Chapter 18 - PERNAH

Meskipun sekarang hubungan kita telah usai, bukan berarti aku lupa tentang kisah kita yang pernah memulai.

••••••••••

Aku tidak lupa, tentang jari jemariku yang pernah begitu erat menggenggam tanganmu. Aku tidak lupa, tentang jari kelingking yang pernah kita satukan demi sebuah janji.

"Jangan pergi" Itulah kata yang aku dengar. Kamu katakan itu, dengan penuh harap dan rasa cemas jika aku meninggalkanmu. Sepasang bola mata berkaca-kaca, saat kamu katakan itu dengan punuh rasa memohon. Sepertinya kamu amat enggan jika aku berpaling kearah lain. Dan kamu seakan tidak mau hal itu terjadi.

Aku masih ingat tentang kamu, yang kurasa sangat melekat. Bayangan kisah 'kita' tidak musnah, meskipun kini hubungan 'kita' telah sudah.

Aku masih ingat tentang bagaimana kamu pernah memintaku untuk tidak pergi, sebuah keinginan kala itu kamu sampaikan kepadaku.

Sepertinya, kamu amat menginginkan aku sebagai seseorang pendamping hidupmu. Kamu sangat berharap, agar aku tidak berpaling kearah lain walaupun ada yang lebih baik. Kamu tidak ingin hal itu terjadi kan? Jika ia, mengapa sekarang berbeda? Lantas kemana harapan itu kamu buang?

Aku tidak meminta janji itu, meskipun kamu mengingkarinya itu adalah hak kamu. Ditepati atau tidak, itu urusanmu dengan Tuhan. Tugasku? hanya perlu berkata iya!

Meskipun pernah diminta untuk bertahan, mungkin maksudnya adalah agar mereka saja yang meninggalkan.

Apa kamu lupa tentang 'kita' yang saling pernah? Apa kamu tidak ingat, tentang bagaimana 'kita' tidak ingin ini sudah? Jika ia, aku harap kamu masih mengingatnya.

Jika kamu pikir aku egois karena telah mengingatkan kenangan 'kita', maaf, kamu salah besar. Aku tidak bermaksud demikian, tapi aku hanya mengingat tentang bagaimana 'kita' dulu.

Meski pernah bergandengan, itu bukanlah jaminan sebuah hubungan.

Aku merasa kecewa? Wajar, karena kamu yang memberinya. Dari apa? dari janji yang tidak kamu tepati.

Jika memang kamu sudah lupa tentang aku dan janji itu, aku harap kamu masih ingat bagaimana permohonan kamu waktu itu. Aku tidak mengingatkan, aku hanya memberitahu.

Bila aku salah, aku minta maaf!

Bukankah dulu harapanmu itu yang paling besar? Bukankah dulu semangatmu yang paling tinggi? Jika ia, mengapa sekarang kamu kubur? Mengapa kamu bunuh dalam balut meninggalkan? Sangat disayangkan.

Diantara janji yang terucap, persiapkan hati karena nanti sakit yang menancap.

Jika kamu ingin pergi, maka pergilah dengan damai dan tanpa rasa sakit. Sebab bukan apa-apa, meski luka hati tidak terlihat tapi bisa dirasakan. Sembuhnya butuh waktu, walaupun goresan itu hanya sedikit bukan berarti bisa pulih dengan waktu cepat.

"Tidak semua omongan manusia dapat dipegang, meskipun kita genggam itu bukanlah jaminan bahwa janji itu tidak akan hilang"