Manda duduk di atas sofa di dalam kamar Erlan. Tangan kanannya memegangi kepalanya dan ia terlihat sedang berpikir keras. Manda dan Erlan sudah sampai rumah beberapa jam yang lalu. Tiba-tiba saja ketiga sahabatnya ingin menemuinya sekarang juga atau mereka datang ke rumah Erlan.
Manda menjadi takut karena ia tidak mau melihat tatapan benci dari orang terdekatnya. Sudah cukup keluarga bahkan keluarga Erlan yang sangat membencinya membuat dirinya sangat rapuh, hancur, dan sangat putus asa. Bagaimana jika mereka juga akan sama seperti keluarga Manda yang bahkan sampai sekarang belum mengabarinya sama sekali seakan Manda sudah pergi hilang dan tidak pernah akan ada lagi.
"Kenapa Erlan jahat banget sih! kenapa harus buat mereka kepo sama Aku? gimana kalau mereka jadi benci Aku!!" kesal Manda yang sangat putus asa dan pasrah akan keadaan, sambil mengusap air matanya yang sudah deras turun.
Ya setelah antrian itu, Manda marah pada Erlan, emosinya tiba-tiba saja sangat meningkatkan bahkan melihat wajah Erlan pun Dia enggan. Bawaannya ingin marah dan ingin memaki Erlan habis-habisan. Tapi itu bukan Manda sekali, akhirnya ia hanya bisa diam, menangis dan kelimpungan sendiri.
Telepon genggam Manda tiba-tiba saja berbunyi. Kali ini bukan dari Dera tapi Hanin. Membuat jantung Manda semakin berdebar hebat. Dengan pasrah Manda akhirnya memutuskan untuk mengangkat telepon dari Hanin.
"Halo Man?"
Manda diam, tidak merespon panggilan Hanin. Ia merasa malu sekarang dan sekaligus takut membuat dirinya bahkan tidak bisa mengeluarkan kata-kata.
"Maafin Aku ya, udah paksa Kamu untuk ketemu sekarang ini."
Kali ini suara Dera yang terdengar dari sana. Manda tiba-tiba berpikiran yang tidak-tidak, instingnya mengatakan bahwa ketiga sahabatnya sudah tahu apa yang sedang menimpa Manda. Manda menutup mulutnya dengan satu tangannya menahan suara isak tangis dirinya.
"Reno udah cerita. Apa yang terjadi antara Kamu sama Erlan."
Dan tepat, dugaan Manda sangat tepat.
"Erlan juga udah cerita semuanya, sekarang kita lega Kamu aman bersama Erlan."
"Manda, kalau keadaan Kamu sekarang enggak memungkinkan untuk ketemu, ya udah gak papa. Tapi Aku cuman minta Kamu ingat kata-kata Aku. Aku, Hanin, dan Dera selalu ada buat Kamu."
Suara lembut Mira membuat tangisan Manda semakin deras. Apalagi mendengar bahwa sahabatnya masih mau menerimanya.
"Kayaknya kita bikin Kamu tambah banyak pikiran ya Man? Maaf ya kalau kita ganggu Kamu terus akhir-akhir ini karena kita khawatir sama Kamu. Kalau gitu Aku tutup teleponnya ya."
Erlan masuk ke dalam kamar lalu menatap Manda yang sedang menangis dengan ponsel yang ada di telinganya membuat kening Erlan berkerut. Manda yang sudah tidak terhubung dengan sahabatnya masih saja menangis padahal ia sudah berusaha menjawab kata-kata Hanin dan teman-temannya namun tangisan ini membuatnya sulit berucap.
"Jadi? meraka gak mau sama Kamu?" tanya Erlan yang sudah duduk di tepi kasur menghadap ke arah Manda yang duduk di sofa kamar.
Manda sedikit terkejut, ia tidak mendengar suara pintu terbuka dan tiba-tiba saja Erlan sudah ada di hadapannya. "Kamu cerita ke mereka?" tanya Manda kepada Erlan.
Erlan menganggukkan kepalanya dengan santai. "Kalau mereka memutuskan untuk tidak lagi mengenalmu biarkan saja, lagian jangan menangisi mereka buat apa!"
"Bukankah kata-katamu terdengar kurang pas umtukku?" tanya Manda dengan niat nada bicara Erlan yang terdengar akan mencaci-maki sahabatnya dan terdengar sangat sombong dan mengejeknya.
Erlan terdiam sejenak, ia menelan ludahnya. Erlan lupa mengontrol kata-katanya. Ia terbiasa bersikap acuh tak acuh sampai lupa dengan siapa ia berbicara.
"Terimakasih."
Erlan menatap Manda dengan bingung, nangis tiba-tiba terimakasih? Manda mengusap air matanya lalu menatap Erlan dengan malu-malu. "Mereka tidak marah, Aku terlalu negatif dan jahat dengan mereka. Terimakasih udah kasih saran dan udah mau ceritain semuanya kepada mereka."
Dari sini Erlan dapat menyimpulkan bahwa sahabat Manda masih menerima Manda. Ada sedikit kelegaan dalam hatinya. Sebenarnya sesudah sampai di rumah, Erlan meminta bantuan kepada Reno dan Gani agar menceritakan semuanya. Erlan juga berbicara kepada tiga sahabat Manda melalui telepon. Bukan menyuruh baik kepada Manda, hanya menceritakan dengan segala kejujuran dan menerima atau tidak Erlan memasrahkan kepada tiga sahabat Manda.
"Mau makan?" tanya Erlan yang mengubah topik sedih dan canggung ini.
Manda menganggukkan kepalanya. "Erlan, boleh Aku yang masak?" pinta Manda tiba-tiba.
"Gak usah, rumah ini punya pembantu," ujar Erlan langsung tanpa tahu bahwa Manda sedang mengidam hal itu. Manda yang mendengar jawaban Erlan yang bisa menganggukkan kepalanya pasrah, apalagi yang bisa ia buat?
. ....
Acara makan tadi membuat Manda lega karena ia tidak bertemu dengan mertuanya. Ia hanya makan berdua bersama Erlan seperti biasa. Sudah tiga kali ia duduk di meja makan itu tapi tidak pernah sekalipun ia makan bersama anggota keluarga Erlan lainnya. Hanya bersama Erlan.
Eh, pernah sekali di malam menyeramkan itu. Ketika Manda dan Erlan resmi menjadi suami istri dan akan diusir dari rumah. Kenangan yang sangat buruk.
Manda baru saja membersihkan badannya, ia melihat di kamar sudah tidak ada Erlan. Laki-laki itu semenjak mereka tinggal di rumah ini selalu datang dan pergi tanpa alasan. Manda mengeringkan rambutnya dengan handuk sambil menghadap ke cermin.
Semenjak masuk ke dalam kamar Erlan, Manda sangat terpukau dengan simpel, rapi dan lengkap kamar Erlan. Semua yang Manda butuhkan setelah mandi banyak tersedia. Bahkan hair dryer pun ada di kamar Erlan.
Manda menjemur handuk yang ia pakai lalu menuju kasur dan bersiap untuk tidur. Ini kebiasaan Manda semenjak ia hamil. Tidak bisa tidur terlalu malam alias begadang, tetapi sekalinya ia melek, membuka mata, maka setelah itu ia tidak bisa tidur lagi. Entah itu ia baru tidur beberapa jam saja.
Manda meletakkan guling di tengah-tengah kasur. Ini sudah menjadi kebiasaan Manda, kecuali saat mereka di rumah kontrakan waktu itu. Kasur terlalu kecil dan susah untuk memberi batas di antara mereka berdua. Berbeda dengan kasur Erlan yang bahkan Manda guling-guling pun akan sangat memungkinkan.
Ketika Manda akan merebahkan tubuhnya, Erlan masuk ke dalam kamar. Suara pintu membuat Manda langsung menghentikan gerakannya. "Aku akan mandi, Kamu tidur duluan saja," kata Erlan.
Manda menganggukkan kepalanya, ia langsung menurut dengan melanjutkan kembali gerakannya. Ia merebahkan tubuhnya lalu menaikkan selimutnya. Manda menghadap ke arah balkon, membelakangi tempat tidur Erlan nanti.
Manda mengelus perutnya, seperti malam biasanya. Ia berbicara melalui batinnya dengan sang buah hati. "Terimakasih sudah baik-baik saja ya, anak pintar. Sekarang kita harus istirahat, maaf kita menangis tadi. Sudah malam, kita tidur ya, anak pintar."
Manda akhirnya memejamkan matanya, menjemput mimpinya.
Erlan baru saja selesai mandi dan melihat Manda yang mengelus perutnya. "Apa sakit lagi?" pikir Erlan.
Erlan melempar handuknya di sofa lalu menuju Manda. "Apa baik-baik saja?" tanya Erlan dengan lantang yang membuat Manda sudah hampir terlelap langsung terbangun.