"Gue buka mata sekarang ya ?" ujar Laura. Rafa pun tersadar dari tatapannya.
"Oh, iya. Elo boleh buka mata sekarang. Gue hitung." kata Rafa dan mulai berhitung. "Satu... Dua... Tiga!"
Sesaat Laura pun mulai membuka matanya sambil menghadap ke cermin. Tetapi tiba-tiba...
"AAAAHHHHHH !!!" teriaknya sangat keras. Membuat Rafa dan semua pelayan salon panik dan kaget.
"Kenapa ? Ada apa, Laura ?" tanya Rafa sungguh panik.
"Cantik banget anjir." jawabnya merengek. Satu jitakan dikepala Laura pun berhasil mendarat. "Aw! Sakit tahu."
"Ck! Gak ada akhlak emang lo. Bikin gue panik aja." umpat Rafa kesal. "Buruan pakai sandal lo. Kalau enggak, gue tinggal." kecamnya.
"Yang ini ?" tanyanya sambil menunjukan sebuah wedges putih.
"Ya iyalah, yang mana lagi. Mau gue pakaiin sandal capit lo ?"
"Apa maksud lo dengan semua ini ?" tanyanya lagi tak mengerti.
"Udah, cepetan pakai. Gue anterin lo ke Kafe bokap elo." ujar Rafa seraya keluar dari salon itu dan diikuti oleh Laura.
"Makasih mbak." ucap Laura sebelum keluar.
***
Pukul 18.00 WIB, mereka sampai didepan kafe Brownies. Tetapi, entah kenapa lampu kafe tidak menyala membuat Laura takut.
"Lho, kenapa lampunya gak nyala ?" tanya Laura yang masih di dalam mobil.
"Udah, gak usah takut." ucap Rafa menenangkan. "Nih, buat lo ." lanjutnya seraya menyodorkan paper bag yang sedari tadi ia tenteng.
"Are you serious ?" tanya Laura tak percaya. "Ini kan ponsel yang tadi elo beli, kenapa elo kasih ke gue ?"
"Ya suka suka gue dong , mau gue kasih ke siapa." ketus Rafa.
"Ini kan mahal, gue gak mau." tolak Laura. "Gue gak pantas pakai barang itu."
"Gue tahu, ponsel lo rusak kan ?" kata Rafa mengejutkan Laura.
"Da-da-dari mana elo tahu ?"
"Udah gak usah nolak. Ambil aja napa ?"
"Tat-tapi...
"Udah keluar sana, bokap lo udah nungguin tuh."
Laura pun segera turun dari mobil. Meskipun ada perasaan takut, namun ia memberanikan diri untuk masuk kedalam kafe.
Sebelumnya ia membuat panggilan terlebih dahulu pada sang ayah, untuk memastikan bahwa ayahnya memang sedang berada dikafe. Tetapi beberapa kali ia telpon tak ada jawaban.
Tak ada pilihan lain, mau tidak mau Laura pun masuk ke dalam kafe.
"Pah!" panggilnya. "Papah !" Ia berjalan menuju meja kasir walaupun suasana kafe sangat gelap. Tiba-tiba, sesuatu telah menyentuh dan memegang pergelangan kaki Laura. Seketika Laura terdiam dan mencoba melihat kebawah. Ternyata...
"AAAHHHHH !!! teriak Laura untuk kedua kalinya.
Bersama dengan teriakannya, lampu kafe menyala dan semua orang bersorak seraya berkata "Happy Birthday Laura" dengan serempak. Juga ada yang meniup terompet kecil untuk sedikit memeriahkan surprise nya.
Mata Laura kembali membelalak tak percaya. Melihat sudah banyak orang dikafe dan tak lain teman sekelas barunya. Dan seseorang yang tengah berjalan menghampirinya membawakan kue ultah dengan lilin yang sudah menyala.
"Papah." ucapnya dan tak kuasa menahan rasa haru bahagianya sampai meneteskan air mata dipipinya. Semua orang pun mengiringi dengan bernyanyi selamat ulang tahun.
🎶Tiup lilin nya, tiup lilinnya
Tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga
Sekarang juga...🎶
Sebelumnya Laura berdoa terlebih dahulu, lalu meniup lilin nya. Semua orang pun bersorak hore termasuk Rachel yang antusias banget.
"RACHEELLL !" teriak Laura sambil mencubit perut Rachel. Ia tahu bahwa semua ini mungkin rencana Rachel. "Gue tahu, pasti ini semua rencana lo ? Hayo, ngaku lo ?"
Rachel pun tertawa puas. "Iya, iya. Ini rencana gue."
"Selamat ulang tahun ya, sayang." ucap Gilang sang ayah seraya memeluk dan mencium kening Laura. "Coba kamu potong kuenya." titahnya.
Laura pun mengambil pisau dan segera memotong kuenya. Tak disangka tak diduga dan tak percaya, bahagia bukan main. Saat dirinya memotong kue dan mengambil satu potongan untuk Gilang, dari dalam kue tersebut keluarlah cairan merah alias selai stroberi yang lumer.
"Ini yang kamu mau kan, sayang ?" ujar Gilang.
"Papah yang buat kah ?" tanya Laura. Gilang pun menggeleng pelan. "Non Rachel yang buat."
"Hah ? Kok elo tahu, gue suka stroberi ?" tanya Laura lagi pada Rachel.
"Bukan Rachel namanya kalau gak tahu segalanya." tukas Rachel sombong.
Kemudian semua orang pun memberi ucapan selamat satu persatu dan menikmati pesta tersebut. Rachel mentraktir semua teman sekelasnya. Ia memesan kafenya sendiri untuk dikosongkan sampai malam nanti.
"Oh, jadi sebenarnya elo sama Leon pura pura pergi ?" Laura pun kembali bertanya.
"Ya, perginya beneran lah. Tapi acaranya disini." jawab Rachel.
"Terus, Rafi dan Rio ? Kalian juga sekongkol kan sama Rachel "
Rafi pun tertawa kecil. "Sorry."
"Aahh ! Thank you so much." ucapnya berterima kasih. "Ini pertama kalinya, gue dikasih surprise dalam hidup gue." Air matapun kembali menetes.
"Kok nangis sih ? Don't cry Laura."
"Gue bahagia banget."
"Aduh, aduh ! Ngadain pesta kok gak bilang-bilang ?" ucap seorang gadis berambut panjang tiba tiba menghampiri Laura di meja pojok.
"Kak Monic ?" Laura pun dengan cepat langsung memeluknya.
"Aish ! Geli gue."
"Kapan balik Jakarta ? Eump... jangan bilang, kalau elo dipaksa pulang sama...?
"Ck! Kalau bukan karena teman lo, gue gak bakalan balik dari Semarang." potongnya. "Nih, kado buat lo."
"Apa nih ?" tanyanya seraya membuka paper bag kecil. "Wah, buku diari. Bagus banget, gue suka. Thanks ya, kak."
"It's okay. Itung-itung gue gantiin buku lo yang gue robek waktu itu."
"Malam ini, anak papah cantik banget sih." puji Gilang.
"Euh, ini sih gara gara Rafa. Gue dipaksa pakai ginian." umpatnya kesal.
Mereka pun tertawa bersama sambil menikmati hidangan yang disediakan. Saat ini Laura tengah dilanda kebahagiaan yang tak terhingga dalam hidupnya.
"Elo beli ponsel baru ?" tanya Monica sembari menunjukkan ponselnya dari dalam paper bag coklat.
"Enggak." sarkas Laura. "Ini, euh ? Ini bukan, bukan gue yang beli."
***
Waktu menunjukkan pukul 9 malam. Rachel dan yang lainnya masih berkumpul dikafe. Mereka masih bercanda sampai bermain game seperti bermain truth or dare atau tebak tebakan.
Namun, Rafa tak ikut berkumpul sedari tadi. Dia tak tahu pergi kemana, membuat Laura bingung.
"Guys! Gue ketoilet bentar ya." ujar Laura lalu pergi meninggalkan yang lainnya.
Usai dari toilet, Laura melihat sosok laki laki dilantai atas sedang duduk sendirian. Iapun bergegas menghampirinya sambil membawa segelas minuman.
"Gue cariin, ternyata disini ." kata Laura mengejutkan laki laki itu.
"Ngapain cari gue ?" tanyanya jutek.
"Iya, elo ngapain disini sendirian ? Yang lain kan ngumpul dibawah. Lagian tadi tuh kita habis bermain truth or dare." jelasnya.
"Gak tertarik gue."
"Ah, elo mah gak asyik." tukasnya. "Bay the way, thanks ya." ucap Laura berterima kasih.
"For what ?"
"For all. Gue senang bisa menjadi bagian dari keluarga lo. Gue bahagia punya sahabat seperti Rachel."
"Jangan GeEr lo, gue lakuin semua itu juga karena Rachel."
"Iya, gue tahu kok. Eump, elo sayang banget ya sama Rachel ?" tanya Laura kepo. "Yang jadi pacar elo nanti, pasti beruntung punya elo."
"Elo apaan sih, bawa-bawa pacar segala. Lagian, Rachel itu cewek satu-satunya yang jadi saudara gue."
"Iya, iya sorry."
***
Tepat pukul 12 malam, mereka bubar barisan. Rachel dan yang lainnya pulang kerumahnya masing. Termasuk Laura, malam ini ia pulang bersama Monica dan Gilang kerumah pribadinya.
Kini Rachel tengah bersama Rafa dalam perjalanan pulang, karena Leon tak bisa mengantarnya.
"Bang, elo beliin dia ponsel baru ?" tanya Rachel pada Rafa.
"Gue cuma kasihan aja, daripada dia pakai ponsel yang layarnya retak." jawabnya.
"Yakin cuma itu aja alasannya ?" Rachel pun memastikan dengan sedikit iseng.
"Udah deh, jangan mikir yang macem-macem." sanggah Rafa.
"Sebenarnya, ponsel yang rusak itu punya om Gilang. Dia sengaja minta tukeran sampai dia bisa beli ponsel baru."
"Bukannya, dia minta diajarin main MLBB ?" tanya Rafa yang sesekali menengok kearah Rachel.
"Iya, sebelum tukar ponsel dia sempat minta tolong sama gue."
Rafa dan Rachel pun saling ngobrol seraya sedikit bercanda didalam mobil sampai mereka tiba didepan rumah.
"Thanks for all my bro, I Love you so much." ucap Rachel seraya keluar dari mobil .
★★★★★