Alekta melihat seorang pria yang berjalan memasuki ruangan. Auranya begitu mendominasi, serasa ada hal yang akan mati saat ini juga.
Pria itu tidak lain adalah Elvano Mahardika, senyum dinginnya itu akan membuat siapa saja merasa ciut. Dia menatap lekat pria yang sudah berlaku sombong itu.
"Apa aku tidak salah dengar? Bahwa tidak ada yang bisa mengusir, Anda?!" Elvano kembali bertanya dengan penuh penekanan.
"Rupanya kau Elvano Mahardika tetapi kenyataannya benar tidak ada yang bisa mengusirku dari sini. Begitu juga dirimu!" jawab pria paruh baya itu dengan santainya.
"Apa, kau pikir aku tidak berani menyeret bajingan sepertimu!" timpalnya dengan penuh penekanan.
Ada sesuatu yang membuat Alekta merasakan jika Elvano bukanlah pria sembarangan. Semua itu bisa terlihat dari aura yang terpancar dari dirinya.
Alekta tidak mau terjadi keributan di perusahaan ini. Sudah cukup rapat tadi membuatnya kesal. Saat ini yang diinginkannya adalah ketenangan untuk mengurus semua masalah yang sedang terjadi dalam perusahaan.
"Sebaiknya, Anda pergi dari sini! Saya tidak akan menoleransi lagi jika Tuan membuat keributan. Satu lagi yang harus Anda ingat, ayah saya tidak pernah takut pada siapa pun kecuali Tuhan!" imbuh Alekta.
"Rupanya kau adalah Alekta Suryana! Kalian berdua masih belum tahu betapa kejamnya duniaku! Jadi aku ingatkan sekali lagi, jangan pernah mengganggu bisnisku!" Pria itu berkata sembari berjalan meninggalkan ruangan.
Alekta mengerutkan keningnya karena dia tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh pria itu. Sepertinya penyelesaian tugas di Singapura akan berjalan alot.
Elvano berjalan keluar ruangan tanpa di sadari oleh Alekta. Dia berpikir sudah tidak ada hal yang perlu dirisaukan.
"Nona...," Bisma memanggil Alekta yang masih sibuk dengan pikirannya.
Bisma kembali memanggil Alekta untuk yang kedua kalinya dan panggilan ini menyadarkan Alekta. Dia memandang Bisma, seraya bertanya ada apa.
"Apakah ada yang Nona perlukan, sebelum saya melanjutkan pekerjaan?" tanya Bisma.
"Bawakan semua dokumen tentang hotel yang sedang menghadapi masalah. Aku ingin memeriksanya!" Alekta bertanya sembari melangkah ke dinding kaca.
"Baik. Saya akan siapkan semuanya," Bisma berkata lalu berjalan meninggalkan ruangan.
Ruangan ini adalah ruangan yang selalu digunakan oleh ayahnya Alekta saat berada di Singapura untuk mengurus bisnisnya. Alekta melihat ke arah luar, memandangi apa yang bisa terlihat oleh kedua matanya.
Beberapa saat kemudian Bisma masuk dan membawa semua dokumen yang dibutuhkan oleh Alekta. Setelah itu dia kembali lagi ke ruangannya untuk menyelesaikan semua pekerjaannya.
Alekta duduk di sebuah kursi yang bisa membuatnya nyaman sembari memeriksa semua dokumen. Ponselnya berdering, diambilnya ponsel tersebut, terlihat nama sang ayah dari layar ponselnya.
Dia mengangkat telepon lalu mulai membicarakan hal-hal penting yang harus dilakukan. Sebelum semuanya dikerjakan dia selalu meminta pendapat ayahnya apakah itu akan berjalan dengan lancar atau tidak.
Pembicaraan mereka pun sudah selesai, Alekta menutup sambungan teleponnya. Melanjutkan memeriksa dokumen. Tidak terasa hari sudah sore, dan waktunya bagi Alekta untuk beristirahat.
Bisma memasuki ruangan Alekta dan dia akan mengantarkan Alekta ke sebuah apartemen. Di mana apartemen tersebut adalah milik dari ayahnya.
Tibalah Alekta di apartemen, dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang bisa membuatnya nyaman. Namun, tidak senyaman jika berada di rumah sendiri yang ada di Jakarta.
Dia mengambil ponselnya yang berada di dalam tas tepat di samping tubuhnya. Dilihatnya layar ponsel, tidak ada satu pun pesan atau panggilan tidak terjawab dari seseorang.
Apa yang diharapkan oleh Alekta adalah pesan dari Caesar. Karena dia tidak memberitahukan tentang kepergiannya.
"Bodoh. Apa yang kau harapkan darinya! Dia bukan milikmu, Alekta Suryana!" gumamnya sembari bangun dari posisi tidurnya.
Dia berjalan menuju kamar mandi, membuka satu per satu pakaiannya lalu memulai rutinitas membersihkan diri.
***
Waktu terus berjalan, tidak terasa sudah tiga hari Alekta berada di Singapura. Semua permasalahan yang terjadi tidak bisa diselesaikan dengan cepat dan itu membuatnya sangat sibuk.
Sore ini Alekta memutuskan untuk kembali ke apartemen lebih awal. Tubuhnya terasa lelah dengan semua pekerjaan yang harus dilakukannya.
Saat hendak membuka pintu apartemen, ada seseorang yang memeluknya dari belakang. Matanya terbelalak, dia berpikir apakah ada seseorang yang akan bertindak mesum padanya.
"Aku merindukanmu, Sayang."
Suara yang sangat dikenal oleh Alekta dan dia pun sangat merindukan suara ini.
"Dari mana kau tahu aku ada di sini?" tanya Alekta pada Caesar yang masih memeluknya.
"Tidak ada yang tidak mungkin bagiku untuk menemukanmu," jawabnya.
Caesar melepaskan pelukannya lalu memutar tubuh Alekta sehingga mereka saling berhadapan. Rasa rindu yang ada di mata Caesar bisa terlihat juga di mata Alekta.
Tanpa banyak bicara Caesar langsung mencium Alekta dengan lembut. Dia tidak bisa menahan lagi rasa rindunya pada wanita yang ada di hadapannya itu.
Alekta menikmati setiap permainan Caesar, kedua lidah mereka bertaut dan bermain di rongga mulut. Caesar tidak melepaskan ciumannya dengan cepat, sehingga membuat Alekta hampir kehabisan napas.
"Aku sangat merindukanmu," kata Caesar dengan lirih setelah melepaskan ciumannya.
"Aku juga sangat merindukanmu, Caesar." Alekta menjawab dengan napas tersengal-sengal.
Alekta menyadari jika dirinya masih berada di luar. Dia langsung membuka pintu apartemennya dan menarik tangan Caesar kedalam.
Rasa rindu dan hasrat yang dipendam dua hari lebih. Telah membuat Alekta tidak bisa menahannya lagi, dia menginginkan setiap sentuhan lembut dari Caesar.
Dia mencium bibir Caesar dengan penuh hasrat, tidak peduli dengan apa yang dipikirkan oleh pria yang ada di hadapannya itu. Yang diinginkannya adalah Caesar.
Caesar merasa senang, dia pun membalas ciuman Alekta. Permainan mereka semakin memanas, tangan Caesar tidak ingin diam begitu saja. Tangannya menyelusup kedalam pakaian Alekta.
Mereka berdua menghentikan ciumannya, Caesar langsung menggendong Alekta dan membawanya ke dalam kamar yang sudah ditunjukkan oleh Alekta.
Dengan senyum lembut tetapi penuh dengan hasrat Caesar menghempaskan tubuh Alekta ke atas tempat tidur. Dia membuka satu per satu pakaiannya, sehingga terlihat jelas tubuh Caesar oleh Alekta.
Caesar tersenyum tipis, dia langsung membungkukkan tubuhnya. Sehingga tubuhnya berada tepat di atas tubuh Alekta. Dia mencium bibir Alekta dengan penuh hasrat.
Tangannya mulai melepaskan satu per satu kancing kemeja yang dikenakan Alekta. Ciumannya menjalar ke leher lalu berhenti di dada Alekta. Dia bermain di atas puncak kenikmatan Alekta.
Tubuh Alekta menggeliat tatkala menerima setiap permainan Caesar. Tubuhnya hanya menginginkan sentuhan lembut darinya.
Hasrat mereka berdua mulai memuncak tetapi semua itu terhenti. Tatkala ada suara bel berbunyi, ada seseorang yang sedang menunggu Alekta untuk membuka pintunya.
Namun, Caesar tidak membiarkan Alekta untuk pergi begitu saja di saat hasratnya sudah memuncak. Suara bel terus berbunyi, itu membuat Caesar kesal dan akhirnya menghentikan semua permainan.
"Nanti kita lanjutkan lagi ya," ucap Alekta dengan lirih sembari tersenyum.
Dia sangat hafal jika saat ini Caesar sedang berada di puncak hasratnya. Namun, dia tidak bisa mengabaikan orang yang ada di balik pintu apartemennya.