Sinar matahari memasuki kamar nomor dua, terlihat bayangan jeruji besik di dinding kamar itu. Adelia berusaha menggeliat tubuhnya, karena ia merasa kekakuan di beberapa bagian tubuhnya. Ia hirup dalam-dalam aroma pagi, naun ia mendapati aroma yang berbeda dari kamarnya yang biasa mewangi lavender. Ketika ia buka matanya lebar-lebar, tatapannya langsung terhalang oleh leher seseorang. Ketika ia mendongak ke arah atas, ia bisa dengan jelas menatap wajah Bastian!
"Tian!", pekik Adelia pelan karena menyadari bahwa kekakuan tubuhnya bukan tanpa alasan. Saat ini ia sedang berbaring menghadap Bastian, yang tentu saja juga berbaring di sebelahnya. Tangan kanannya ia selipkan di balik bantal, sedangkan tangan kirinya memeluk pinggang Adelia. Kaki kirinya membelit kaki Adelia, yang kemungkinan besar Bastian halu menganggap Adelia adalah guling. Mentang-mentang tubuhnya mungil dibandingkan ia. Kakinya berat, begitu juga dengan tangannya. Adelia tidak bisa bergerak.
"Tiannn... bangunnn", bisik Adelia. Mata terpejam cowok itu mulai bergetar, mulai terbangun dari tidurnya yang begitu nyenyak. Kalau di hitung-hitung, Cowok itu mulai tertidur sejak pukul 11. Sekarang sudah pukul berapa? Matahari sudah terang begini! Kok bisa-bisanya cowok itu tidur nyenyak di situasi seperti ini? Padahal tempat tidur ini saja cukup sempit untuk badan raksasanya!
Adelia mencoba mengatur strategi, sambil menatap cowok itu. Ini adalah jarak terdekat ia bisa bebas memandanginya. Jadi begini ya rasanya menikah. Ketika bangun pagi, kita bisa melihat wajah terlelap lelaki yang kita cintain. Ya kalau kita cinta. Kalau tidak, bagaimana? "Apakah mungkin suatu hari nanti ada cinta yang tumbuh di antara kita, Tian?", gumam Adelia dalam hati.
Pikirannya berkelana, memikirkan Justin. Cowok yang selama ini menjadi alter-ego Bastian, dalam pikiran Adelia. Mungkin salah satu alasan kenapa Adelia menyukainya adalah, karena Bastian. Hatinya sejak lama sudah tau, suatu hari nanti ia harus menyukai bahkan mencintai dan menerima Bastian sebagai pendampingnya kelak. Tapi rasa itu urung tumbuh karena sikap cowok itu yang begitu acuh, dingin dan penuh penolakan terhadap Adelia. Tapi ketika ia bertemu Justin... ia merasa... Bastian menyukainya, mencintainya, dan menerimanya apa adanya. Padahal jelas-jelas itu cowok yang berbeda!
Adelia tahu, hampir mustahil seorang Bastian menjelma menjadi seorang Justin. Seorang pendamping yang ia butuhkan. Justin sempurna, tapi ia bukan Bastian. Ia harus bersama Bastian, tapi ia tidak tahan dengan sikapnya (dulu). Yah, dulu, mereka selalu saling menghindari, karena kesal dengan perjodohan ini. Ternyata setelah lebih mengenal Bastian, dia tidaklah buruk-buruk amat. Ternyata, Bastian bisa sangat perhatian...
"Ngelamunin aku?", tiba-tiba Bastian berkata sambil menatap wajah Adelia, tepat di saat Adelia sedang melamun sambil menatap leher cowok itu! Memalukan! Refleks, Adelia menjauhkan wajahnya, sampai kepalanya kejedot dinding!
"Oucch!", kata Adelia sambil memegang kepalanya. Untung saja tidak begitu keras. Bastian terkekeh sambil menutup mulutnya dengan tangan kirinya. Ia kembali memejamkan matanya, seakan-akan ingin menyesapi keadaan, aroma, dan rasa yang ada saat ini. Bastian ragu, akankan hal seperti ini akan terulang lagi besok dan selamanya?
"Tian bangunnn. Gimana kalo pacar kamu yang garang itu tiba-tiba masuk ke sini?", tanya Adelia kuatir. Bastian mengerutkan wajahnya, dan sedetik kemudian ia tersenyum.
"Hooaaammmm", ia menguap sebesar-besarnya sambil merenggangkan kedua kakinya dan tangan kirinya. Tangan kanannya masih ia selipkan di bawah bantalnya.
"Sempit banget tempat tidur aku nih gara-gara kamu. Kamu tuh emang ngerepotin banget deh", kata Bastian pelan sambil terkekeh. Adelia manyun. Iya iya, dia memang merepotkan. Tapi sepertinya Bastian tidak begitu keberatan.
"Iya iyaa sorry. Tapi kamu harus bangkit sekarang. Aku lagi mikirin cara supaya bisa selamat keluar dari tempat ini hidup-hidup. AKu bener-bener gak mau ketauan sama siapapun. Kamu bisa mikirin caranya gak?", tanya Adelia.
Bastian akhirnya mengikuti saran Adelia. Ia bangkit dari tempat tidurnya, dan berdiri menghadap jendela. Sinar matahari pagi jam 7 menyinari wajah dan tubuh kekarnya yang hanya di balut kaos putih yang tipis. Ia kembali merenggangkan kedua tangan dan kaki panjangnya, sambil memejamkan matanya. Ketika selesai, ia bernafas dengan tenang, masih dengan mata tertutup. Adelia yang masih menempelkan kepalanya di bantal, tidak dapat menutupi kekagumannya akan sosok di depannya. Tanpa sadar, ia menggenggam erat bantal dengan tangan kirinya. Perasaan apa ini? Apakah sekarang ia menjadi salah satu pengagumnya?
"Mau sarapan dulu?", tanya Bastian. Adelia menggeleng.
"Oke oke, aku coba liat keluar dulu ya. Maretha kalo dateng juga pasti ngebel kok, atau minimal nelpon aku, jadi aku yang bukain pintunya. Udah santai aja", kata Bastian. Adelia refleks menatap pintu kamar Bastian. TIDAK TERKUNCI!
"Ting Nong!", bel berbunyi, Adelia dan Bastian saling berpandangan dengan bingung. Siapa yang dengan anehnya bertamu di pagi seperti ini? Beberapa detik kemudian, seseorang terdengar sedang membuka pintu flat 26 itu.
"Is Bastian here?", tanya seseorang, yang diyakini Bastian dan Adelia adalah Maretha! Adelia kontan berdiri dengan panik. Ia mondar-mandir tidak keruan. Bastian mencengkeram tangannya. Ia sedang mencoba berfikir.
"I don't know, He hasn't got out for breakfast yet. But I believe he's showering right now (Aku tidak tau, ia belum keluar untuk sarapan. Tapi aku yakin dia sekarang sedang mandi)", kata seseorang yang Bastian yakin adalah Ravi. Cowok itu sengaja berbicara agak keras, sepertinya ingin agar Bastian mendengarnya!
Bastian langsung menyambar handuk, dan menyambar tangan Adelia dan masuk ke dalam kamar mandi. Ia menyalakan shower. Tapi yang Bastian lupa adalah MENGUNCI PINTU!
"Tok tok tok.... Bastian! kamu di dalam?", Maretha tampak mengetuk pintu kamar Bastian. Adelia dan Bastian yang saat ini masih berdiri kaku di dalam kamar mandi, mencoba tenang. Toh kalo tidak dijawab, pasti Maretha percaya kalau ia sedang mandi.
"Kreettt", terdengar pintu kamar Bastian dibuka oleh seseorang! Adelia dan Bastian kontan terlonjak kuatir! Apa-apaan ini! Kok bebas sekali Maretha langsung buka-buka pintu?
"Tok tok tok...Bastian! Kamu lagi mandi?", tanya Maretha lagi.
"Iyaaaa apaan sih? Tunggu aku di luar. Kamu ngapain pagi-pagi gini uda dateng?", tanya Bastian di sela-sela suara shower.
"Aku mau ajak kamu jogging, trus mau ke coles buat belanja. Yuk cepetan", kata Maretha.
"Iyaaaa bentar. Tunggu aja di dapur. Bikinin aku kopi", perintah Bastian. Mereka masih berusaha untuk bernafas dengan tenang. Sepertinya sekarang pacar Bastian itu sudah berjalan menuju dapur. Tapi 2 menit kemudian...
"Kreettttt", tanpa aba-aba, Maretha membuka pintu kamar mandi! Apa-apaan ini!
"Ya ampun Maretha! Ngapain kamu masuk! Aku lagi mandi!!!", teriak Bastian panik. Tampak wajahnya menyembul dari balik tirai shower berwana abu-abu muda itu. Sebuah keputusan yang tepat menyembunyikan Adelia ke kamar sebelah. Sukurnya itu adalah kamar Ravi. Maretha terkekeh melihat Bastian panik. Walaupun Bastian belum benar-benar membuka bajunya, tapi ia benar-benar panik dengan "kemajuan" Maretha yang sudah berani bertindak seperti itu.
"Kenapa sih Bastian, toh nanti ketika kita menikah, kita juga bisa mandi bersama", kata Maretha dengan Halu. Adelia yang mendengar dari kamar Ravi, kontan mual. Bastian sendiri semakin panik. Ia tidak mau Adelia menjadi salah paham dan mengira kalau hubungannya dengan Maretha sudah sejauh itu.
"Apaan sihhhh, ya nanti ya nanti. Sekarang udah kamu keluar dulu, bikinin aku sarapan dehhh", kata Bastian.
"Eehhmm ogah. Enak aja. Aku tunggu kamu disini aja. Udah mandinya jangan lama-lama", kata Maretha.
"Ihh apaan sihhhh, keluarrr", kata Bastian lagi. Adelia yang melihat bahwa pertengkaran mereka ini setidaknya akan membutuhkan waktu beberapa menit, berinisiatif untuk lari secepat kilat keluar dari flat 26. Ia membuka pintu kamar Ravi, celingak celinguk ke kiri dan kekanan. Ketika ia yakin tidak ada yang melihatnya di koridor, ia berlari secepat mungkin keluar dari flat 26. Ravi yang menyaksikan pelariannya, tidak tahan untuk tidak tertawa.
Ketika Adelia sampai di flat, tidak satupun teman serumahnya yang berkeliaran di common room. Syukurlah. Ia melanjutkan masuk ke dalam kamarnya. Ia menghirup dalam-dalam aroma kamar itu. Lavender bercampur dengan baru pagi. Aroma yang berbeda dengan kamar Bastian. Ketika ia menghirup lebih dalam lagi, ia dapat menghirup wangi Bastian! Ia mengendus-endus lengannya,rambutnya, semua....semua wangi Bastian!
"AAARRRGGHHH, kenapa jadi gini sih! Aku harus cepet-cepet ngilangin aroma laki-laki ini", pekik Adelia pelan. Aroma ini mungkin yang menyebabkan jantungnya berdetak tidak beraturan dan nafasnya tersengal-sengal. Mungkin lari dan menaiki tangga dengan kecepatan penuh salah satu penyebabnya juga. Tapi, ia benar-benar tidak bisa terlibat dengan pacar orang lain untuk saat ini. Walaupun itu Bastian, sekalipun!
Adelia mandi dengan mengusap-usap sabun susu domba aroma lavender itu berulang-ulang. Ia pijat-pijat tangan dan kaki yang selama berjam-jam menjadi guling bagi cowok itu. Ia keramas rambutnya sampai 2 kali, memastikan tidak ada aroma Bastian yang tersisa. Hebatnya, Adelia sampai benar-benar lupa dengan luka yang membiru di tulang keringnya. Bastian memang sosok yang hebat, ia bisa menghilangkan penderitaan Adelia karena Hisyam begitu saja!
Sambil mengeringkan rambutnya, Adelia memikirkan strategi untuk mengenyahkan Hisyam selamanya dari hidupnya. Tapi cowok itu terlalu kuat, dan jaringannya juga terlalu luas. Mungkin ia harus menyecek wilayah-wilayah yang memiliki cctv, agar bila kejadian seperti ini terulang, ia bisa memiliki bukti penyiksaan fisik. Tapi, apakah Adelia sanggup menerima kekerasan seperti itu lagi? Tentunya bila ia mengadukannya begitu saja, siapa yang mau percaya? Tidak banyak saksi yang cukup meyakinkan.
Adelia memutuskan untuk membeli sarapannya di konter sandwich subway yang berada di kompleks coles. Ia berencana untuk berbelanja mingguan, sambil meluruskan fikirannya. Ia mengenakan celana panjang untuk menutupi tulang keringnya yang masih membiru. Sukurnya bibirnya yang terluka bisa ia tutupi dengan concelear. Ia menyemprotkan parfum dari Justin. Sahhh, aroma Bastian sudah hilang dari ujung rambut ke ujung kakinya. Ia ingin memulai lembaran baru dan semangat baru. Ia akan membuat perhitungan dengan Hisyam, dan mungkin… bila mungkin… bersama Justin lagi.
Adelia berjalan dengan gontai sambil melihat pemandangan pukul 8 pagi. Mayoritas mahasiswa S1 sudah berangkat ke kampus. Mahasiswa S2 mungkin masih tidur atau sedang sibuk mengerjakan tugas-tugas mereka. Beberapa mahasiswa yang tersisa kemungkinan besar masih sarapan di flat mereka masing-masing, atau menyelesaikan rutinitas olahraga mereka. Kompleks KV begitu lenggang.
Ketika Adelia melewati tempat parkir, ia melihat sepasang kekasih yang menggunakan pakaian olahraga sedang berpelukan dan berciuman. Adelia begitu kikuk karena harus melewati mereka dalam perjalanannya ke coles. Tapi ketika ia benar-benar dekat, Adelia menyadari siapa sepasang kekasih itu. Lisa dan Justin! Adelia terpaku, sampai ia menghentikan langkahnya. Kedua sejoli itu masih saja meneruskan ciuman maut mereka, sampai semenit dua menit berlalu. Ciuman yang pernah membuai Adelia. Ada rasa terbakar yang menggerogoti dada Adelia. Ia tidak menyangka bila Justin tega membagi ciuman itu kepada orang lain...
"Wah wah wahhh mesra amat ya mereka", tutur Maretha yang tiba-tiba muncul dari belakang Adelia. Kontan Adelia menoleh ke arah belakang. Maretha bersama Bastian. Keduanya mengenakan pakaian olahraga, dan sepertinya juga berencana untuk berjalan ke arah coles. Memergoki Lisa dan Justin berciuman saja sudah cukup memalukan. Lah sekarang justru terpergok sedang memergoki orang lain berciuman, sungguh lebih memalukan lagi! Adelia sekarang seperti seorang pencuri.
Ternyata Lisa dan Justin mendengar komentar Maretha dan melepaskan bibir-bibir mereka yang sudah membengkak. Tidak bisa dibayangkan berapa lama yang mereka berciuman sebelum Adelia muncul. Sontak Lisa yang melihat Adelia, langsung tersipu-sipu malu. Justin justru sebaliknya, ia panik dan mengalihkan pandangannya dari Adelia.
"Wah, kita ganggu donk. Makanya, kalo mau mesra-mesra, get a room! (cari kamar)", goda Maretha yang membuat Lisa bertambah malu. Ia menutup mulutnya dan tersenyum ke segala arah. Justin justru melepaskan pelukannya dari Lisa, dan berjalan menjauh.
"Aku lanjut lagi ya, tanggung tadi cuma 2 putaran", kata Justin sambil berjalan mundur, dan memberi gesture akan jogging di lapangan sebelah KV. Ia melambai ke arah Adelia, Bastian dan Maretha.
"Byeeeee", kata Maretha sok ramah. Sekarang pandangannya beralih ke Adelia yang masih terpaku, dan Lisa yang masih malu-malu. Entah kenapa ada kepuasan batin di diri Maretha melihat Adelia terpuruk seperti itu. Ia tau pada malam Adelia di lamar, Justin tampak begitu cemburu dan marah. Di malam itu juga, Adelia beberapa kali mencuri pandang ke arah Justin. Jelas sekali mereka masih memiliki rasa satu sama lain.
"Ok kita duluan ya, mau belanja ke coles dulu. Byeee", pamit Maretha sambil mengapit lengan Bastian. Adelia dan Lisa melihat mereka dengan keheranan. Siapa juga yang peduli mereka mau kemana. Adelia yang masih shock melihat Justin dan Lisa, tidak mampu berkata-kata kasar ke Maretha. Oh, andaikan saja Maretha tau dengan siapa paarnya tidur tadi malam ho ho ho...
"Adellll akhirnya aku jadian sama Justin uhuuyyyy", kata Lisa sambil melompat-lompat ke arah Adelia. Gadis itu berusaha tersenyum manis.
"Wowwww, sejak kapan kalian jadian?", tanya Adelia. Ia kok ketinggalan berita.
"Hemmm sebenarnya sejak si Hisyam ngelamar kamu gitu deh. Jadi mungkin itu bikin Justin terinspirassiiiiii untuk menyatakan perasaannya", Lisa berkata sambil tersenyum antusias. Ia mengatupkan genggaman tangannya dan menempelkannya di rahang tegasnya. Matanya mengerjab-ngerjab. Jelas sekali gadis itu sedang di mabuk asmara.
"Ah hahaha bagus deh kalo ternyata lamaran romantis aku kemaren berhasil menginspirasi banyak orang untuk jadian", kata Adelia lirih.
"Ahhhhh I know right. Jadi kita semua berpasangan! Aku dan Justin, kamu dan Hisyam, Bastian dengan errhmm siapa itu tadi perempuan namanya? Yang temen serumah kamu? Ah entahlah. Nah karena kamu telah begitu berjasa, pagi ini aku akan traktir kamu makan. Tadinya aku mau ajak Justin sarapan di coles, tapi kayaknya dia masih mau joging lagi tuh. Ya udah deh ama kamu aja. Yuukkkk", kata Lisa menyeret tangan Adelia menuju coles. Adelia hanya tersenyum tipis sambil ikut berjalan mengikuti Lisa.
"Drtttt…. Drtttt", HP milik Adelia bergetar. Ia mencoba untuk membuka pesan WA itu. Dari Justin.
"I'm sorry Del, tapi aku gak akan selamanya bisa nungguin kamu. Aku harap kamu bahagia dengan laki-laki pilihan kamu. Atau lebih tepatnya, laki-laki yang tidak akan pernah bisa kamu hindari itu."
Adelia secepat mungkin menyembunyikan HP miliknya. Justin sekarang adalah pacar milik orang lain. Sama seperti Bastian. Ia sungguh lugu mengira Justin akan membantunya lepas dari Hisyam, dan akan menjadi tempat ia bisa kembali. Ternyata kesabaran Justin ada batasnya, lain halnya dengan kegalauan Adelia. Ia paham sekarang.
"I'm happy for you, Lisa", kata Adelia sambil tersenyum ke arah sahabatnya itu. Entah kenapa sekarang ia merasa sangat muak dengan aroma parfum yang sedang ia gunakan.