Chereads / A Story You Can Tell / Chapter 5 - Penyerangan Part 1

Chapter 5 - Penyerangan Part 1

"Cih. Mereka benar-benar keras kepala."

Kedua orang berjubah hitam itu perlahan mendekati Albert. Salah satunya terlihat seperti pria dengan tinggi badan hampir setara dengan Fuguel. Kemudian yang satunya memiliki tinggi badan hampir sama dengan Albert. Anak itu tidak bisa melihat wajah keduanya karena ditutupi tudung.

"Apa yang kalian inginkan?" Albert mengambil jarak dari mereka. Ia kemudian menggenggam erat buku Lembah Terlarang dan memasuki posisi siaga.

"Kau …," suara itu terdengar seperti perempuan, "… Albert Edler?"

Mendengar namanya, Albert kini menyadari motif dua orang tersebut. Orang yang mengejarnya kemungkinan besar orang-orang pihak istana. Setelah beberapa bulan kabur dan dalam penyamaran, akhirnya ada orang yang menyadari keberadaan Albert. Namun, dengan menanyakan identitasnya, Albert berpikir mereka belum sepenuhnya yakin bahwa dia merupakan Albert Edler.

"Maaf, sepertinya kau salah orang," jawab anak itu masih mencoba untuk mengelabui.

"Ckk …." Gadis itu berdecak kesal. Seketika ia mengeluarkan tongkat sihirnya dan menyerang anak itu dengan tembakan es. Untuk merespon serangan tersebut, Albert melindungi dirinya dengan jubah. Ia membuat jubah itu lebih kuat dan keras agar mampu menghalau serangan.

"Rupanya kau penyihir," pikir Albert kemudian melepaskan jubahnya yang sobek akibat serangan tersebut. Anak itu mencoba membekukan kaki orang-orang itu. Sayangnya, mereka sadar dan melompat dari tempat mereka berpijak.

Pria di samping gadis tersebut berlari dengan cepat lalu menyerang Albert menggunakan tinjunya. Berbeda dengan gadis tadi, sepertinya pria itu bukan penyihir. Namun, kekuatan serangannya cukup besar. Albert sempat menghindar ketika tinju tersebut akan didaratkan di wajahnya. Tetapi Ia terdorong cukup jauh meski tidak terkena serangan secara langsung.

Situasi yang dialami Albert cukup sulit. Ia tampak kewalahan karena harus menghadapi dua orang sekaligus. Apalagi, saat ini energinya telah terkuras. Di tengah situasi tersebut, Albert masih memikirkan berbagai cara untuk meloloskan diri.

Hanya saja, secara bergantian kedua orang tersebut menyerang Albert. Si penyihir terus menembakkan es dari jauh, sedangkan yang satunya menyerang dari jarak dekat. Situasi tersebut memaksa Albert untuk berada dalam posisi bertahan. Beberapa serangan coba ia luncurkan tetapi tidak mempan sama sekali. Keduanya memiliki kerja tim yang baik sehingga setiap serangan dari Albert dapat dipatahkan.

Setelah mempertimbangkan situasinya, Albert memilih untuk mengatasi lawannya satu per satu. Sebelumnya ia terus bertahan, tapi kini ia mencoba menyerang di sisi dalam. Ketika pria tersebut melayangkan tinjunya sekali lagi, Albert memanfaatkan gesekan udara akibat ketajaman pukulan pria tersebut kemudian menciptakan ledakan.

"BOOM!" Kepulan asap menyelimuti Albert dan lawannya. Pria itu tidak bisa melihat apa-apa. Bahkan penyihir yang berada beberapa meter di belakangnya juga tidak memahami kondisi saat ini.

Dalam kepulan asap tersebut, Albert memukul wajah lawannya. Saat memukul pria tersebut, anak itu sempat mengalirkan energi. Sayangnya, ia balik diserang dan terlempar jauh hingga keluar dari kepulan asap saat tengah mentransferkan energi tersebut.

"Uhukk … Uhukk …," Albert kesakitan dan mengeluarkan darah dari mulutnya. Pukulan tersebut cukup kuat hingga melukai organ dalamnya.

Pria yang tadi menyerang anak itu datang menghampiri dan melepas tudungnya. Tampak sosok pria berkulit gelap dengan rambut cokelat. Di pipi kiri hingga telinganya terdapat bekas luka sayatan. Pria tersebut menatap sinis seolah akan menghabisi Albert segera.

"Hentikan!" Perintah gadis itu terhadap pria tadi. Ia lalu berjalan menghampiri keduanya. Setelah ledakan tadi, si gadis penyihir menghentikan pria itu untuk menyakiti Albert lebih jauh. Ia berpikir bahwa Albert sudah tidak mampu melawan lagi sebab ia sudah terluka parah.

Si gadis penyihir melihat Albert kesakitan. Saat itu, si anak berambut ikal mencoba untuk menstabilkan tarikan napasnya, kemudian gadis penyihir mengambil buku yang ia pegang. Albert mencoba untuk melawan, tetapi rasa sakit menghalangi pergerakannya. Lengan anak itu akhirnya terkulai lemas.

"Albert Edler," gadis itu membuka tudung kepalanya lalu membakar habis buku Lembah Terlarang. Di depan matanya, Albert melihat buku tersebut menjadi abu.

Rahang Albert mengeras, sorot mata penuh kemarahan ia lemparkan pada si pelaku. Tetapi, saat ia memperhatikan wajah gadis itu baik-baik, ia terlihat familiar. Gadis di hadapannya berkulit putih dengan iris mata berwarna ungu terang, rambutnya ikal cokelat yang dikuncir dua dengan poni yang tertata rapi di depan alis.

"Deg," Albert cukup terkejut melihat tampangnya. Namun, beberapa saat setelah itu ia kembali menatap tajam, "Treiya Rubble."

Treiya menganggap bahwa dirinya sudah berada dalam kemenangan. Ia berbalik dan memberi perintah untuk mengikat Albert dan segera membawanya pergi. Pria yang merupakan pengawalnya menanggapi perintah tersebut. Akan tetapi, baru saja ia ingin mengikat Albert, tiba-tiba terjadi sesuatu.

"Arghhh …," pria itu seperti tercekik. Namun, tidak terlihat apapun yang mencekiknya. Treiya kebingungan dengan apa yang terjadi. Ia melihat Albert yang masih terkulai lemas dan tak melihat tanda-tanda sihir diaktifkan.

Napas pria tersebut tersengal-sengal. Ia berbaring di atas salju dan mengerang kesakitan. Tangannya seolah ingin meraih sesuatu tapi tak mampu. Wajah pria itu terlihat sangat merah hingga mata hitamnya mulai tidak terlihat. Mulutnya mengeluarkan busa, perlahan-lahan tubuhnya tidak lagi melawan dan kulitnya mulai pucat. Setelah beberapa saat, tubuh pria tersebut kaku tak bergerak. Melihat kejadian itu, dengan tatapan yang masih tak percaya, Treiya mengecek urat nadinya. Pria tersebut telah tiada.

Treiya menarik tangannya kemudian berdiri di hadapan Albert dengan tatapan sangat tajam "Apa …," wajah Treiya memerah, ia sangat geram, "… Apa yang kau lakukan?"

Treiya kebingungan, ia juga tidak melihat Albert meracuni pengawal tersebut. Gadis itu berpikir, serangan terakhir yang Albert luncurkan adalah ledakan tadi, itu pun berupa ledakan yang tidak cukup kuat. Hal tersebut juga tidak menjelaskan alasan kematian pengawalnya.

Treiya memutuskan untuk menyerang anak yang terkulai lemas itu. Meski Albert terkapar tak berdaya, gadis itu menodongkan tongkat sihirnya, "Jelaskan apa yang baru saja kau lakukan!" Perintah gadis itu.

"Uhukk ... Uhukk ...," Albert mengusap bibirnya yang penuh darah, "Bukan apa-apa. Dia hanya keracunan," jelas Albert kemudian meletakkan tangannya perlahan di atas perut.

Mata Treiya memerah, kesabaran gadis itu mulai habis. Ia kemudian mengarahkan tongkatnya tepat di jantung Albert, "Jangan bercanda! Kau pikir aku bodoh?" Treiya mengancam untuk menyerang Albert jika tidak menjelaskan seluruh kejadian tersebut.

"Uhukk … Uhuk …," Albert lalu mencoba menjelaskan apa yang telah ia lakukan.

Ketika Albert membuat ledakan, ia sempat menyerang wajah pengawal tersebut. Saat itu ia mengalirkan energi sihir dan menciptakan ruang kedap udara di area wajahnya. Alih-alih dia menghirup racun dari hasil ledakan tadi. Butuh beberapa lama hingga efeknya terasa. Bahkan, cukup sulit membuat kondisi tersebut.

"Tapi bagaimana kau bisa …," Treiya lalu menelan ludah, "… Sial. Aku hampir lupa, kau upper class[1]." Sambungnya.

"Seperti itulah."

Hal yang tidak disadari oleh Treiya ketika Albert menjelaskan dengan sorot mata yang sudah sangat lemah adalah bara api dari bola mata yang belum padam. Sesaat setelah mengusap bibirnya, Albert sebenarnya meletakkan tangan di atas perut guna memfokuskan proses penyembuhan. Ia mengalirkan sisa energinya untuk menyembuhkan area tertentu agar menghindari kerusakan fatal. Saat ini, tangan kiri yang tergeletak di atas tumpukan salju sudah mempersiapkan sesuatu untuk melawan.

"Itu yang aku benci darimu, kau memiliki kemampuan seperti itu tapi memilih kabur," setelah mendengar penjelasan Albert, Treiya berniat untuk mengikat dan membawanya pergi. Hanya saja dalam kondisi salju yang semakin lebat dan malam yang semakin larut, Treiya tidak menyadari bahwa di antara kegelapan malam yang hanya disinari cahaya rembulan, Albert telah menyelesaikan persiapannya.

"KYAAAA!" Treiya menjerit. Gadis itu berada di kegelapan total. Albert tidak melewatkan kesempatan itu dan berlari memasuki hutan.

Treiya menyentuh sesuatu di kelopak matanya. Rupanya mata gadis itu diselubungi oleh es. Sebelum memasuki hutan, Albert merapalkan sihir pada salju yang ia genggam kemudian melemparkan ke mata Treiya. Treiya yang berpikir sudah hampir menyelesaikan tugasnya sangat marah. Wajahnya merah padam.

"ALBERTTTT!" Treiya berteriak sangat kencang kemudian melelehkan es di matanya dan segera mengejar pemuda itu ke dalam hutan.

Meski Albert telah memulihkan sedikit bagian lukanya, ia masih merasakan sakit. Sangat sakit malah. Namun, ia menahannya dengan membekukan area tersebut. Ia terus berlari ke dalam hutan yang gelap di tengah-tengah kondisi kesadaran yang hampir hilang. Harapannya adalah sebisa mungkin ia menghindari pertempuran. Hanya saja, satu yang tidak diperhitungkan oleh anak itu. Treiya merupakan gadis gila.

Beberapa saat setelah ia berlari, Albert berbalik dan melihat cahaya. Cahaya tersebut berasal dari kobaran api. Rupanya Treiya membakar hutan sebagai penerangan untuk menemukan Albert.

"Ckk …," anak dengan lingkaran hitam di bawah matanya berdecak kesal. Ia benar-benar sudah kehabisan energi. Saat ini kondisinya seratus persen akan kalah apabila bertarung langsung dengan Treiya yang menggunakan kekuatannya membabi buta.

Gadis itu terus membakar hutan, ia bahkan melepas jubahnya karena kegerahan akibat api yang berkobar. Terlihat sosoknya menggunakan tunik merah yang menyatu dengan nyala api. Iris mata ungu itu tampak dingin di antara kekacauan. Kau seperti melihat seorang malaikat. Tetapi di mata Albert, ia adalah malaikat kematian. Hal yang membuat kondisi ini semakin buruk adalah salju yang semakin lebat. Nyawa Albert benar-benar terancam.

"Albert Edler, aku menemukanmu." Setelah berlarian kesana kemari gadis itu akhirnya berada di hadapan mangsanya. Tatapan nanar dengan senyum kemenangan terlukis di wajah Treiya.

Albert yang berdiri kepayahan saat ini menggigit bibir bawahnya. Meski kondisi anak itu sangat tidak menguntungkan, ia masih saja memikirkan cara untuk keluar dari situasi genting. Sayangnya, Treiya tidak membiarkan hal itu. Ia menyerang anak itu hingga terjerembap.

Treiya menghampiri Albert dan menarik rambutnya kasar. "Arghhh …," anak itu mengerang kesakitan.

Treiya hendak membuat anak di hadapannya tidak sadarkan diri. Tatapan dingin itu seolah siap untuk menerkam mangsanya. Hanya saja, ketika berburu orang-orang harus tetap waspada hingga akhir perburuan. Sebab, tidak ada yang tahu apa yang akan dilakukan oleh mangsa yang terpojok.

"Φρεεζινγχομπλετελψ" Albert merapalkan sebuah mantra.

Seketika mereka berdua membeku sepenuhnya dan tak bergerak. Albert memaksakan diri untuk menggunakan energinya hingga titik darah penghabisan. Alhasil nyawanya terancam karena ia bahkan menggunakan energi kehidupannya.

"Kau sudah gila," ucap Treiya. Suara gadis itu bergema di kepala Albert.

"Aku tidak punya pilihan," balas pemuda itu dengan kondisi hampir kehilangan kesadaran.

"Maaf Albert, tapi aku lebih gila."

Mendengar itu Albert menyadari hal yang gadis itu hendak lakukan. Albert yang tidak mampu untuk bergerak dan tak bisa berbuat apa-apa lagi, berpikir bahwa kali ini ia benar-benar akan habis.

"Βυρνμεχομπλε ...," belum sempat menyelesaikan mantranya, seketika Treiya terhempas jauh. Sihir pembekuan Albert dibatalkan. Niat gadis itu untuk menghancurkan pembekuan menggunakan ledakan tidak terwujud. Treiya sudah siap dengan resiko terluka berat, tetapi ia digagalkan oleh sosok yang menolong Albert. Dia adalah pria yang memiliki punggung kekar.

"Fu--ga," kali ini anak itu benar-benar kehilangan kesadarannya.

~

[1] Upper Class = penyihir level tiga yang menggunakan hampir semua tipe sihir. Untuk meningkatkan level harus melalui ujian sihir.