Chereads / SULTAN FAMILY My Brother is My Bodyguard / Chapter 57 - HADIAH UNTUK LAURA

Chapter 57 - HADIAH UNTUK LAURA

Beberapa hari kemudian, Bram sudah kembali ke Jakarta. Rafa berpikir ini kesempatan yang bagus untuk dirinya menanyakan kasus 5 tahun yang lalu. Sebab, sang oma masih diSurabaya dan tak ikut kembali ke Jakarta dalam waktu dekat.

"Eyang, Rachel kangeeeennn sama eyang." kata Rachel seraya memeluknya dengan erat. Bram pun tertawa melihat tingkah cucu perempuannya yang manja.

"Eyang juga kangen sama cucu kesayangan eyang." sahutnya.

"Jadi kita bukan cucu kesayangan eyang nih ?" sarkas Rafi menyindir. Mereka pun tertawa bersama.

"Pagi ini kalian sarapan apa ?" tanya Bram.

"Coba eyang tanya sama koki baru kita." ujar Rachel memberi kode dengan sudut matanya melirik kearah Laura.

"Laura ?" kata Bram tak mengerti dan membuat Laura tersipu malu.

"Enggak eyang, jangan didengerin kata Rachel." sanggah Laura.

"Wah, bi Sumi ada saingan dong."

***

Karena hari ini hari Jumat, waktu sekolah lebih sedikit dan hanya sampai pukul 11.00 WIB. Semua murid laki-laki muslim wajib melaksanakan shalat jumat. Sedangkan yang non muslim, dibiarkan pulang atau mengikuti kegiatan lain seperti ekstrakulikuler. Untuk perempuan muslim hanya melaksanakan shalat dzuhur.

Usai melaksanakan ibadah, Rachel langsung pergi ketempat ia berlatih twaekondo. Ruangannya berada didekat kantin. Sedangkan Rafa, Rafi dan Rio berlatih basket sebab akan ada pertandingan antar kelas minggu depan. Dan Laura menjadi seorang penonton dipinggir lapangan.

Waktupun telah berganti, Rachel dan yang lainnya telah selesai dengan kegiatannya. Mereka pun bergegas pulang karena jam ditangan Rachel sudah menunjukkan pukul 4 sore.

"Besok gue, gue mau balik rumah dulu." kata Laura saat masih dalam perjalanan.

"Mau ngapain ?" tanya Rachel kepo.

"Bokap minta gue balik dulu supaya bisa makan malam bersama."

"Kenapa harus besok ?"

"Karena bokap gak mau melewatkan hari ulang tahun gue."

"Oh, elo ultah besok ? Kenapa gak bilang ?"

"For what ? Lagian gue juga lupa."

"Harus dirayainlah. Elo kan sahabat gue."

***

Malam harinya, Rachel dan yang lainnya sedang menikmati makan malam bersama dengan Bram. Sambil menyantap hidangan, mereka saling berbincang.

"Eyang, Rafa punya pertanyaan pada eyang." kata Rafa.

"Apa itu ?" tanya Bram penasaran.

"Ini, soal kasus almarhum om William." jawabnya ragu.

"Ada apa ? Kenapa kamu bahas soal itu ?" tanyanya lagi bingung.

"Apa eyang tahu, ada apa antara oma sama keluarga Regar ?" tanya balik Rachel. "Kenapa oma sampai ngancam tante Lydia cuma gara gara masalah Rachel sama Leon ?"

"Oma ancam Lydia ?" kata Bram tak paham.

"Oma bilang, oma bakal cabut semua investasinya terhadap perusahaan om Regar." Rachel pun sedikit menjelaskan. "Dan tante Lydia suruh Leon buat minta tolong pada Rachel untuk bicara pada oma."

"Tante Lydia seperti ketakutan banget kalau oma beneran cabut semua investasinya." timpah Rafi.

"Jadi, maksud kalian apa ?" tanya Bram memastikan.

"Dari mana keluarga Regar dapat modal pertama untuk bisnisnya, padahal dulu mereka cuma bawahan om Willi ?" ujar Rafa.

"Bukannya perusahaan om Willi saat itu sudah bangkrut ?" sambung Rio.

Laura dan Rey hanya terdiam mendengarkan, karena mereka berdua merasa itu bukan urusannya.

"Dengan sangat cepat pula, keluarga Regar dapat gelar keluarga terkaya nomor 2. Dan pengumuman itu disiarkan setelah beberapa minggu dari kematian om Willi." tambah Rafa. "Bukannya itu sangat mengejutkan ?"

Bram pun sedikit berpikir dan mulai banyak bercerita kepada cucu-cucunya seusai makan malam. Mereka tengah berkumpul dilobi tengah.

***

Keesokan harinya, nampak ada yang berbeda dari Rachel dan yang lainnya pada Laura. Rachel yang sudah berjanji akan mengantar Laura pulang mendadak ada acara.

Begitu juga dengan Rafi, Rio dan Rey yang entah pergi kemana sedari pagi. Laura tak bisa meminta tolong lagi kalau bukan sama Rafa. Karena hanya dia yang gak ada kerjaan atau acara seperti yang lain.

Waktu menunjukkan pukul 3 sore. Rafa pun terpaksa harus mengantarnya pulang. Tetapi dengan satu syarat. Laura harus temenin Rafa terlebih dahulu pergi ke sebuah mall.

"Elo mau ngapain sih ke mall ?" tanya Laura heran seraya membuntuti Rafa yang tengah berjalan menuju eskalator, namun Rafa mengabaikannya. "Ish ! Herman gue sama lo. Kok bisa ya, Rachel punya saudara macam kayak elo ?" umpatnya.

"Ck! Bacod lo." timpal Rafa.

Dan sampailah mereka dilantai 3, tempat khusus elektronik dan konter Handphone.

"Konter handphone ?" gumam Laura. "Kenapa ? Ponsel lo rusak ? Atau elo mau ganti pon..."

"Shut up, Flora !" potong Rafa. "Pilih satu yang elo mau." titahnya.

Laura pun hanya mengernyitkan alisnya, tak paham maksud dari Rafa. Sadar akan ucapannya, Rafa segera mengalihkan pembicaraan.

"Eump, maksud gue ? Tolong pilihkan 1 sesuai yang elo suka." titahnya lagi.

"Oh, bilang dong dari tadi." ucap Laura sambil melihat lihat model ponsel dari Iphone. "Buat siapa sih ? Ponsel lo kan masih bagus ?" tanyanya.

"Tinggal pilih aja kenapa sih ? Banyak tanya lo." ketus Rafa.

"Iya, iya gue juga lagi milih kali. Sabar dong." tukas Laura. "Nih, gue pilih yang ini." jari telunjuknya menunjuk ke model ponsel keluaran terbaru. Rafa pun tersenyum menyeringai.

"Bagus juga selera lo." umpatnya. "Bang, gue ambil Iphone keluaran terbaru." ujar Rafa pada pelayan konter tersebut.

"Siap mas." Pelayan itu pun segera mengambilkan untuknya. "Totalnya jadi 12 juta rupiah." ucapnya lagi.

Kaget bukan kepalang, Laura tersentak mendengar harga yang disebutkan oleh pelayan tersebut. Matanya membelalak tak berkedip, mulutnya menganga sampai membentuk huruf O.

Tanpa tawar menawar, Rafa langsung memberikan kartu kredit miliknya untuk membayar satu ponsel yang dibelinya.

Laura masih tak percaya, kalau ponsel yang ia pilih begitu mahal harganya. Jika dirinya miliki banyak uang, mungkin ia takkan pernah mau membelinya.

"Ikuti gue lagi." Rafa pun menyuruh Laura untuk mengikutinya lagi setelah selesai pembayaran. Tetapi Laura masih terdiam mematung. Lalu Rafa menarik tangan Laura sampai ia tersadar.

"Eh, mau kemana nih ?" tanya Laura.

Rafa terus berjalan tanpa menjawab pertanyaannya. Kemudian membawa Laura naik satu lantai dari lantai 3 menuju ketempat butik dan salon.

"Gue minta, tutup mata elo sekarang juga." pinta Rafa.

"What ? Elo mau ngapain, Rafa ?"

"Udah deh, gak usah banyak tanya."

"Enggak deh. Gue gak mau." tolak Laura.

"Harus maulah !" ketus Rafa. "Gue gak suka penolakan. Buruan tutup mata lo." titahnya lagi. Laura pun terpaksa mengikuti kemauan dan arahan dari Rafa sambil menutup matanya sampai Rafa bilang selesai.

Pertama Rafa menuntun Laura untuk duduk didepan cermin besar. Lalu memberikan pilihan 2 model gaun dengan warnanya.

"Pilih warna merah muda, atau putih ?" ucap Rafa.

"Putih." sahutnya.

"Kiri atau kanan ?" ujar Rafa lagi memberi pilihan mengenai sandal.

"Mmm... Kanan aja deh. Mudah mudahan gak sesat." sarkas Laura.

"Pilihan yang tepat." gumam Rafa pelan sambil tersenyum simpul. "Ia memilih gaun yang benar-benar gue suka. Gue yakin, semuanya bakal cocok untuk lo."

"Fa, elo gak ngasih pilihan yang aneh-aneh kan ?" tanya Laura memastikan.

"Kagak." jawabnya seraya duduk dikursi tunggu dan mulai menutup matanya untuk tidur sejenak.

Tak lama kemudian, Laura sudah berganti pakaian dengan gaun putih yang dipilihnya. Lalu pelayan salon pun mulai merias wajah dan mengubah penampilannya.

Satu jam kemudian, pelayan salon pun telah selesai merias wajah Laura.

"Mas Rafa, sudah selesai nih." ucapnya memberi tahu Rafa. Rafa pun terbangun dari tidurnya sembari mengucek matanya.

Seketika Rafa terdiam dan tak berbicara, ia terus menatap cermin dimana ada bayangan seorang gadis yang ada didepannya. Lalu berjalan menghampiri Laura tanpa mengedipkan mata ataupun mengalihkan pandangannya.

"Fa, boleh buka mata gak nih ?" tanya Laura namun tak ada jawaban. "Rafa ! Gimana nih ?" tanyanya sekali lagi.

"Pacar mas Rafa cantik banget ya ?" puji salah satu pelayan yang ada dibutik tersebut.

"Iya kali gak cantik, orang mas Rafa nya juga ganteng."

"Gila! Cantik banget dia." gumam Rafa dalam hati.

"Gue buka mata sekarang ya ?" ujar Laura. Rafa pun tersadar dari tatapannya.

"Oh, iya. Elo boleh buka mata sekarang. Gue hitung ya ?" kata Rafa dan mulai berhitung. "Satu... Dua... Tiga!"

Sesaat Laura pun mulai membuka matanya sambil menghadap ke cermin. Tetapi tiba-tiba...

"AAAAHHHHHH !!!"

★★★★★