Ke esokan harinya, tepat sehari sebelum ujian dimulai, Sang Dosen mengajak gadis itu bertemu di suatu tempat. Di sebuah taman yang jauh dari keramaian. Sang Dosen berencana ingin melamar sang gadis. Dan dia tidak ingin jika aksi pelamarannya disaksikan oleh banyak orang. Meski hal itu terdengar sangat konyol. Karena baru kemarin mereka bertemu dan berkenalan. Dia sangat menyukai gadis itu dan dia yakin bahwa cintanya tidak akan bertepuk sebelah tangan. Meski dia tidak tahu dari mana asal usul gadis itu tapi dia tidak peduli.
Sang Dosen menamai gadis itu "Perle", yaitu sebuah panggilan sayang yang cukup populer di Jerman. Meski tidak dipakai di seluruh Jerman, tapi sebutan itu menjadi favorit di lembah Ruhr yaitu jantung kawasan industri Jerman. "Perle" yang berarti "Mutiara", Sang Dosen memberi panggilan itu, karena dia melihat sang gadis pujaan hatinya sangat cantik seperti mutiara.
Sang Dosen tidak pernah bertanya sedikit pun tentang gadis itu. Dia khawatir kalau pertanyaannya akan menyinggung perasaannya lalu meninggalkannya. Sang Dosen tidak ingin menjomblo lagi, maka dia menjaga gadis pujaannya itu dengan sangat hati-hati.
Maka Sang Dosen yang sudah berpenampilan rapi itu pun pergi lebih dulu ke taman. Sesampainya disana, dia melebarkan tikar dan menghidangkan makanan dan sebotol anggur. Tak lupa dia juga menaruh setangkai bunga mawar merah. Warna merah yang dipilihnya cocok menggambarkan perasaannya sekarang. Perasaan yang berkobar karena cinta. Dia juga memainkan alunan musik yang merdu sembari menunggu kekasihnya datang.
**********
Tak lama kemudian, sang kekasih pujaan hati pun muncul. Dia berdandan dengan sangat cantik seperti bidadari. Sang Dosen pun diam terpaku menatap sang gadis.
Dia berkata dalam hati, "Bagaimana bisa aku memalingkan mata ku ini darinya? Dan siapa pria bodoh yang tidak akan jatuh cinta pada gadis secantik dia?"
Lalu gadis itu mendekatinya dan duduk di sebelahnya. Dengan lembut dia berkata,
"Ada apa pak? Kenapa bapak diam saja? Apa ada yang salah dengan ku lagi?"
"Mmmm... Yah... Yah... Yang salah adalah kamu begitu cantik.
Eh, bukan.Bukan. Maksud ku.... Maksud ku..." (Balasnya dengan gugup)
"Yah sudah. Sekarang apa yang akan kita lakukan di taman ini pak?" (Tanya sang gadis)
"Mmm... Itu.... Aku... "
Sang Dosen pun gugup lagi dan berkeringat lagi. Maka gadis itu mengambil sapu tangan dan menghapus keringat di kening Sang Dosen.
Karena sentuhan tangannya yang lembut, jantung Sang Dosen pun semakin berdegub kencang hingga dia sulit bernafas. Itu adalah pertama kalinya Sang Dosen merasakan jatuh cinta seumur hidupnya.
Maka gadis itu menggenggam erat tangannya dan menenangkan dirinya. Lalu dia memberikan segelas anggur merah agar hatinya sedikit tenang.
Setelah Sang Dosen cukup tenang, gadis itu kemudian berkata padanya,
"Kenapa bapak selalu seperti ini setiap kali aku mendekat?"
"Seperti yang pernah ku katakan waktu itu, kamu sangat indah. Selain itu, aku belum pernah sedekat ini pada seorang gadis. Seumur hidup aku belum pernah memiliki seorang kekasih."
"Tapi, kenapa bapak begitu yakin ingin berteman dengan ku?"
"Kenapa kamu bertanya begitu? Seharusnya akulah yang bertanya seperti itu. Kenapa kau mau berteman dengan seorang pria yang sudah tidak muda lagi seperti ku."
"Karena aku melihat ketulusan di mata bapak. Karena itulah aku mau datang memenuhi undangan bapak. Lalu bagaimana dengan bapak, apa yang membuat bapak ingin berteman dengan ku? Apa bapak melihat penampilan luarnya?Karena baru dua hari kita bertemu, bapak sudah menaruh perhatian khusus seperti ini. Sementara bapak belum tahu sepenuhnya tentang diriku."
"Aku hanya yakin dengan perasaan ku. Dan aku sungguh-sungguh ingin mengenal mu lebih dekat dan membina hubungan dengan mu. Memang kamu begitu indah. Tapi yang membuat aku ingin lebih dekat dengan mu, bukan karena itu, tapi karena aku yakin. Dan aku berharap keyakinan ku ini bukanlah sekedar keyakinan bodoh."
"Tapi bagaimana jika bapak tahu tentang diriku yang sebenarnya?"
"Maksud mu apa? Aku tidak mengerti."
"Bagaimana jika ternyata aku bukanlah orang yang seperti bapak harapkan?"
"Tidak. Tidak. Aku yakin kau adalah orang yang aku tunggu-tunggu dan cari-cari selama ini. Jantung ku bergejolak saat pertama kali melihat mu. Bahkan sekarang pun begitu. Aku tidak bisa mengabaikan perasaan ini dengan mudah. Tolong jangan bicara yang lain-lain. Aku benar-benar tulus ingin bersama mu. Dan aku tidak peduli seperti apa latar belakang mu. Satu hal yang aku tahu, kau adalah gadis yang baik. Gadis yang akan menerima ku apa adanya."
"Bagaimana bapak bisa menyimpulkan seperti itu? Sedangkan bapak mengenal ku baru dua hari."
"Jika kau menganggap keyakinan ku bodoh. Biarkan saja. Tapi tolong jangan mengabaikan perasaan ku."
"Aku senang mendengarkan perkataan bapak yang tulus." (Balas sang gadis sambil memeluk leher Sang Dosen)
Mereka pun berada dalam pelukan satu sama lain dengan cukup lama, sambil di iringi irama musik yang merdu dan angin sejuk di taman. Sang Dosen pun sungguh terbuai dan tak ingin lepas. Lalu gadis itu berkata lagi,
"Setelah ini, apa lagi yang akan kita lakukan pak?"
"Oh yah, aku sampai lupa. Aku sudah menyiapkan makanan spesial khusus untuk mu. Aku bangun pagi-pagi sekali dan menyiapkan semua ini untuk mu. Dan aku ingin menikmati makanan ini bersama wanita secantik dirimu."
Sang Dosen pun membuka makanan itu lalu mengambil sesendok dan memberikan suapan pada sang gadis.
Setelah itu, Sang Dosen memberikan sebuah cincin berlian pada sang gadis dan berkata,
"Aku berharap hubungan ini dapat melangkah ke jenjang yang lebih serius. Maafkan aku jika aku terlalu cepat mengatakannya, tanpa kata-kata puitis. Aku tidak pandai memberikan kata-kata romantis."
Gadis itu hanya diam saja memandangi Sang Dosen yang memohon padanya. Maka karena tidak ingin pujaan hatinya berubah pikiran, Sang Dosen pun memberanikan diri untuk memakaikan cincin berlian itu di jari Sang Gadis, lalu mencium tangannya.
"Sekarang, ikutlah bersama ku. Aku ingin membawa mu ke rumah ku, rumah yang akan menjadi rumah mu juga."
"Jangan. Belum waktunya."
"Apa maksud mu? Percayalah aku tidak akan menyakiti mu atau pun berbuat tidak pantas pada mu."
"Jika nanti waktunya sudah tiba, aku akan ikut bersama mu ke rumah mu. Dan tentang cincin ini, sebaiknya bapak simpan saja dulu." (Ujarnya sambil melepaskan cincin itu dari jarinya)
"Jangan dilepas! Ok! Baiklah aku akan menunggu saat itu tiba. Tapi aku mohon jangan mengabaikan perasaan ku. Dan teruslah pakai cincin itu agar kau selalu mengingatku dalam setiap langkah mu."
"Tenanglah! Aku tidak akan pernah mengabaikan ketulusan cinta seseorang."