Butuh waktu satu jam lebih untuk tiba di Singapura Changi. Sudah ada seseorang yang menunggu kedatangan Alekta. Dia adalah seorang asisten yang ditugaskan untuk membantu Alekta selama di Singapura.
"Nona Alekta...," sapa seorang pria yang berpakaian rapi.
"Benar. Anda Tuan Bisma?" jawabnya lalu balik bertanya.
"Tidak perlu formal seperti ini, Anda bisa memanggil saya Bisma saja."
Alekta mengerutkan keningnya, dia merasa aneh saja dengan orang yang ada di hadapannya ini. Namun, jika dilihat dengan saksama umurnya berada di bawahnya.
"Baiklah. Antar aku ke kantor, bukankah mereka sudah menunggu."
"Benar, Nona semuanya sudah menunggu, Anda."
Bisma menjawab lalu mempersilakan Alekta untuk berjalan terlebih dahulu. Namun, Alekta menyuruh Bisma untuk berjalan sejajar dengannya.
Namun, Bisma tidak bisa terlalu sejajar dengan Alekta karena dia tahu batasan antara pimpinan dan bawahan. Dia pun berjalan satu langkah di depan Alekta.
Ada seorang sopir yang sudah menunggu, sopir itu membukakan pintu mobil dan mempersilahkan Alekta untuk masuk. Sedangkan Bisma duduk di depan tepat sebelah sopir.
Mobil berjalan meninggalkan bandara langsung menuju perusahaan. Ayahnya Alekta adalah seorang pemilik saham dari sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan dan layanan keuangan.
Mobil terhenti tepat di depan bangunan pencakar langit. Bisma keluar terlebih dahulu dari dalam mobil lalu dia membukakan pintu mobil untuk Alekta.
Alekta keluar dari mobil lalu memberi senyum pada Bisma dengan arti berterima kasih karena sudah membukakan pintu mobil untuknya.
"Kita langsung ke ruang rapat!" ucap Alekta pada Bisma.
"Baik, Nona."
Bisma pun berjalan menuju ruang rapat, di tengah perjalanan ada seorang wanita yang menghadang. Dia adalah sekretaris Bisma, terlihat sangat cemas.
Alekta hanya memperhatikan secara saksama saja, sebenarnya dia penasaran apa yang sedang terjadi. Mereka berdua bicara begitu pelan sehingga tidak terdengar jelas oleh Alekta.
Wanita itu pun berjalan mendekat lalu memberi salam dan hormat pada Alekta. Tanpa banyak kata wanita itu langsung undur diri karena masih ada yang harus dikerjakan olehnya.
"Ada apa?" tanya Alekta pada Bisma.
"Ada seorang klien yang bersikeras ingin bertemu dengan ayah, Anda." Bisma menjawab sembari melanjutkan langkahnya.
"Katakan padanya aku akan menemuinya setelah rapat dengan para pemegang saham. Jika dia masih membuat keributan maka usir saja dia!" imbuh Alekta.
Bisma mengangguk lalu dia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. Setelah itu dia memutuskan sambungan teleponnya.
Langkah kaki Bisma terhenti di depan sebuah pintu ruangan berwarna hitam. Dia membukakan pintu itu, terlihat jelas sudah banyak orang yang duduk di dalamnya.
Mereka semua adalah para pemegang saham, Alekta melangkah memasuki ruangan tersebut. Sorot mata semua orang tertuju padanya. Ada rasa tidak percaya terhadap Alekta dari beberapa orang yang sudah hadir.
Bisma menggeserkan sebuah kursi lalu menatap Alekta seraya menyuruhnya untuk duduk. Alekta mengangguk lalu berjalan mendekat dan duduk di kursi tersebut.
"Baiklah, kita mulai rapatnya!" ucap seorang pria paruh baya yang terlihat sangat karismatik.
Satu per satu mulai membicarakan masalah yang sudah terjadi. Ada seseorang yang berkomentar jika Alekta tidak cocok untuk mewakili ayahnya.
Namun, Alekta bergeming, dia hanya tersenyum tipis menanggapi komentar pedas dari mereka semua yang meremehkannya. Dia hanya ingin tahu sosial di mana mereka akan melakukan itu.
Seorang yang menjadi masalah adalah sebuah hotel. Di mana hotel tersebut mengalami penurunan pengunjung dan itu membuat kerugian yang sangat besar.
Perdebatan demi perdebatan terjadi, tidak ada yang mau kalah dengan argumentasi yang mereka miliki. Alekta hanya bisa menghela napas, dia berpikir harus mencari titik masalahnya.
"Lanjutkan saja perdebatan kalian! Lebih baik aku mencari titik masalah dari hotel tersebut. Aku tidak menyangka ayahku bisa bekerja sama dengan orang-orang seperti ini!" tukas Alekta yang sudah kesal dengan perdebatan yang terjadi.
"Kau masih kecil! Jangan meremehkan kami yang sudah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia perhotelan!" timpal seorang wanita paruh bawa dengan sombongnya.
"Memang benar aku masih kecil dalam dunia bisnis ini. Namun, sikap kalian yang seperti ini menandakan bahwa kalian adalah...,"
Sebelum melanjutkan kalimatnya Alekta mengurungkannya. Dia tidak ingin membuat panas ruangan yang sudah pengap ini.
"Kirimkan laporan dari hasil rapat ini! Lebih baik aku menunggu di ruangan lain saja!" ucap Alekta pada Bisma.
"Tidak perlu! Kami akan pergi dari sini. Lagi pula tidak ada gunanya meneruskan rapat ini. Aku ingin lihat sejauh mana Tuan Suryana mendidik putrinya ini!" tukas seorang pria paruh baya yang beranjak dari duduknya lalu berjalan meninggalkan ruangan rapat.
Satu per satu anggota rapat keluar, tidak ada satu pun yang memandang Alekta. Mereka semua masih belum percaya dengan kemampuan yang dimilikinya.
Hanya ada satu orang pria yang dilihat jika dari umurnya tidak begitu jauh dengan Alekta. Dia hanya memperhatikan setiap pergerakan Alekta.
"Apa Anda mau menghina saya lagi?" tanya Alekta padanya.
"Tidak. Saya hanya ingin melihat sejauh mana putri dari Tuan Suryana menghadapi mereka semua!" jawabnya dengan santai lalu dia berjalan mendekat.
"Kalau begitu Anda bisa melihatnya dengan mata kepala Anda sendiri!" balas Alekta.
Pria itu tersenyum dingin lalu berjalan meninggalkan dirinya bersama Bisma. Alekta mengerutkan keningnya, dia tidak tahu dengan orang ini.
"Siapa dia, Bisma?" tanya Alekta yang penasaran dengan pria itu.
"Tuan Elvano Mahardika, dia adalah pemilik pengganti Tuan Mahardika. Setahu saya, Tuan Mahardika bersahabat dengan ayah, Nona!" jawabnya.
"Tuan Bisma, cepatlah orang itu terus saja ingin bertemu dengan Tuan Suryana!" ucap seorang wanita yang tadi menghadang jalannya.
"Tunjukkan di mana dia!" kata Alekta dengan tegas.
Wanita itu langsung menunjukkan jalannya, dia sudah lelah menghadapi pria yang tidak sopan dan terlihat mesum itu.
"Nona, Anda harus berhati-hati dengan pria itu!" ucap wanita itu lalu membuka sebuah pintu ruangan.
Alekta mengangguk lalu dia melangkah memasuki ruang tersebut ditemani oleh Bisma. Terlihat jelas ada seorang pria paruh baya yang sedang duduk di atas sofa.
"Bisma, kau membawa siapa? Aku tidak membutuhkan wanita penghibur siang ini. Yang aku perlukan adalah Suryana!" Pria itu berkata dengan sangat menjijikkan.
"Ada urusan apa Anda dengan, Tuan Suryana?!" tanya Alekta dengan penekanan.
"Siapa kau berani bertanya padaku? Suryana saja takut terhadapku!" timpalnya.
Alekta menyeringai lalu berkata, "Saya tidak pernah mendengar jika Tuan Suryana takut terhadap orang seperti Anda. Dan beliau pun tidak pernah mengatakan hal itu pada saya."
Pria itu terkekeh-kekeh dia sangat geli mendengar apa yang dikatakan oleh Alekta. Dia tidak tahu jika yang ada di depannya itu adalah putri dari Suryana.
"Aku tidak membutuhkanmu di sini. Ayo ikut saja denganku ke kamar, aku akan membuatmu senang di atas ranjang."
Pria itu berkata dengan nada yang menjijikkan, sorot matanya sudah membuat Alekta merasa kesal. Dia tidak bisa lagi bersabar kali ini.
"Lebih baik Anda pergi dari sini! Untuk apa membuat keributan jika tidak ada hal penting yang akan disampaikan. Atau saya akan menyuruh Bisma untuk mengusir Anda!" Alekta berkata dengan geram.
"Berani sekali kau mengusirku! Tidak ada seorang pun yang bisa mengusirku!" balasnya dengan nada tinggi.
"Benarkah? Tidak ada yang berani mengusirmu, Tuan?" ucap seorang pria dengan nada dingin.
Pria itu baru saja masuk ke ruangan, dia tidak sengaja melewati ruangan itu dan mendengar perkataan pria itu.
'Siapa pria itu?' ucap Alekta dalam hati lalu membalikkan tubuhnya untuk melihat siapa yang sudah berkata seperti itu.