••••••
Aku mengharapkan ingatanmu, untuk tidak melupakan rumah yang pernah kamu singgahi.
Itu harapanku.
Meski sekarang rumah itu tidak pernah kamu datangi lagi, tapi setidaknya rumah itu pernah kamu duduki meski hanya sekali.
Jika kamu rindu kepadaku, datanglah.
Karena pintu rumahku, selalu terbuka untuk kamu.
Kamu meninggalkan kenangan yang teramat lekat.
Dimana aku rasa, kedatanganmu masih selalu saja aku harapkan.
Sekilas, tidak ada bedanya dengan rumahku yang dulu.
Tapi menariknya, pernah disinggahi seseorang yang aku kira akan mengisinya.
Aku sempat berfikir, bahwa kamu akan kembali datang kerumahku. Tapi sepertinya, itu adalah untuk pertama dan terakhirmu.
Kamu, tidak pernah datang lagi kerumahku setelah 'kita' berpisah.
Sepertinya, kamu telah berhasil melupakan aku beserta rumah yang pernah kamu datangi.
Aku selalu mengamati setiap orang yang berlalu lalang, berharap ada kamu yang mampir meski hanya sekedar melepas penat.
Jika kamu kelelahan saat menjalankan sebuah perjalanan, jangan pernah lupa untuk mampir meski hanya sebentar.
Rehatlah kerumahku, tapi lupakan yang pernah terjadi diantara 'kita' dulu.
Tenang saja, kali ini aku akan menyediakan secangkir kopi, bukan lagi sebuah hati. Meskipun masih kosong setelah kamu, tapi bisa kupastikan bahwa ia telah penuh oleh kenangan 'kita' dulu.
Aku selalu berandai, kamu mau duduk lagi dirumahku sebagai tamu asing.
Tanpa pernah sedikitpun 'kita' mengingat bahwa dulu pernah saling melibatkan perasaan.
Namun aku harus rela menelan ludahku sendiri, agar menerima kenyataan bahwa orang yang aku harapkan tidak akan mungkin kesini lagi.
Bukan aku berharap lebih, tapi sepertinya menanti kedatangmu selalu saja aku harapkan.
Menanti seseorang tidak ada salahnya, meskipun orang itu tidak pernah mau untuk singgah. Tapi sepertinya, kebanyakan dari mereka menunggu dengan perasaan yang masih berprasaan.
Percayalah, aku tidak akan berbuat jahat meskipun pernah kamu lukai. Aku tidak akan lagi memberi hati, karena waktu itu pernah kamu sakiti.
jika kamu datang hanya untuk sekedar bertamu sebagai orang asing, tak apa, itu lebih baik. Meskipun pada akhirnya kita harus 'sudah' itu tidak akan membuatku benci.
Aku tidak demikian, karena kebencian hanyalah milik yang tidak mau menerima takdir dengan lapang dada.
Meski menyakitkan, rupanya menunggu seseorang masih saja dilakukan padahal sudah jelas orang itu pergi tanpa ada niat untuk kembali lagi.
Tapi itu terserah, baik kamu mau mampir ataupun tidak.
Bukan aku menyerah menantimu, ketidak--datanganmu sepertinya harus membuatku berteman dengan keadaan.
Aku harus menerima, bahwa kamu sudah benar-benar lupa.
Walau begitu, tapi aku tak pernah putus asa untuk menyambutmu datang. Aku siap, jika disuruh berdiam diri dibalik pintu sebagai seseorang yang pertama membalas ucapan salam.
"Menunggu, memang sangat melelahkan. Tapi dengan menunggu, semua jawaban akan kita dapatkan. Entah kabar baik ataupun buruk"