Setelah makan malam selesai, Anna dan anggota keluarga yang lainnya kini duduk di ruang keluarga yang memiliki ruang paling luas di antara yang lainnya dan juga tempat yang terjaga privasinya.
Anna duduk bersebelahan dengan Sebastian yang sedari tadi duduk dengan tenang tanpa menghiraukan siapapun. Sifat arogantnya memang sudah mendarah daging.
"Malam ini, aku sengaja mengumpulkan kalian semua untuk memperkenalkan Anna secara resmi sebagai anggota baru keluarga kita," ucap tuan besar dengan tegas menatap seluruh keluarga.
"Anna, ini bibi Noor Laila Parker. Dia adalah putri tertua dirumah ini, kakak dari papa mertuamu nak, dan ini adalah paman Hans Cristhoper Parker, suami sari bibi Laila," ucap kakek memperkenalkan mereka pada Anna.
"Saya Anna," ucap Anna sopan kepada kedua orang yang di perkenalkan padanya itu.
"Senang bertemu denganmu nak, dan selamat datang di keluarga kami," ucap Hans sambil tersenyum ramah. Sedangkan Laila hanya sedikit menyunginggkan senyum angkuhnya sambil menilai Anna dari atas hingga kebawah.
"Anna," panggil kakek dengan suara lembut.
"Ya," jawab Anna yang kini kembali menatap kakek.
"Perkenalkan mereka berdua adalah anak paman dan bibi, Daren William Parker dan Dania Alliandra Parker," ucap kakek saat memperkenalkan kedua cucunya pada Anna.
"Hai Anna, senang bertemu denganmu, kamu sangat cantik dan terlihat sangat muda juga," ucap Dania riang sambil mendekat kearah Anna dan duduk di sebelahnya.
Dania sangat mengagumi kecantikan Anna sejak pertama bertemu. Anna yang mendapat perlakuan seperti itu dengan refleks menggeser tubuhnya hingga ia bisa merasakan jika tubuhnya sangat dekat dengan Sebastian.
Namun begitu Sebastian tidak terusik sama sekali, malah ia menikmati aroma kopi yang menguar dari tubuh istrinya. Posisi seperti ini benar-benar menguntungkan bagi Sebastian.
"Dania. Bisa gantian tidak?" tanya Daren pelan.
Dania yang mendengar itu langsung bangkit dan kembali duduk di sebelah Daren dengan wajah tertekuk, rencana untuk dekat dengan Anna malah di rusak oleh kembarannya itu.
Sebastian melirik tajam kearah sepupunya itu, sementara Daren telah mengulas senyum karena berhasil menggoda Sebastian. Bukan ia tidak tau jika Sebastian begitu menikmati posisi Anna yang begitu dekat dengannya. Dan Daren merasa senang karena berhasil mengacaukannya.
"Aku Daren, sepupu suamimu, dan juga kembaran Dania," ucap Daren lagi memperkenalkan diri pada Anna. Ia tidak peduli akan lirikan Sebastian yang seperti memiliki arti, 'aku akan membunuhmu.'
"Aku Anna," jawabnya menatap kedua saudara kembar itu secara bergantian tanpa ekspresi. Anna akui keluarga ini memiliki paras yang begitu rupawan dan juga menawan.
"Anna, papa dan yang lainnya ingin menyampaikan hal besar, dan sangat penting kepadamu," ucap Mussa serius. Ia mengambil alih perhatian seluruh keluarga saat ini.
Sebastian cukup tau apa yang akan orangtuanya sampaikan, ia tidak berniat untuk menghentikannya, karena ini adalah apa yang seharusnya Anna tau sejak awal sebelum mereka menikah.
"Anna papa mewakili keluarga yang lain ingin minta maaf yang sebesar-besarnya padamu nak, ini terdengar seperti membela diri tapi kami melakukan ini karena memiliki alasannya," jelas Mussa menatap Anna serius. Sementara Anna mendengarnya dengan baik dan menatap balik ayah mertuanya dengan serius.
"Perkenalkan. Ini adalah Brayn Faraz Az-Zachary, putra kandung Sebastian," ucap Mussa menatap lekat menantunya ini. Ia sebagai kepala keluarga harus mengatakan hal yang sebenarnya meskipun ini telah terlambat. Karena jika menunggu Sebastian yang mengatakannya itu adalah hal yang paling mustahil.
Mendengar hal itu sungguh membuat Anna terkejut. Sebastian menyadari perubahan ekspresi Anna meski hanya sedikit, lagipula manusia mana yang tidak akan terkejut jika mendapat kenyataan segila ini fikir Sebastian.
Anna menatap lekat balita yang di perkenalkan padanya, balita yang awalnya duduk di sebelah ibu mertuanya kini duduk di atas pangkuan ibu mertuanya sambil meringkuk karena ketakutan, sementara Louisa menundukkan kepala sambil memeluk erat Brayn.
"Mussa. Kalian tidak mengatakan tentang anak ini padanya sebelum pernikahan?" tanya Laila yang bertujuan memprovokasi Anna. Ia yakin kali ini akan ada keributan yang bisa memojokkan keponakan angkuhnya itu.
"Laila diamlah!" Seru tuan besar pada putri sulungnya itu.
"Tap--."
"Hai Brayn," sapa Anna dengan suara lembutnya.
Laila sungguh di buat terkejut akan reaksi Anna hingga tanpa sadar ia membulatkan kedua bola matanya. Bagaimana wanita ini bisa begitu tenang, dan lihatlah tidak ada rasa marah yang seharusnya ia tunjukkan fikir Laila.
Anggota keluarga yang lain juga di Abuat terkejut meskipun mereka sudah menduga jika Anna akan menerima kehadiran Brayn. Mereka dapat menebak karakter Anna meski Anna mencoba menutupi dirinya dengan sikap tenang dan datar.
Louisa membisikkan sesuatu pada Brayn hingga membuat Brayn membalikkan tubuhnya dan melihat kearah Anna, hal pertama yang balita itu dapatkan adalah tatapan hangat yang Anna berikan untuknya, membuat Brayn membalas senyum Anna dengan senyuman lebar khas miliknya.
"Kemarilah," ucap Anna lagi sambil merentangkan kedua tangannya sebagai tanda agar Brayn mendekat padanya.
Mata indah Brayn lalu menatap neneknya untuk meminta izin, begitu mendapat anggukan dari Louisa dengan segera ia turun dari pangkuannya, dan langsung berjalan mendekati Anna yang duduk di hadapannya.
"Aku tidak percaya kalian bisa menutupi fakta sebesar ini," ucap Laila lagi mencoba kembali memprovikasi Anna. Dan Anna menyadari akan hal itu.
"Namamu Brayn?" tanya Anna pada balita yang sudah duduk di pangkuannya. Ia sama sekali tidak menghiraukan Laila yang mencoba memprovokasinya.
"Iya bi," jawab Brayn pelan sambil mengangguk menatap Anna dengan bola mata berwarna biru tuanya. Warna yang sama persis seperti milik Sebastian. Suaranya begitu merdu ditelinga Anna.
"Bas, bibi tidak percaya kamu bisa setenang ini di saat mereka memperkenalkan anak harammu ini kepada wanita yang baru kamu nikahi," ucap Laila lagi dengan cibiran meremehkannya. Jujur dia tidak suka dengan reaksi Anna yang seolah tidak perduli akan fakta ini.
"Tutup telingamu, jangan mendengar hal yang tidak baik," bisik Anna pada Brayn sambil tangan mungilnya menutup telinga Brayn.
Semua gerakannya tidak luput dari pandangan semua orang terutama Sebastian. Mendengar hal itu membuat Laila menahan kesal karena seolah Anna tidak menganggap keberadaannya.
"Anna, maafkan kami," ujar Musa lagi dengan lembut. Meski ia emosi atas apa yang dilakukan oleh kakaknya itu, tapi hatinya bisa menahan, karena perlakuan Anna yang begitu hangat pada cucunya.
"Bohong jika Anna tidak terkejut, tapi terlepas dari itu semua Anna juga tidak perduli," jawabnya pelan dan tenang.
Bagi Anna ini bukanlah hal yang besar meskipun ia merasa di bohongi, karena pada dasarnya pernikahan ini juga di landasi oleh keterpaksaan dan tidak ada cinta di dalamnya, jadi jika mereka menutupi sesuatu atau tidak itu bukanlah urusannya.
'Tapi, kemana ibu kandung anak ini? Jika pria ini sudah menikah bukankah aku istri kedua?' Monolg Anna dalam hati. Sebastian sangat tau apa yang ada di fikiran Anna namun ia enggan menjelaskan apapun.
"Anna kamu juga harus tau satu hal lain nak," ucap Mussa yang kembali menarik perhatian Anna.
Anna yang saat ini memeluk balita yang sudah tertidur di pelukannya dengan damai kembali menatap ayah mertuanya. Ia akan mendengar apapun malam ini yang mungkin akan membuatnya terkejut berkali-kali.
"Sebastian adalah pewaris tunggal Zachary group, atau biasa orang mengenalnya sebagai ZCG. Itu artinya kamu harus menjaga nama baik keluarga yang mulai sekarang kamu sandang nak," jelas Mussa tanpa basa-basi pada menantunya ini. Ia dapat melihat Anna yang sedikit mengerutkan alis karena bingung.
"Kakek adalah pendiri ZCG nak, kakek memutuskan untuk menjaga privasi keluarga demi kebaikan semua, kakek tidak ingin mengekspos segala hal tentang keluarga, itu sebabnya orang tidak tau siapa pemiliki sebenarnya ZCG, yang mereka tau perusahaan ini sangat besar dan maju," ucap Mussa menjawab kebingungan Anna.
Anna yang mendengar itu hanya diam sambil berfikir di mana ia pernah mendengar nama Zachary group yang tidak terasa asing baginya.
'Jika Zachary group adalah ZCG itu artinya lambang yang selama ini ia lihat adalah milik mereka? Lalu rumah sakit yang menjadi tempat perawatan Fateh selama sakit dan koma itu juga milik mereka?' Monolog Anna dalam hatinya.
Baginya fakta ini lebih mengejutkan dari apapun. Bagaimana ia tidak menyadarinya selama ini, padahal nama dan lambang itu cukup akrab baginya selama Fateh masih hidup.
Anna ingat bagaimana Fateh begitu bangga akan perusahaan itu meski ia hanya bekerja di salah satu anak perusahaan ZCG di kota D.
Anna tau Fateh sangat menyukai pekerjaan dan selalu menomor satukannya, bahkan ia lebih memilih bekerja di perusahaan itu dari pada membantu kak Fitra di persusahaan milik keluarganya. Fateh pernah berkata bahwa impiannya adalah bisa bekerja di salah satu anak perusahaan besar itu.
"Ma. Dimana kamar Brayn?" tanya Anna pada akhirnya. Ia tidak ingin lagi membahas atau tau apapun lagi, ini sungguh sangat mengejutkan dirinya daripada kenyataan bahwa pria itu telah memiliki seorang putra.
"Biar mama saja yang membawa Brayn ke kamarnya sayang," tutur Louisa lembut.
"Dia akan terbangun jika Anna memberikannya pada mama," jawab Anna yang mencari alasan agar ia dapat segera pergi dari pertemuan ini.
"Baiklah, kalau begitu ayo," ajak Louisa yang langsung di Turuti oleh Anna. Dengan hati-hati ia menggendong Brayn dan pergi menuju kamar balita tampan itu.
"Laila jagalah sikapmu," ucap tuan besar setelah memastikan Anna telah berlalu dari ruangan keluarga. Ia mengatakan hal itu penuh dengan penekanan dalam setiap katanya, ia ingin putri sulungnya itu sadar akan batasannya.
"Apa aku salah?" tanya Laila yang mencoba mengabaikan tatapan marah ayahnya.
"Hal yang paling aku sesali dalam hidup ini, adalah tidak bisa mendidikmu menjadi manusia yang lebih berguna sampai kamu sudah setua ini, aku malu pada cucu-cucuku," ucap tuan besar. Lalu ia bangkit dan pergi dari sana menuju ruang bacanya yang di ikuti oleh Mussa.
Daren dan Dania begitu kecewa atas sikap ibunya yang seperti itu, di tambah lagi kakek dan paman Mussa yang pergi dengan keadaan marah. Ah, jangan lupakan Sebastian yang menatap tajam Laila sebelum pergi meninggalkan ruangan itu.
Hans yang sedari tadi hanya menjadi pendengar yang baik pun, merasa malu atas sikap istrinya itu, entah apa yang membuat Laila semakin lama menjadi semakin buruk dalam bersikap, padahal ia merasa sudah cukup baik menjadi seorang suami dan juga seorang ayah.