Chereads / SILVER TIME / Chapter 7 - Terima Kasihku Ucapkan

Chapter 7 - Terima Kasihku Ucapkan

Unknown: "Hai."

Itu adalah pesan masuk dari Febri, dilihat dari foto profilnya yang memakai jas dan sangat formal, itu adalah Febri.

Aku hanya membacanya saja. Segera setelah melihatnya, aku mengembalikan kembali ke saku rokku lalu, segera membuka pintu rumah dan mengucapkan salam pada kedua orang tuaku.

Aku adalah anak tunggal, tidak punya saudara ... kakak ataupun adik, dan di sini ... aku tinggal bersama ayah dan ibuku saja.

Sebenarnya beberapa tahun yang lalu ... di rumah ini ada nenek dan kakek. Semenjak kakek meninggal, nenek sakit-sakitan dan kami adalah keluarga yang biasa.

Nenek akhirnya, dibawa ke rumah saudara ibuku di Jember karena fasilitas pengobatan di sana lebih lengkap daripada di rumah sakit sini.

"Loh kok?" Aku melihat kanan kiri dan tidak terlihat batang hidung kedua orang tuaku. Biasanya mereka ada di ruang tengah sambil menonton televisi, dan tumben sepi tidak ada suara televisi yang menyala.

"Assalamualaikum ...." Aku mengucapkan salam seperti biasa tapi, tidak ada jawaban satu pun dari mereka berdua. Kalaupun mereka berdua sedang keluar, pasti mereka akan mengunci rumah.

Aku segera bergegas ke tempat tidur mereka ....

Ke mana mereka berdua? Aku bertanya-tanya panik ... dan mereka tidak meninggalkan pesan padaku.

"Hmm," gumamku yang merasa aneh ... apa aku telpon ayah saja ya?

*Ayah juga punya ponsel.

Tapi, ponselnya tidak dibawa, dia tinggalkan di atas meja yang ada di depan televisi.

"Hmm ... mungkin tidak lama lagi ... mereka kembali." Pikirku sembari melepaskan hijab dan berganti baju di kamar kemudian menuju kamar mandi, cuci tangan dan kaki.

Tak lupa, sebelum istirahat ... aku makan dulu ... ibu tampaknya sudah memasak martabak dan dadar jagung, dia sisakan untukku. Ayah dan ibu tampaknya sudah makan.

Aku makan malam sambil melihat televisi, aku takut makan sendirian di dapur karena teringat cerita uji nyali dari Lidya tadi. Yah~ kali aja ada makhluk astral alias makhluk tak kasat mata menyapaku di ruang belakang (dapur, kamar mandi, dan ruang makan).

Saat aku makan sambil melihat televisi yang menampilkan film aksi fantasi yang dibintangi Jackie-chan, 'The Myth' nama filmnya ....

Aku berpikir ...

Sudah 40 menit berlalu dan aku sudah menghabiskan makananku, dan jam menunjukkan hampir 21:00

Film hampir habis, sedangkan orang tuaku belum pulang.

Jangan-jangan ... apa mereka berdua ... tiba-tiba menghilang ke dunia lain?

Motornya juga ada di rumah ....

Ah~ aku sempat berpikir yang aneh-aneh ... palingan mereka masih belanja ke warung lama ....

Karena sudah malam dan sepi, akhirnya ... aku menutup tirai rumahku dan mengganti lampu terangnya dengan lampu led yang agak redup sinarnya. Aku mengunci pintu rumah agar nantinya jika seseorang datang ke rumah, aku mendengarnya dan tidak membukanya sembarangan. Tapi, kalau itu mereka berdua (orang tuaku) maka aku akan membukanya langsung.

Sejak kecil, aku memang dibesarkan dengan sikap disiplin tingkat tinggi. Tidur tidak sampai tengah malam, makan hingga 2-3 kali sehari, jika orang tua tidak ada di rumah, aku harus menjaga rumah dengan teliti.

Dulu, aku pernah sekali dimarahi oleh ayahku karena sikap keteledoranku, makanya itu ... aku tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama lagi.

Aku tidak ingin terus dimarahi lagi dan aku harus hati-hati sebisa mungkin.

Lalu, diriku yang phobia dateline dan tidak boleh pelupa ini ... adalah bentuk kedisiplinanku.

....

Aku di kamar tiduran ....

Membuka kembali chat WA, hanya WA grup yang rame dan lainnya chattingan teman-teman sekolahku dulu ....

Walaupun aku cantik, aku tidak populer, aku juga memiliki facebook yang baru aku buat di tahun 2013. Teman facebook-ku masih sedikit dan rata-rata adalah teman sekolahku.

Aku di facebook hanya mengupload beberapa foto dengan teman-teman sekolahku saja.

Aku tidak selfie dan senarsis orang cantik pada biasanya.

Aku kembali membuka WA, Unknown mengechatku lagi, "Hai" dengan kata-kata yang sama.

Lalu dia menambahkannya, "Assalamualaikum."

Aku segera menjawabnya dengan mengetik, "Walaikumsalam" karena menjawab salam hukumnya wajib.

"Save, Febri."

Baiklah aku save.

"Done," aku langsung menjawabnya.

"Terima kasih." Dia kembali menjawabnya.

"Sama-sama." Aku balas seperti itu.

Aku tidak lega kalau tidak mengatakan terima kasih padanya, aku terpaksa mendiamkan WA-ku sejenak dan mengambil surat cinta dari Febri dan melanjutkan membacanya ....

"...."

Setelah beberapa lama aku membacanya ....

Aku tersentuh dengan kata-kata yang teramat bagus ini.

Tiba-tiba, saat aku hendak mengechat Febri untuk mengucapkan terima kasih itu, seseorang mengetuk pintu rumah dengan begitu kerasnya.

Aku segera bergegas keluar kamar dan membuka pintu rumah yang sudah aku kunci.

Sebelum kubuka, aku bertanya ... "Siapa?" dengan nada agak tinggi untuk memastikannya kalau itu orang lain atau orang tuaku? Ternyata ....

Ya, itu orang tuaku.

Ternyata, mereka habis melayat ke rumah tetangga.

Aku bertanya pada mereka berdua begitu mereka telah menceritakannya kalau mereka habis pulang melayat.

"Loh, memangnya siapa yang meninggal?" tanyaku heran ... perasaan tadi tidak ada pengumuman.

Ayahku menjawabnya, "Itu pak Miran ... dia terkena serangan jantung."

"Eh~" celetukku kaget. Ternyata pak Miran yang menjadi teman ayah saat bertani, beda RT sih tapi tetap dekat. Sedangkan ibu tadi lama di sana mencoba menenangkan istrinya yang kaget dan menangis tanpa henti.

Aku merasa sedikit sedih, aku pikir terjadi sesuatu pada kedua atau salah satu orang tuaku ternyata tidak terjadi apa-apa. Mereka hanya melayat di RT sebelah.

Kabarnya, jenazahnya akan dikubur besok pagi.

Ibu yang penjual kue terpaksa meliburkan pekerjaannya selama beberapa hari.

Andaikan aku lebih berbakat lagi seperti ibu, mungkin aku bisa menggantikan pekerjaannya.

Aku sadar, bahwa aku tidak punya pekerjaan saat kuliah. Niatnya cari yang bisa bekerja paruh waktu untuk menjadi pengganti orang tuaku, aku juga ingin menjadi jauh lebih berguna. Apabila aku saat itu kehilangan orang tuaku ... aku siap, aku tidak merasa sangat kehilangan lebih dari itu, karena dengan kejadian tadi saja ... membuatku bingung dan berpikir macam-macam kalau mereka tidak kembali ke rumah lagi.

"...."

Kemudian, ayah mengunci rumah dan mematikan lampu di ruang tengah. Suara peringatan jam 10 di Batalyon 527 terdengar hingga ke rumahku. Gombleh adalah kampung yang dekat dengan asrama para tentara jadi selain bisa dibilang aman tentram, di sini juga kampung yang damai dan kebanyakan para warganya mengikuti jam istirahat yang sama seperti jam tentara di Batalyon tersebut.

Sementara aku di kamar ....

Mataku enggan terpejam sebelum mengucapkan rasa terima kasihku pada Febri (kayak tidak lega saja gitu).

Akhirnya, sebelum tidur ... aku kembali on di WA ... jam segini chat sudah sepi dan grup juga sepi. Aku sengaja men-silent grup yang rame itu.

"Febri ...." Aku menyapanya dulu.

"Belum tidur, ta?" tanya Febri di chat.

"Belum." Jawabku singkat

Febri sedang mengetik tapi, tidak jadi ... Hmm ada apa, ya?

Akhirnya, aku duluan ngetik ... "Begitu aku membaca suratnya, aku tersentuh dengan kata-kata yang kamu tulis ... terima kasih banyak, surat ini adalah surat cinta pertama dan aku belum pernah memiliki pengalaman cinta sama sekali. Aku takut, suatu saat nanti hubungan kita tidak memiliki kepastian dan aku belum bisa membuka hatiku untukmu. Jadi, maaf jika menolakmu secara tiba-tiba, dan terima kasih telah mencintaiku."

Aku langsung Off dan tidak tahu Febri akan balas apa?

Yang penting, aku sudah menyampaikan rasa terima kasihku padanya.

Aku lega ....

Dan aku lega ... aku lahir dengan banyak orang yang sayang dan mencintaiku ....

Aku sangat bersyukur diberikan hidup seperti ini ....

Berharap suatu saat nanti aku benar-benar bisa mencintai lawan jenisku secara nyata.

Sekarang, aku hanya harus fokus dengan mengejar impianku dulu.

Karena ....

-Aku yakin, di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin selama kita masih berusaha untuk melakukannya-