Chereads / Annaya & Takdirnya / Chapter 26 - Hatinya secantik parasnya

Chapter 26 - Hatinya secantik parasnya

Sebastian tenggelam dalam ke sibukkannya memeriksa seluruh dokumen yang tersusun tinggi di meja kerjanya saat ini. Dokumen itu berisi laporan dari seluruh perusahaan yang bernaung di bawah atap ZCG yang ia pimpin saat ini.

Alih-alih dia duduk di balik meja kerja perusahaan besar ZCG, Sebastian lebih memilih rumah sakit untuk menyelesaikan semua pekerjaannya.

"Kopi?" Tawar seorang pria sambil meletakkan satu cup kopi hitam pahit untuk Sebastian.

"Gunakan tanganmu untuk mengetuk pintu sebelum masuk," ucap Sebastian tanpa melihat pria yang masuk dengan tidak mengetuk pintu.

"Apa begini caramu bicara pada seorang sepupu?" tanya pria bernama Daren William Parker yang notabenenya adalah sepupu Sebastian.

"Jangan bawa status dalam membahas sopan santunmu itu," jawab Sebastian sambil bangkit dari kursi kerjanya menuju sofa dengan tangan kanan membawa satu cup kopi pemberian Daren.

"Aku dengar operasimu lancar, dan jantung itu bekerja dengan baik di tubuhmu," ujar Daren yang kini juga telah duduk di sofa bersebrangan dengan Sebastian.

"Hmm, dan kamu membawakan kopi untukku," cibir Sebastian namun tetap meninum kopi pahit yang menjadi kesukaannya.

"Minum satu cup tidak akan membuat jantungmu meledak Bas," katanya santai sambil menikmati kopi americano miliknya.

"Rumah sakit ini tetap terjaga dengan baik, karena seluruh staff terjerat dalam aturan yang kamu tetapkan," ucap Daren menjelaskan kondisi rumah sakit selama kepergian Sebastian.

"Bagus," jawab Sebastian santai.

Daren William Parker adalah direktur utama ZCG HOSPITAL. Pria dengan perawakan yang juga rupawan ini memiliki karakter tenang dengan senyuman hangat, selain menjadi direktur utama dia juga menjadi seorang dokter ahli bedah sama seperti Sebastian.

Sebastian dan Daren memiliki prinsip kerja yang menjunjung tinggi kejujuran dan loyalitas pegawai secara menyeluruh, tanpa memandang latar belakang dan juga jabatan yang mereka sandang.

"Bagaimana dengan kakak ipar?" tanya Daren yang mengubah topik pembicaraan. Ia bosan jika terus membahas tentang pekerjaan yang pasti tidak akan ada habisnya.

"Untuk apa kamu bertanya?" tanya Sebastian dengan mengangkat sebelah alisnya sambil menatap tak suka pada Daren.

"Hanya penasaran, apa dia seperti yang di katakan oleh paman dan bibi. Ah, jangan lupakan kalau kakek selalu membanggakan istrimu setiap ada kesempatan. Jadi wajar aku penasaran," jawab Daren santai dengan menyandarkan punggungnya disofa.

Ia menyilangkan kaki dan melipat tangan dengan tenang menikmati reaksi kesal Sebastian yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.

"Berlebihan," ucap Sebastian sambil membuang muka, hatinya tiba-tiba kesal saat ini.

"Aku fikir juga mereka terlalu berlebihan, maka dari itu aku ingin membuktikannya sendiri." Terang Daren semakin memprovokasi Sebastian.

Tanpa menjawab apapun Sebastian bangkit dari duduknya dan kembali ke kursi kerjanya, lalu kembali memfokuskan diri pada tiap lembar dokumen yang ada dihadapannya saat ini. Sedangkan Daren tersenyum simpul sambil menutup matanya, ia ingin beristirahat sejenak.

***

"Bos, apa anda ingin makan sesuatu untuk makan malam?" tanya Smith begitu masuk keruang kerja Sebastian. Sebastian masih tampak larut dalam pekerjaannya tanpa mengingat jadwal makan dan istirahat.

"Bagaimana kabar dia hari ini?" tanya Sebastian balik tanpa menjawab pertanyaan asistennya.

"Nyonya lebih banyak menghabiskan waktu di dalam kamarnya, sehingga Rei tidak tau apa yang di lakukan nyonya, ia hanya bertemu nyonya saat ia mengingatkan nyonya jika waktu makan telah tiba," jawab Smith.

Sebastian menghentikan gerakan tangannya dan meletakkan bolpoin setelah mendengar apa yang di sampaikan oleh Smith.

"Apa dia fikir aku memenjarakannya?" tanyanya pada diri sendiri.

"Kalau itu saya tidak tau Bos," jawab Smith cepat.

"Apa aku bertanya padamu?" tanya Sebastian dengan dingin.

'Eh, memangnya bukan untukku pertanyaan itu? Lalu Bos bertanya pada siapa? Diruangan ini kan cuma ada kami berdua.' Monolog Smith dalam hati. Ia tidak mungkin bertanya langsung pada Bosnya itu.

"Keluar," ucap Sebastian dingin.

"Ttap--."

Smith menutup mulutnya begitu mendapat tatapan tajam Bosnya. Dengan segera ia melangkah pergi sebelum Sebastian benar-benar menendangnya keluar.

"Huff ...., kenapa harus aku yang jadi sasaran emosinya," gumam Smith ketika sudah duduk di kursinya dan mengeluarkan ponsel untuk memesan makanan cepat saji. Ia perlu banyak tenaga untuk menemani Sebastian yang memilih untuk lembur dirumah sakit.

****

"Daren, kamu bertemu dengan Ibas tadi?" tanya tuan besar di sela makan malam.

"Hmm, jika aku tidak menerobos masuk keruangannya mana mungkin aku bertemu dia," jawab Daren dengan senyum hangatnya.

"Lalu kapan dia akan membawa Annaya kemari, bibi sudah merindukannya," ucap Louisa pada Daren. Keponakan yang begitu di sayanginya.

"Kalau berharap manusia batu itu membawanya kemari dengan suka rela, itu ibarat kita berharap jika Romeo dan Juliet memiliki akhir yang bahagia bi," ujar Daren dengan senyum menggodanya menatap Louisa yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri.

"Benar, anak itu begitu keras kepala," sela Mussa membenarkan ucapan Daren.

"Kalau begitu Daren. Besok telpon orangtuamu, katakan jika aku mengundang mereka makan malam hari sabtu, untuk memperkenalkan Anna secara resmi," ucap tuan besar kepada Daren, cucu kesayangannya setelah Sebastian.

"Baik kek," jawab Daren menatap sayang pria tua yang begitu ia kagumi.

"Lalu bagaimana dengan Sebastian?" tanya Louisa.

"Tenanglah sayang. Biar itu menjadi urusan Ayah," ucap Musa pada istrinya.

"Benar Loui, anak itu biar menjadi urusanku," ucap tuan besar menatap sayang menantunya yang tidak lain adalah ibu dari Sebastian.

"Sekarang mari kita lanjutkan makan malamnya," ujar tuan besar yang di anggkui oleh semuanya.

Tanpa mereka sadari sedari tadi ada bocah yang mendengar pembicaraan mereka.Bocah itu makan dalam diam dan tenang duduk di kursi khusus balita yang terletak di sisi kanan Louisa tanpa memahami apa yang di bicrakan oleh orang dewasa.

***

"Menurut kamu, apa Anna akan menerima kehadirannya?" tanya Louisa. Kini ia telah berbaring di sisi suaminya, yang saat ini sedang duduk bersandar di ranjang dengan mata fokus membaca dokumen di pangkuannya.

"Kita akan lihat ketika Anna bertemu dengan dia, jangan terlalu mengkhawatirkan ini Loui," jawab Mussa yang kini fokus menatap mata Loui yang penuh ke khawatiran.

Ia melepas kacamata bacanya lalu meletakkaan di atas nakas bersamaan dengan menutup dokumen dan meletakkannya juga di atas nakas, lalu ikut membaringkan diri di sebelah istri tercintanya ini.

"Apa kesan pertamamu ketika melihat Anna?" tanya Mussa yang kini sudah membawa Loui kepelukannya.

"Hatinya secantik parasnya," jawab Loui yang sudah berada dalam pelukan suaminya.

"Kalau begitu apa yang perlu kita khawatirkan? Aku percaya semua akan berjalan dengan baik, bahkan jauh lebih baik," ucap Mussa yang semakin mengeratkan pelukannya dan mengelus sayang punggung istrinya.

Loui hanya mengangguk sebagai jawaban. Dengan harapan apa yang di katakan suaminya akan terjadi.

'Aku percaya kita akan melihat keluarga mereka yang kelak akan bahagia Loui,' ucap Mussa dalam hati penuh keyakinan. Lalu ia ikut tidur bersama istrinya yang lebih dulu sudah menyambut alam mimpi.