Malam pun tiba, kini bulan yang seharusnya menggantikan mentari enggan menampakkan dirinya. Meskipun langit sedang tidak bersedih. Beberapa bintang berkelap kelip meski tak banyak namun masih enak dipandang.
Saat ini Rachel tengah menatap langit, yang semula sang rembulan tertutupi awan hitam kini muncul didepan mata. Rachel terduduk dikursi ayunan, dengan headphone diatas kepalanya seraya menekuk kedua lututnya.
🎶I know you're somewhere out there
Somewhere far away
I want you back, I want you back
My neighbors think I'm crazy
But they don't understand
You're all I had, you're all I had
Rachel pun terbawa suasana mendengarkan lagu milik Bruno Mars yang sengaja ia putar dari playlist lagu diponselnya.
••Flasback On••
"Ell, kakak punya hadiah untukmu." ucap teman kecil Rachel yang membawa satu kotak berukuran sedang.
"Apa itu kak ?" tanya Rachel kecil. Teman Rachel pun memberikan kotak itu pada Rachel. Dengan sangat senang, ia langsung membuka isi dari kotak tersebut. "Wah... permen loli." ucapnya.
"Kamu suka ?" tanya temannya. Rachel pun mengangguk seraya tersenyum bahagia. "Kalau gitu, kakak akan panggil kamu Lollypop." katanya.
🎶Talking to the moon
Trying to get to you
In hopes you're on the other side
Talking to me too, or am I a fool
Who sits alone Talking to the moon
Seketika Rachel menitikan air matanya, mengingat masa lalu yang takkan terulang lagi.
"Kakak mau kemana ?" tanya Rachel kecil saat melihat temannya beranjak berdiri.
"Aku takkan kemana-mana. Kakak bakalan selalu ada dihati kamu, Ell." ucapnya gombal.
"Ish, serius kak. Rachel gak mau ditinggal."
"Apapun yang terjadi, kemanapun kakak pergi. Sekalipun itu ke surga, kakak tetap ada dihati kamu."
"Maksud kakak ?"
"Sudahlah, kakak mau pulang dulu. Sampai nanti Lollypop." ucapnya pamit seraya mengelus puncak kepala Rachel.
••Flashback Off••
Tangis Rachel pun pecah dalam lamunannya. Ia tak percaya dengan apa yang terjadi. Sudah sekian lama dirinya menunggu sosok teman masa kecilnya yang tak lain adalah Josen, hadir kembali mewarnai hari-harinya. Namun takdir berkata lain.
"Ratusan hari gue menunggu..." pekiknya yang langsung beranjak berdiri dipagar balkon kamarnya. "Jutaan waktu gue menahan rasa rindu. Berharap elo hadir kembali ." teriaknya yang membuat penghuni lantai 3 panik seketika dan berlarian menuju kamar Rachel. Tapi sayang, pintunya terkunci. "AAAAHHHHHHHHH !!!" Rachel pun menjambak rambutnya sendiri.
Suara gaduh dari pintu kamar Rachel sama sekali tak ia pedulikan, meskipun telinganya tertutupi oleh headphone tetapi ia masih bisa mendengarnya karena volume lagu yang ia putar tidak terlalu keras.
"Rachel! Elo kenapa ?" teriak Rafi dari teras atas yang begitu cemas. "Elo ngapain teriak malam-malam ?" tanyanya heran. Tapi Rachel mengacuhkannya.
"Chel, buka pintu kamar elo atau gue dobrak ?" titah Rafa memberi peringatan. Rachel masih saja mengabaikan mereka.
"Gue punya info penting buat elo." teriak Rio membuat Rachel berhasil menoleh ke teras. "Apa lo mau buka pintu buat gue ?"
"Okeh! Tapi cuma elo." sahut Rachel dingin. Lalu masuk ke dalam kamarnya dan segera membukakan pintu untuk Rio.
Waktu menunjukkan pukul 8 malam. Sepulang sekolah Rachel memang mengunci dirinya dikamar sampai tak ikut makan malam bersama. Ia hanya ingin kesendirian, dan butuh waktu untuk bisa mengikhlaskan seseorang yang sangat ia rindukan. Dirinya berpikir bahwa penantiannya selama ini hanya sia-sia.
Tok Tok Tok...
"Masuk aja." ucap Rachel seraya duduk disofa. Rio pun masuk menghampirinya sembari menyodorkan dua lembar kertas pada Rachel. "Dan ini, foto Josen saat sedang bersama adiknya." tunjuk Rio.
"Okeh, gue bisa selidiki sendiri." ujar Rachel. "Thanks udah kasih info."
"Yoi." sahut Rio sembari beranjak pergi meninggalkan Rachel. "Oh iya, hati-hati sama Sweet Devil. Rafa minta gue cari info tentang dia." gumamnya lalu pergi.
"What !?" ucap Rachel terkejut. "Tahu dari mana dia ?" pikirnya heran. "Bodo amatlah, gue juga kagak tahu dia." acuhnya. Kemudian pindah duduk dari sofa menuju meja belajarnya seraya mengamati dan membandingkan kedua kertas yang diberi Rio tadi.
"Agak mirip sih. Tapi, ni anak kenapa misterius banget ?" ucapnya tak mengerti. "Kalau dipikir lagi ?" Rachel pun mulai berpikir dengan menempatkan jari telunjuknya didagu seraya memutar mutar kursinya yang kebetulan kursi putar.
**Flashback sekejap**
"Ini bukan jalan menuju rumah lo kan ?" tanya Jason kepo. "Terus elo ngapain didepan rumah sakit, tumben sendirian ?" Jason melontarkan pertanyaan bertubi-tubi.
"Niatnya sih mau nganterin si Fauna pulang." jawab Rachel.
"Fauna ?" gumam Jason seraya mengernyitkan alisnya.
"Itu si Laura." jelas Rachel. "Tapi karena mendadak dia sakit perut, mampir dululah kita kesini."
"Terus elo ngapain nungguin taksi ?"
"Gue mau kabur lah. Lagian siapa suruh gue dicuekin terus ditinggalin." umpatnya kesal. "Loh, gue ngapain cerita sama elo ? Ih, enggak banget deh. Elo juga ngapain masih disini sih, udah sana lo pergi. Jauh-jauh dari gue." usir Rachel yang membuat Jason tertawa kecil.
"Bukannya bilang makasih, elo malah ngusir gue. Udah bagus gue bantuin elo." gerutu Jason
"Gue gak nyuruh tuh."
"Udah berapa kali gue nolongin lo, gak pernah tuh elo bilang makasih sama gue ."
"Nolongin apaan ? Maksa banget lo."
"Heh parsel ! Yang nolongin elo bawa ke UKS tadi siang itu siapa ? Yang nolongin elo waktu kecebur kolam renang juga siapa ? Yang nolongin waktu elo mau keserempet motor juga itu siapa ? Elo anggap gue setan apa ?" ketus Jason kesal.
"Kan udah gue bilang, gak ada yang nyuruh elo."
"Ish! Memang batu lo ." kesal Jason seraya beranjak menuju motornya.
Tiba-tiba terdengar teriakan orang memanggil Rachel. Seketika Rachel membulatkan matanya. Tak ingin dia menampakan dirinya dihadapan sikembar. Dengan segera Rachel menyusul Jason.
"Es kutub, tunggu!" pekiknya. "Gue ikut sama elo ?" pinta Rachel tanpa basa basi.
"Ogah."
"Please !" ucapnya memohon. "Gue gak mau bareng mereka. Taksi gue juga belum datang-datang dari tadi." rengeknya. "Ayolah please !"
"Sini tangan elo." ucap Jason sambil menarik tangan Rachel yang diinfus.
"Mau ngapain ?" tanya Rachel penasaran. Jason hanya terdiam sembari membuka plester lalu melepas jarum infusan ditangan Rachel. Kemudian merekatkan kembali plesternya menutupi bekas jarum berjaga jaga jika darah keluar.
"Kenapa dilepas ?" tanya Rachel lagi bingung dengan perlakuan Jason.
"Labu elo aja udah mau habis. Elo mau sepanjang jalan pegang gituan ?" ujar Jason datar membuat Rachel terdiam. "Jadi bareng gak ? Malah bengong, gue tinggal nih ." lanjutnya.
"Iya, iya jadi kok." tukas Rachel dan bersiap naik namun ditahan oleh Jason.
"Tunggu bentar." tahannya. Jason pun turun dari motor dan melepas jaket yang dipakainya. Tanpa disadari, Jason melingkarkan jaketnya dipinggang Rachel. Supaya menutupi roknya yang pendek saat naik motor.
Perlakuan Jason membuat Rachel sedikit tersentuh hatinya. Pertama kalinya ia diperlakukan seperti itu oleh orang lain. Setelah itu Jason pun memutar arahkan motornya dan segera menancap gas menjauhi pekarangan rumah sakit.
**Flashback Off**
Tak sadar Rachel senyam senyum sendiri mengingat hal itu dalam lamunannya. "Dia itu orang paling nyebelin, tapi sikapnya tadi...." Rachel pun tersadar dari lamunannya. "Ish! Kagak-kagak. Ngapain gue mikirin dia ?" sangkalnya. "Ih, amit amit dah."
***
Keesokan paginya saat diruang makan, Rachel sengaja sarapan duluan. Ia menyantap spageti buatan bi Isum dengan lahapnya.
"Loh, sayang. Kamu kok sarapan duluan ?" ucap Cellyn tiba-tiba. "Yang lain mana ?" tanyanya seraya duduk dimeja makan.
"Iya, perasaan ini baru pukul 6 kurang." timpah Andrea. Rachel hanya mengedikkan bahunya sambil menyendok makanan terakhirnya membuat kedua orang tuanya bingung.
Selang beberapa menit, Rafa dan yang lainnya mulai turun dan segera menuju ruang makan.
"Morning tante !" sapa Rafi seraya mencium pipi Cellyn dengan jahil.
"Aduh! Selalu saja kamu ngisengin tante." sahutnya.
"Mih, Pih, Rachel duluan ya." ucap Rachel pamit setelah meneguk setengah gelas susu coklatnya.
"Chel! Elo gak bareng kita, berangkat sama siapa ?" tanya Rafi heran. "Apa elo bawa mobil sendiri ?"
"Bukan urusan elo." ketus Rachel jutek.
"Kenapa tu bocah ?" tanya Rio bingung.
"Iya, Rachel kenapa ? Aneh sekali pagi ini." sambung Andrea.
"Rachel! Elo masih marah sama kita ?" teriak Rafi pada Rachel yang masih terlihat punggungnya lalu menghilang. "Kita minta maaf, Chel!" ucapnya yang tak dipedulikan sama sekali oleh Rachel.
"Kalian bertengkar ?" tanya Cellyn penasaran.
"Jadi, kemarin itu...." Rafi pun menceritakan kejadian kemarin pada semuanya.
"Oh, jadi gitu. Pantes dia merajuk." ujar Andrea sambil terkekeh.
"Lalu, Rachel pulangnya sama siapa ?" tanya Cellyn lagi.
"Kata pak Anto sih, Rachel diantar cowok naik motor. Tapi bukan Leon." jawab Rafi.
"Mungkin gojek." tukas Rio.
"Yaudah, gak papa mau sama siapa juga. Yang penting Rachel pulang dengan selamat." imbuh Cellyn.
"Rafa, gimana tugas kamu ? Sudah ketemu ?" tanya Andrea yang baru ingat sesuatu.
"Sudah om. Tapi belum Rafa selidiki lebih lanjut." jawab Rafa santai. "Berkas itu malah membuat Rachel sedih."
"Loh, kenapa ?" tanyanya lagi.
"Dia menemukan sebuah foto kelurga yang dimana ada anak yang selama ini Rachel cari." jelas Rafa.
"Maksudnya ?"
Rafa pun menjelaskan kembali sedetail mungkin terkait hubungan berkas yang dicari dengan kesedihan Rachel.
★★★★★