Sudah lebih dari 2 minggu sejak semester baru di mulai, namun Adelia masih juga belum terbiasa. Ia harus merubah jadwal dan rutinitas yang biasa ia jalani di semester yang lalu. Kuliah di pagi hari, sore untuk masak, beberes, nyuci, belanja bahkan tidur siang. Malam untuk masak, makan malam bersama dan nonton tivi bareng.
Sekarang, ia bisa leluasa bangun lebih siang dan melewatkan sarapan. Ia akan makan siang lebih cepat, belajar sedikit, kemudian kuliah di sore sampai malam hari. Tidak jarang ia selalu mengantuk karena melewatkan waktu tidur siangnya. Ia akan sampai di asrama diatas jam 8 malam. Ketika teman-temannya seasrama sudah selesai makan, ia baru akan memulai masak. Kemudian ia akan nonton tivi dan ngobrol sebentar, sebelum akhirnya ia akan belajar lagi, sampai dini hari.
Walau sudah melewati program bridging, Adelia tetap masih shock menghadapi perkuliahan dalam bahasa Inggris. Kata-kata yang sudah di mengerti, buku-buku dan jurnal referensi yang harus ia baca lebih dari puluhan sehari, serta quiz-quiz dadakan yang suka diadakan sang dosen, sukses membuat diriya sengsara. Belum lagi intimidasi sosial yang ia rasakan di kelas. Teman-temannya yang rata-rata adalah pekerja profesional, tampil piyawai setiap mata kuliah berlangsung. Mereka dengan pengetahuan yang luas, pengalaman kerja serta kemampuan bahasa Inggris yang tentu saja cas cis cus, membuat Adelia merasa tegang.
Tidak jarang Adelia muncul di asrama dengan tampang kuyu, kusut, lemas dan lemah. Seperti malam ini, Adelia bahkan tidak ada energi untuk makan apapun. Padahal ia cukup mengoles roti dengan butter, dan minum segelas susu atau makan apel. Tapi tidak, mungkin tidak malam ini. Adelia memandang 4 buku yang sangat tebal, buku referensi untuk 4 mata kuliah yang ia ambil pada semester ini.
Adelia baru mengetahui bahwa garis-garis besar perkuliahaan yang terletak di portal kampus bukan sekedar hiasan. Itu merupakan timetable akurat tentang seluruh mata kuliah yang sedang ia ambil, lengkap dengan tugas-tugas apa yang harus ia selesaikan beserta bobot nilainya. Adelia sudah menghitung semuanya. Total ada 16 tugas, 8 kuis kecil dan 4 tes semester. Adelia memutuskan untuk mencetak garis-garis besar mata kuliahnya itu, tapi ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Saat ini otaknya seperti sedang bermain bola basket dengan raket tenis, dan membuat pikirannya begitu mumet. Ia membutuhkan entah teh hangat atau alkohol.
Sudah 2 mingg ini ia absen dari waterford. Uang hasil kerja musim panasnya ia habiskan untuk berbelanja baju dan sepatu. Ia dan Lisa sampai merendahkan martabat mereka, dan masuk ke toko baju-baju bekas untuk amal. Disitu mereka membeli rok, jas serta celana-celana kerja yang ternyata kondisinya masih sangat bagus dan modis. Bahkan kemeja-kemeja bahan setengah sutera, katun dan siffon ada ukuran Lisa dan Adelia. Mereka membeli deterjen dan pelembut termahal yang di jual di coles, dan merendam baju-baju itu semalaman. Setidaknya selama perkuliahan, mereka bisa tampil "hampir" setrendi teman-teman lokalnya. Mereka hanya perlu sedikit mencepol dan menebalkan make-up mereka.
"Tok tok tok...", suara pintu diketuk.
"May I come in?", tanya suara seorang cowok. Adelia bisa menebak. Itu adalah suara Gavin. Sontak Adelia berdiri dan memperbaiki penampilannya. Syukurnya ia masih mengenakan kemeja bahan siffon berwarna putih yang cantik, rok model pinsil hitam dan stoking yang juga berwarna hitam. Ia belum sempat mengganti baju seusai kuliah. Make-upnya sudah luntur dan rambutnya sudah ia cepol pasrah ke atas.
"Yes, it's not locked", jawab Adelia. Gavin muncul dengan senyum secerah matahari pagi. Cowok itu mengenakan kaos longgar tanpa lengan yang santai serta celana pendek dari bahan cargo berwarna coklat tua. Ia luar biasa tampan walau sesantai ini. Ia memegang HP miliknya.
"I need to print something, but I haven't got the time to buy a printer yet. Would you mind print it for me pleasee.....(aku perlu mencetak sesuatu, tapi aku belum sempat membeli sebuah printer. Apakah kamu gak keberatan bila mencetaknya untukku, tolongg...)", pinta Gavin dengan tampang yang sangat manis. Hah, siapa juga yang bisa menolak?
"Of course! Here is my email", jawab Adelia sambil mengambil HP milik Gavin, dan mengetikkan alamat emailnya. Ketika email itu sudah terkirim, Adelia segera memproses dokumen itu agar tercetak. Bukan dokumen yang tebal. Hanya hasil penelitian sebanyak beberapa belas halaman.
"Please sit down", perintah Adelia ramah, berdiri dan duduk di tempat tidur agar Gavin dapat duduk di kursi meja belajarnya. Gavin sambil tersenyum menuruti perintah Adelia dan duduk sambil menatap layar monitor laptop Adelia. Namun sekilas ia bisa melihat tumpukan "mimpi buruk" silabus-silabus Adelia, dan kemudian ia menatap wajah gadis itu yang sendu.
"Anything I can help?", tanyanya, mencoba meluruskan kekusutan Adelia. Gadis itu tersenyum datar. Tapi ketika ia melihat senyum Gavin, ia tidak tahan untuk tidak menggoda cowok itu.
"Well, it made my day seeing you smile like that hahahaha (Jadi, hariku lebih baik ketika aku melihat kamu tersenyum seperti itu hahaha)", goda Adelia kepada Gavin. Cowok itu tertawa. Sebagai cowok berumur 25 tahun, ia memang terlihat jauh lebih dewasa dari cowok-cowok yang berada di sekitar Adelia. Bahkan lebih dewasa dari Justin. Badannya lebih kekar, wajahnya terlihat lebih matang, cara bicaranya lebih menggoda namun berwibawa di saat yang bersamaan. Ada "sexual appeal" yang terpancar kuat dari seluruh tubuhnya.
"What is your biggest problem?", tanyanya dengan serius, tapi masih dengan senyum yang manis. Adelia berfikir sebentar.
"First, the English Language. Professional English. Not everyday conversation. Number 2, too much to do, not enough time. Number 3, regarding to the assignment, it is difficult, and I don't know where to start! (Pertama, bahasa Inggris. Bahasa Inggris yang profesional. Bukan bahasa sehari-hari. Nomor 2, terlalu banyak yang harus dilakukan, tapi tidak banyak waktu. Nomer 3, berkaitan dengan tugas-tugas, tidak hanya sulit, tapi aku juga tidak tau harus mulai dari mana!)", jawab Adelia dengan nada frustasi. Gavin manggut-manggut.
"It's good though (itu sebenarnya bagus loh)", tiba-tiba Gavin memberikan sedikit pujian. Adelia bingung. Apa yang bagus? Jelas-jelas sekarang pikirannya sedang buntu.
"What I meant is, it's good that you know the problem. Then we just need to figure out hot to solve it one by one. Do one at a time, from the easiest, from the most crucial, to the hardest and less priority (Maksud aku adalah, bagus bila kamu sudah mengetahui apa yang menjadi permasalahan. Kemudian kita hanya perlu mencari cara menyelesaikannya satu per satu. Kerjakan 1 hal dalam satu waktu, dari yang paling mudah, yang paling penting, sampai ke yang paling susah dan tidak terlalu penting)", jelas Gavin.
Ia kemudian membuka program microsoft excel dari laptop Adelia. Ia kemudian membuat sebuah tabel dengan judul "My assinment & test". Ia mengambil silabus-silabus 4 mata kuliah yang baru saja selesai Adelia cetak. Ia menuliskan satu persatu daftar tugas-tugas, test bulanan dan tes semester dari tiap-tiap mata perkuliahan, lengkap beserta bobot nilai, dan juga tenggat waktu dari tiap-tiap tugas itu. Kemudian ia mengurutkan tugas-tugas dan tes itu berdasarkan tenggat waktunya. Adelia melihatnya dengan takjub.
"See, by looking at this, you can figure out what you should focus on. As you can see, your next assignment it due next week, and it weight 5%. You can focus on that, but in the mean time, you can start little by little on the assigment that due in 2 months like this and this (Lihat, dengan melihat ini, kamu bisa mencari tahu apa yang harus kamu fokuskan lebih dulu. Seperti yang terlihat, tugas kamu berikutnya akan dikumpulkan dalam 2 minggu, dan bobotnya 5%. Kamu bisa mulai fokus dengan itu, tapi pada saat yang sama, kamu bisa memulai mengerjakan sedikit demi sedikit pada tugas yang akan dikumpulkan dalam 2 bulan seperti ini dan ini)", jelas Gavin sambil menunjuk beberapa tugas penting yang bobotnya hampir 40%. Adelia mengangguk-angguk seakan mendapat secercah harapan.
"You can add more items in this, such as, some trainings you want to attend, seminars, special classes that are available online and offline. Which are free from the school. I checked it out and there are so many free course from the library, computer lab, linguistic faculty to help students with language difficulties (Kamu bisa menambahkan beberapa item disini, misalnya saja, beberapa pelatihan-pelatihan yang ingin kamu hadiri, seminar, kelas-kelas khusus yang bisa di akses online dan offline. Yang tentu saja gratis dari sekolah. Aku suka memeriksanya, dan begitu banyak kursus-kursus gratis dari perpustakaan, lab komputer dan fakultas bahasa yang dapat membantu para mahasiswa dengan problem bahasa)", jelas Gavin lagi.
Adelia melongok ke arah laptopnya, sehingga jarak antara wajahnya dan wajah Gavin sangat dekat. Adelia tidak begitu memperhatikan, karena ia terlalu antusian melihat layar yang menunjukkan website perpustakaan Curtin yang menampilkan kursus-kursus yang sungguh sangat menarik. Ia tersenyum antusias, sementara Gavin yang berjarak hanya 5 senti dari bibirnya, mulai merasa grogi. Kok bisa ia grogi dengan wanita mungil yang baru ia kenal ini? Apakah ini cuma perasaan iba dan gemas?
"Gavin you are so amazing!", jawab Adelia sambil terus memencet dan menggeser mouse laptopnya agar ia bisa melihat pengumuman-pengumuman lain tentang "kursus gratis". Gavin hanya mengangkat pundaknya dan tersenyum bangga.
"Not only that, make a daily and weekly plan. Add exercise everyday, add watching TV, watching youtube, and do your hobbies daily. Add plans to go to the city, chat with your friends, and grocery shopping on a weekly basis. Make your self happier, and on schedule (Tidak hanya itu, buatlah jadwal harian dan mingguan. Tambahkan olahraga setiap hari, menonton TV, menonton YOutube, dan mengerjakan hobimu setiap hari. Tambahkan rencana-rencana untuk pergi ke kota, ngobrol dengan teman, berbelanja dalam program mingguanmu. Buat dirimu bahagian, namun terjadwal)", jelas Gavin lagi.
"Tok tok tok", pintunya kamar Adelia di ketuk, namun sedetik kemudian langsung dibuka. Ternyata itu adalah Maretha, sementara sang pacar, Bastian ada di belakangnya.
"Adelia, sorry banget baru ngabarin. Kamu tadi di denda 100 dollar karena ga bersihin dapur", tutur gadis itu dengan nada lempang. Adelia terperanjat. Satu semester ia lalui, belum pernah ia kena denda karena tidak membersihkan asrama. Apalagi giliran dapur, area yang paling berat untuk dibersihkan. Ia tidak ingat bila hari ini ada jadwal inspeksi, dan ia kebagian membersihkan dapur!
"Bukannya biasanya inspeksi itu hari Jum'at ya?", tanya Adelia.
"Eh iya, itu, sorry. Jadi kemaren si Ravi ngasiin jadwal kebersihan dan jadwal inspeksi yang baru. Aku lupa nempel di papan pengumuman, jadi gak tau deh itu jadwal ada dimana sekarang. Tapi temen-temen se-flat udah pada tau kok jadwalnya. Mungkin kamu aja yang gak sempet baca. Kemaren sore sebenarnya jadwal inspeksi, tapi kamu udah kuliah. Nah karena dapur kurang bersih, dia nyuruh kamu buat bersihin lagi. Karena hari ini kamu ga bersihin juga, ya akhirnya kena denda deh", jawab Maretha masih dengan nada lempang, dan masih bertengger di pintu kamarnya.
"Kok gak ada yang ngomong ke aku kalo seharusnya aku bersihin dapur hari ini? Kepada siapa cleaner nyampein pesan?", tanya Adelia dengan mulai emosi.
Suasana senyap... Maretha menatap Adelia dengan tatapan kebingungan...
"Oh, jadi si cleaner cuma ngomong ke aku donk ya. Jadi kamu gak dapet info soal ini dari siapa-siapa? Hemm...berarti harusnya aku donk yah yang nyampein... Waduh gimana donk? Sekarang dapur uda dibersihin tuh sama si cleaner, dan kamu tetap disuruh bayar denda. Sorry deh...", Jawab Maretha dengan tampang tidak berdosa.
Adelia hanya menatap dengan pasrah. Bagaimanapun, 100 dollar itu nominal yang sangat besar. sekitar 6 jam kerja di maya masala. Dengan uang sebanyak itu, ia bisa membeli 5 kemeja di toko barang bekas yang bagus, dan bahkan membeli 2 jas kerja yang bagus!
"It's ok, lain kali coba bertindak seperti seorang flatmate ya", jawab Adelia geram. Bukan kali ini saja Maretha membuatnya kesal. Sejak pindah ke flat 27, ada saja kelakuannya yang membuat Adelia geram. Dari memonopoli para anggota asrama, mengambil bahan makanannya tanpa ijin, sampai menumpuk-numpuk cucian kotor di wastafel yang entah kapan bisa ia cuci. Padahal satu flat juga tahu bila Adelia itu OCD parah dan paling tidak bisa melihat yang kotor dan berantakan seperti itu.
Adelia menatap tajam Bastian. Ingin rasanya ia berkata kasar dengan cowok itu, dan membuatnya melarikan pacarnya sejauh mungkin dari Adelia. Tidak, ia tidak cemburu. Ia hanya kesal saja karena dari hari ke hari, Maretha memperlakukannya seperti seorang saingan. Bukankah ia sedang membuang-buang waktu?
"Siapa lagi nih? Korban baru Del?", tanya Maretha sambil melirik ke arah Gavin. Adelia terkejut dan berusaha memproses pertanyaan Maretha. Tapi pacar Bastian itu hanya tertawa lirih, menggandeng lengan Bastian sambil menutup pintu kamar Adelia. Namun gadis itu sempat mendengar komentarnya sebelum pintu kamar itu benar-benar tertutup. "Dasar perempuan jalang".
Adelia geram dan gemas mendengarnya. Di saat ia telah menemukan solusi sementara untuk kegalauan perkuliahannya, ia di hadapkan pada ular berbisa yang seharusnya tidak ada hubungan dengannya, Maretha. Kalau saja Maretha tahu arti Adelia bagi Bastian, mungkin ia akan berhenti tertawa selamanya. Haruskah ia berlaku licik? Haruskah ia klaim Bastian lebih awal?
Bukan hanya Adelia yang sedang pusing tujuh keliling, Bastian juga sebenarnya tidak tenang ketika pacarnya itu pindah ke atas asramanya. Maretha kira ia akan memberikan kejutan yang luar biasa dan membuat Bastian bahagia. Tapi alih-alih merasa senang, Bastian justru lebih sering merengut dari pada mengajaknya bermesraan. Bukankah dengan begini hidup lebih indah? Makan pagi,siang malam bersama, belajar bersama, bahkan berangkat kuliah dan pulang selalu bersama. Alih-alih senang, Bastian mulai merasa MUAK.
"Ting nong....", bel berbunyi, dan Maretha dan Bastian yang berdiri tidak jauh dari pintu masuk dapat melihat siapa yang berada di luar. Hisyam! Maretha tersenyum sumringah! Ini kesempatan yang langka! Ia bisa membayangkan bagaimana "bahagianya" Hisyam bila memergoki sang pacar sedang berduaan di kamar dengan lelaki tampan lain?
"Helloooo come on in!", sapa Maretha ramah sambil mengajak Hisyam masuk.
"Adelia ada?", tanya Hisyam. Maretha mengangguk dan menunjuk-nunjuk kamar nomor 2 dengan gembira.
"Masuk,dia sedang menunggu kamu!", jawab Maretha dengan antusias. Hisyam tersenyum. Ketika ia beranjak berjalan menuju kamar Adelia, Bastian mencegatnya.
"Pergi dari sini!", Bastian sengaja membesarkan suaranya.
"Apa pasal dengan awak?", tanya Hisyam tidak kalah membentak Bastian.
"Disini tidak terima tukang pukul perempuan! Pergi!", katanya lagi.
"Not your business my friend. Adelia is my girlfriend. Aku bebas nak buat apa ajerr dengan dia", jawab Hisyam sambil memberikan senyum sinisnya. Bastian lebih mendekat dan mengepalkan tangannya. Ia sudah siap meninju muka tirus Hisyam. Namun Maretha tidak ingin perkelahian antara pacarnya berlangsung demi seorang perempuan yang tidak penting.
"Bastian stop! Apaan sih? Udah gak usah ngurusin percintaan orang lain!", bentak Maretha kepada Bastian sambil memeluk dada cowok itu. Bastian mundur beberapa langkah.
"Lo sendiri yang mulai!", kata Bastian. Tidak jelas kepada siapa Bastian mengatakan itu. Apakah kepada Hisyam yang sepertinya memulai pertengkaran, atau kepada Maretha yang memang sejak awal ikut campur ngurusin percintaan Adelia? Entahlah. Tapi memang saat ini mata Bastian berkilat-kilat marah menatap Hisyam. Pacar Adelia itu tersenyum sinis dan melangkahkan kakinya menuju kamar Adelia.
"tok tok tok...", pintu di ketuk, dan Hisyam langsung menghambur ke kamar Adelia.
"Hello my princess, how are you? Rindu sama Hisyam?", tanya cowok Malaysia itu kepada Adelia yang sedang duduk di kursi meja belajarnya. Sendirian. Dimana Gavin? Ternyata ketika terjadi cek-cok di koridor flat, Adelia buru-buru menyusupkan cowok itu ke kamar mandi, yang kemudian mengakses kamar Kotoko. Cewek Jepang itu tengah belajar dengan serius. Awalnya ia terkejut ketika melihat Gavin masuk ke kamarnya. Namun Gavin memberikan isyarat kea rah pintu kamar Kotoko, ada cek cok di luar. Ia paham dengan situasi yang berlangsung, dan membiarkan Gavin berada di kamarnya sampai Hisyam benar-benar masuk ke kamar Adelia.
"Hi Hisyam. Aku sedang belajar. Ada tugas banyak", jawab Adelia sambil menunjuk buku-buku yang bertumpuk dan silabus-silabus yang sudah ia cetak. tampangnya begitu kusut.
"Hemmm tak aper, Hisyam just want to say hello. Hisyam janji hanya 10 menit. Kemudian cowok itu mendekati Adelia dan memeluknya dengan posesif.
Sementara di luar, Maretha sedang menunggu kejadian luar biasa di koridor flat. Namun ia tidak kunjung mendengar pertengkaran antara cinta segitiga Adelia, Hisyam dan Gavin. Beberapa detik kemudian, Gavin malah keluar dari kamar Kotoko dengan santai! Maretha melongo sambil menatap Bastian. Pacarnya itu tidak bereaksi. Akhirnya Maretha mengerti. Bastian hanya memulai pertengkaran dengan Hisyam, agar Adelia mendengar dan secepat kilat bertindak untuk mengeluarkan Gavin dari kamarnya. Rencana licik Bastian berhasil. Tapi kenapa ia terlalu repot untuk membantunya?
Awas kau Adelia. Kali ini kau bisa lolos!