Manda membuka matanya karena ketukan pintu kamarnya. "Man, Manda bangun Man. Kita sholat jamaah yuk." Suara panggilan Bude membuat Manda kembali tersadar bahwa ia sedang dirumah ayahnya, tanpa Erlan.
"Iya Bude."
Manda mendudukkan tubuhnya lalu mengambil air wudhu dan segera menyusul keluarganya. Sesampai di sana Manda melihat Ayahnya yang sudah lebih baik bahkan sudah mengimami kami semua.
Di lain sisi Erlan masih berjuang di dalam kamar mandi, ia muntah-muntah hebat bahkan ia sama sekali belum memasukkan makanan ke dalam perutnya, tapi ada saja yang ia muntahkan.
Oekk.. Oek... Ooeekk....
Erlan sudah lemas tak berdaya, ia mengelap mulutnya lalu bersandar pada tembok kamar mandi. "Man-" kata kata Erlan berhenti, ia baru ingat bahwa ia masih di apartemen Reno. Dan Manda masih marah padanya, yang entah apa penyebabnya.
"Sumpah ya! Engga Reno gak Lo, muka pada berubah serem semua, badan pada loyo semua. Anjing untung Gue gak ikut-ikutan," kata Gani saat memasuki kamar tamu apartemen Reno.
"Eh Lan Lo kata mau kerja, yakin Lo mau kerja? keadaan kek gini?" tanya Gani dan Erlan mengangguk lemas, hari ini ia harus menumpuk surat lamaran pekerjaan lumayan gaji yang di dapatkan.
"Lo bisa pergi gak Gan, Gue mau mandi." Gani membulatkan bibirnya lalu mengangguk. Setelah Gani pergi Erlan berusaha berdiri semampunya, efek dari muntah-muntah itu cukup menguras semua tenaganya.
Erlan meminjam baju milik Reno ia nanti akan mengenakan seragam yang ada di loker kantornya. "Yakin Lan? bisa bawa motornya? Ijin sekali gak masalahkan Lan, udahlah di rumah aja," tanya Gani sekali lagi. "Muka Lo aja kek mayat gitu anjir," tambah Gani.
"Gue yakin, paling juga nanti gak lemes lagi. Dah Gue berangkat ya." Erlan melangkah lalu menuju parkiran motornya.
...
Manda baru saja dari kamar Ayahnya, beliau tanya tentang hubungan Manda dan Erlan, tapi Manda menjawab bahwa masalah mereka sudah selesai dan berbohong ia akan pulang sekarang.
Manda menghela nafasnya, mau tak mau ia harus pulang sekarang. "Loh mau pulang Man?" tanya Tante Manda yang kebetulan melewati kamar Manda.
"Iya Tan, Bude mana Tan? Manda mau pamit." Tante Manda menunjuk dapur, Manda terlebih dahulu pamit ke Tantenya. Setelah berpamitan dengan semuanya Manda turun dia akan memesan taksi saja.
Manda di kejutkan dengan kehadiran orang yang familiar baginya. "Loh Manda?" tanya kaget Gani yang sedang membeli lampu di toko Manda.
"Kok Lo ada di sini Man?" tanya heran Gani. "Ini toko Ayahku, atas udah rumah aku," jawab Manda. Gani mengangguk lalu membayar lampu itu.
"Eh Lo mau balik? Bareng aja, tenang di dalem ada Reno kok jadi gak berdua doang." Manda menolak ajakan Gani ia tak ingin pulang ke rumah sekarang, ia ingin berkeliling dulu hitung-hitung melepas penat.
"Sekalian aja Man, malah lebih cepat sampai rumahkan kamunya," kata tiba-tiba Bude Manda yang baru saja turun tangga, menghampiri Manda.
Manda menghela nafasnya mau tak mau ia menerima ajakan Gani. "Iya deh, Manda pamit ya Bude. Assalamu'alaikum." Gani berpamitan pada Bude Manda lalu mempersilahkan Manda untuk masuk ke mobilnya.
Manda membuka pintu mobil bagian belakang, lalu duduk di belakang, terlihat Reno yang sedang bersandar di jok depannya. Gani menutup pintu lalu melajukan mobilnya.
"Emang kurang ajar tuh Erlan, bisa bisanya lampu ring Gue hancur. Emang manusia bison deh si Erlan, punya masalah sih punya masalah tapi jangan rusak fasilitas dong," racau Reno. Gani menengok spion di atasnya melihat Manda yang sedang menatap Reno.
Gani mencubit tangan Reno yang dekat dengannya berusaha memberi kode pada Reno untuk berhenti meracau. "Apa Sih Gan! Lo kek Dera deh lama lama, suka nyubitin orang. Gue lagi kesel nih udah wajah Gue babak belur gara-gara Erlan, kaki Gue juga gara-gara Erlan. Padahal kan Gue cuma bilang lampiasin ke ring, eh malah Gue yang jadi sasarannya."
Gani terus mencubiti tangan Reno, karena Reno jengah akhirnya Reno memegangi tangan Gani agar tak mencubit lagi. Gani menatap wajah Manda lewat spion diatasnya terlihat Manda yang memandang Reno dengan tatapan datar.
"Sakit tolol! Tapi ya Gan, kira-kira Erlan sama Manda tuh lagi kenapa ya? Erlan gak pernah loh uring-uringan gara-gara cewek sampai kayak gitu. Eh Erlan kan memang gak pernah deket sama cewek. Tapi aneh banget ya, harusnya tuh Manda bersyukur dapat Erlan. Udah ganteng, tajir, mau di ajak mandiri, ini malah di usir." Gani lagi lagi melihat ke arah Manda lewat spionnya sekarang tatapan Manda sulit untuk diartikan, bingung, kesal, dan entahlah.
Manda menatap Reno dengan tatapan bingung dia melihat sekilas wajah Reno yang banyak memar bahkan ia melihat kaki Reno yang terbungkus perban karena Reno pakai celana pendek.
"Bingung Gue sama cewek. Padahal Erlan sampe jualan kaos sama sepatunya. Kurangnya dimana coba? Bahkan nih ya Erlan sampai mau nanggung sendiri masalah dia tentang--mmmpph." Gani mendekap mulut Reno yang terus terusan nyerocos saat lampu merah. Gani memberikan kode pada Reno untuk melihat ke belakang.
Reno melotot tak percaya, "Anjir kok Lo gak bilang sih Gan," bisik Reno pada Gani. Gani memutar matanya jengah, "Gue udah ngasih kode berkali kali bangkek," bisik Gani.
Manda menatap Gani dan Reno yang sedang berbisik itu, ia penasaran dengan kelanjutan kata Gani. "Eh Manda aduh sorry ya gak tahu kalau Lo disini, hehehhehe," kata Reno sambil menggaruk lehernya yang tak gatal.
"Tadi masalah tentang apa? kenapa gak diterusin ngomongnya?" tanya Manda yang langsung membuat Reno mati kutu.
"Eh udah hijau nanti ya Man, gak boleh nengok kebelakang kalau di depan nanti kita disemprit pak polisi lagi." Reno langsung duduk menghadap depan ia berkali-kali menepuk mulutnya.
"Lanjut ngomong Ren," kata Manda sambil menatap serius Reno. "Eh Gan Lo lihat earphone Gue gak?" kata pura pura Reno sambil mencari di depan dashboard.
"Lanjut ngomonya Ren." Manda kembali memaksa Reno. "Eh Gan pinjem punya Lo deh, dimana Gan?" tanya Reno mengabaikan pertanyaan Manda. Gani dengan cepat mengambil earphone miliknya.
"Kalau gak ada yang mau lanjutin, Gue loncat dari mobil ini." Gani dan Reno langsung melotot, mereka mendesah bingung harus bagaimana.
"Satu"
Reno menatap Gani dan Gani menggeleng ia juga tak tahu.
"Dua, Gue gak main main ya."
Gani mendengar suara kunci yang dibuka dengan cepat dia menepikan mobilnya sebelum Manda sampai hitungan ketiga. "Man jangan kek gitu dong, Lo mah nakutin deh," kata Gani menatap sebal Manda.
"Kalau gitu jelasin!"
Reno dan Gani menghela nafasnya pasrah. "Hehh Jadi beberapa selama ini rumah kontrakan Lo sama Erlan di pantau sama orang. Erlan ngerasa ada sinyal bahaya dari pantauan itu, jadi dia berusaha buat nyewa agen. Dia bahkan jual kaos sama sepatunya, kemarin juga Erlan tukar tambah motor buat biaya nyewa agen walau segitu masih kurang."
Manda diam membuat Reno dan Gani langsung meminta maaf, "Sumpah Man sorry tadi Gue gak tahu kalau Lo ada di mobil ini. Sumpah Man aduh." Reno menepuk mulutnya yang sedari tadi ngeluarin kata-kata.
"Kenapa minta maaf? Erlan kenapa gak ngomong sama aku?" tanya Manda, Gani langsung menggeleng mengkode Reno agar tak menjawab lebih lanjut.
"A Oh itu Gue juga gak tahu kenapa heheheh," jawab Reno yang disetujui dengan anggukan Gani. Manda menelisik ke mata mereka dengan cepat Reno dan Gani mengalihkan pandangannya dari mata Manda yang tajam.
"Karena darah rendah aku?" tebak Manda, seketika Reno dan Gani langsung bungkam, tidak bisa mengeluarkan kata-kata lagi. Disini Manda dapat menyimpulkan bahwa tebakannya tepat.
"Anterin aku pulang sekarang." Reno dan Gani hanya bisa mendesah pasrah. Gani melemparkan plototan mata ke arah Reno menyalahkan semuanya ke Reno. Reno menyengir ia juga gak tahu kalau ada Manda.
.
.
.
.
.
Erlan mengantarkan kopi di lantai pertama lantai kantor ini, sejujurnya tubuh Erlan masih kurang enak, ditambah ia baru saja membantu membereskan gudang dilantai tujuh.
Indra penciuman Erlan juga sepertinya terganggu, setiap tercium parfume entah bau perempuan atau laki-laki hidungnya seakan menolak membuat pusing Erlan semakin bertambah.
"Eh Mas tolong fotokopiin sebentar ya saya tinggal ke kamar mandi dulu." Erlan mengangguk ketika salah satu karyawan laki-laki itu meminta bantuan Erlan.
Sambil menahan pusing dan gejolak di perutnya, Erlan melangkah menuju lift untuk ke lantai enam dimana tempat fotocopy biasanya.
Erlan memegangi pinggiran mesin yang sedang berjalan itu, ia ingin sekali memuntahkan isi perutnya sekarang. Erlan berlari ke arah kamar mandi dekat ruangan ini.
Oeekk... Oeekk...
Erlan mendesah kesal ia sudah memuntahkannya tapi hanya cairan putih yang keluar dari mulutnya. Erlan rasanya ingin menarik isi perutnya agar segera hilang rasa mualnya.
Erlan membasuh wajahnya lalu meninggalkan kamar mandi. Ketika ia hendak keluar suara samar samar dari salah satu bilik kamar mandi membuat langkah Erlan berhenti.
"Tenang semua sesuai rencana. Sekarang biarkan aku yang beraksi."
Erlan melihat ke arah bawah setiap bilik, tidak ada tanda tanda jika ada yang menggunakan bilik di kamar mandi ini. "Apa dari samping ya tempat biasa taruh alat kebersihan?" tanya batin Erlan.
Erlan melangkah keluar ia akan menuju ruangan biasa menaruh alat-alat kebersihan tepat di samping setiap kamar mandi.
"Erlan." Panggil seseorang membuat Erlan menunda langkahnya kembali tepat di depan kamar mandi. "Eh Mas Suro. Ada apa Mas?" tanya Erlan.
"Tadi di cariin sama karyawan lantai tujuh katanya Lo di titipin fotocopy." Erlan menepuk jidatnya bagaimana ia bisa lupa. "Makasih ya Mas, aku lupa banget." Erlan langsung meninggalkan Suro dan melangkah menuju tempat fotocopy.
...
Erlan mendesah lega, akhirnya pekerjaannya sudah selesai. Waktunya untuk pulang, Erlan terlebih dahulu membuka ponselnya, kesibukannya berhasil mengalihkan ia dari masalahnya dan Manda.
Tak ada satupun notifikasi dari Manda ataupun keluarga Manda. Ia berusaha menghubungi kakak sepupunya Manda, Mbak Ani, ternyata dia sedang kerja jadi tak tahu kabar Manda.
Erlan mendesah mungkin ia akan kerumah mertuanya setelah ini, terlebih dahulu Erlan mengambil jaketnya di loker, ia akan segera pulang.
Tiba-tiba Erlan mendengar suara orang meminta tolong dari arah gudang. Erlan yang sedang tak sendiri mengajak OB lain untuk ke sana. Satu orang sudah membantu Erlan mendobrak pintu itu tapi tak kunjung terbuka.
Hingga satu OB lain yang meminta kunci gudang sudah datang. Erlan dan kedua OB itu membukanya, betapa terkejutnya mereka menemukan pegawai kantor ini dengan bersimpah darah. Dia pegawai yang terkenal dengan kemolekan tubuhnya dan juga yang selalu mendekati Erlan.
Erlan meminta semua teman-temannya untuk memanggil satpam dan ambulan. Erlan melakukan pertolongan pertama dengan menghentikan darah yang mengalir di perut wanita itu.
"Ka-kamu harus pergi dari si-sini Erlan. Bahaya. Ada bahaya buat kamu." Erlan memandang pegawai wanita itu dengan tatapan tak mengerti. "Mbak jangan banyak ngomong dulu, nanti darahnya makin banyak yang ngalir."
"Ka-kamu harus pergi Erlan. Ja-jangan kembali lagi ke-sini." Tiba-tiba pegawai wanita itu memejamkan matanya. Erlan buru-buru mengecek nadi pegawai itu. Erlan dapat bernafas lega ia masih bisa merasakan nadi itu berdenyut, pegawai ini hanya pingsan.
Satpam dan OB kembali dengan petugas ambulan. Petugas ambulan mengangkat pegawai itu. Erlan menatap pegawai perempuan itu yang sudah dibawa petugas ambulan. Kenapa perkataan wanita itu sangat menganggu pikiran Erlan? perasaan Erlan benar-benar tak enak. Manda!!!!
Erlan buru-buru melajukan motornya bergegas menuju rumah mertuanya. Dijalan Erlan tak henti-hentinya mengklakson motor yang menghalanginya. "Bangsat motor matic ternyata gak bisa cepetan!" gerutu Erlan.
Perasaan Erlan semakin tak enak ketika ia tak menemukan Manda dirumah mertuanya, kata mereka Manda sudah pulang bersama laki-laki. Erlan bergegas menuju rumah kontrakannya.
Erlan dengan cepat memacu motor matic nya, sekarang ia menyesal menukar motor kawasakinya dengan matic ini.
Erlan memarkirkan motornya tumben sekali pagar rumahnya terbuka, Erlan semakin berpikir aneh-aneh. Erlan membuka pintu rumahnya menuju kamarnya. Erlan dapat bernafas lega, Manda sedang tertidur lelap di atas kasur.
Erlan melepas helm dan jaketnya ia juga melepas baju seragamnya yang ada noda darah. Erlan menuju Manda memeluk tubuh Manda, membiarkan dada telanjangnya menyentuh Manda. Jantungnya berpacu tak beraturan. Di jalan ia benar-benar takut, takut terjadi sesuatu oleh Manda dan kembar.
Erlan merasakan Manda menggeliat mencari posisi nyaman untuk tidurnya. Erlan menepuk punggung Manda memberikan ketenangan, "Sstt aku disini."
Erlan mengelus rambut Manda membuat Manda semakin terhanyut dalam tidurnya. "Erlan?" kata Manda yang baru saja membuka matanya dengan setengah sadar.
"Kamu udah bangun?" tanya Erlan pada Manda. Manda mengangguk lalu memeluk Erlan, ia teringat kata Reno dan Gani, dimana Erlan yang memilih menanggung semua masalah selama ini. Ia juga tak pernah mendengar Erlan yang mengeluh hidup susah bersamanya atau mengeluh lelah karena masalah yang mereka hadapi. Belum lagi jika sifat manja dan ngidam Manda yang mode on.
Manda juga mengesampingkan masalah foto itu, biarlah urusan nanti, sekarang ia ingin memeluk super heronya. Suami hebatnya ini.
"Kamu udah gak marah?" tanya Erlan, Manda menggeleng dipelukan Erlan. Merasakan gelengan itu Erlan tersenyum senang, ia mengeratkan pelukannya pada Manda ia sangat rindu dengan Manda.
Tiba-tiba Erlan teringat jika hari ini ada jadwal pemeriksaan Manda dan kembar. "Bukannya hari ini kita ada pemeriksaan kembar ya? Yok keburu kesorean."
Manda tak kunjung membuka matanya, kantuknya masih menyerangnya. Erlan menciumi seluruh wajah Manda membuat mata Manda kembali terbuka. "Ih Erlan jorok kamu." Erlan tertawa ia lalu membantu Manda terduduk. Erlan dan Manda akhirnya bersiap-siap.
"Ayah gak sabar lihat kalian." Manda tersenyum haru, Erlan bahkan tak menanyai lebih lanjut dahulu kenapa ia pulang atau kenapa ia marah. Erlan justru mengingat kembar, sesayang itu Erlan sama kembar.
Erlan dan Manda keluar dari rumah tak lupa Manda mengunci pintu rumahnya terlebih dahulu.
"Motor kamu mana?" tanya Manda yang sebenarnya ia sudah tahu jawabannya. "Oh itu, anu, eh nanti aja deh aku ceritain udah kesorean juga kan."
Manda menghela nafasnya, Erlan masih tak mau menceritakan tentang masalahnya.
.....
Erlan mengambil antrian seperti biasa, hari ini mereka tidak perlu menunggu karena hanya tinggal mereka saja yang ada. Dokter Rina menyambut mereka dengan hangat seperti biasa.
Manda tiduran di kasur lalu Dokter Rina mempersiapkan alat-alatnya. Dokter Rina membuka baju Manda menampilkan perut Manda yang lebih menonjol.
Erlan melihat monitor di sampingnya, layar itu menampilkan sesuatu dengan hitam putih. Erlan melihat tiga kantung di sana, terlihat tangan dan kaki mereka yang jauh lebih terbentuk dari pemeriksaan sebelumnya. Erlan tak henti-hentinya berdoa dalam hatinya mengucap syukur pada sang Pencipta.
Erlan tak bisa lepas dari monitor itu. Manda dan Dokter Rina yang melihat bagaimana reaksi Erlan terkikih geli, Erlan bahkan lupa menutup mulutnya saking takjub pada monitor di hadapannya itu.
Pemeriksaan selesai, Dokter Rina melihat hasil setiap pemeriksaan pada kertas di depannya itu. "Dari USG tadi, ketiga bayi tumbuh normal berat badan mereka juga cukup normal untuk janin kembar tiga seusia mereka. Hanya saja saya melihat berat badan Manda justru kurang dari ideal hamil kembar tiga. Ini bisa berdampak buruk pada plasenta bayi."
"Apa ada yang mengganjal di pikiran Manda? Berat badan juga bisa turun karena pikiran kita."
Erlan menatap Manda yang hanya tersenyum getir, membuat hati Erlan sedikit mencoles. Apa pikiran yang sedang mengacau Manda juga menjadi penyebab wanitanya ini marah padanya? Sebenarnya apa yang terjadi? Apa yang diketahui Manda tapi Erlan tidak tahu?
Dokter Rina yang melihat Erlan dan Manda dapat menyimpulkan satu hal. Dokter Rina langsung mengganti topik. Setelah selesai Manda dan Erlan berpamitan dengan dokter Rina.
Di jalan Erlan tak ada habis-habisnya berpikir tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Manda. Rasanya Erlan ingin memiliki kemampuan membaca pikiran orang lain atau memiliki kekuatan untuk melihat ingatan orang lain.
Manda melihat Erlan yang lebih banyak diam kali ini, ia juga jadi sedikit merasa bersalah karena seharian kemarin membuat berat badannya turun drastis dan itu berdampak buruk bagi kembar. Apa sekarang Erlan jadi marah padanya karena dia tak menjaga baik baik kembar kesayangannya?
Sesampainya di rumah Erlan merasa ada yang aneh di sekitar rumahnya. Erlan menatap sekitar rumahnya selalu saja rumah pekarangan besar itu yang menjadi pusat tatapan yang Erlan rasakan.
Ia meminta Manda untuk masuk terlebih dahulu, Erlan beralasan ia ingin memasukkan motornya di samping. Setelah Manda masuk ke dalam rumah, Erlan mengunci semua pintu rumahnya dari depan dan mengunci pintu samping dari depan.
Erlan melangkah menuju hal yang sedari tadi terus mengusiknya. Erlan mengambil jalan memutar sengaja ia lakukan. Saat di samping gang Erlan dapat melihat seseorang yang mencurigakan sedang melihat ke arah rumahnya. Tanpa aba-aba Erlan langsung menghanjar orang tersebut.
Orang tersebut sontak saja terjungkal ke depan. Betapa terkejutnya Erlan ketika orang tersebut berbalik. "Om Ivan?"
Pria yang sudah berumur itu mengaduh kesakitan. Erlan membantu bangun Om Ivan. "Om kok ada di sini? ngapain juga Om sembunyi sembunyi gitu?"
Om Ivan mengaduh kesakitan, punggungnya sudah mengalami encok. "Aduh Lan punggung Om udah sakit ini. Aduh aduhh tahu gitu Om suruh anak buah om ke sini. Tolong Om dulu Lan encok ini." Erlan mengambil kunci itu lalu membantu memapah Om Ivan.
Erlan membawa Om Ivan ke rumahnya memasukkan mobilnya kedalam pekarangan rumahnya. Erlan membantu Om Ivan yang sakit punggung ke luar dari mobil. Erlan membuka kunci pintu rumahnya.
"ERLAN MAKSUD KAMU NGUNCI A- ini siapa Lan?" kata Manda. Manda sudah ingin marah marah ke Erlan karena dirinya yang tiba-tiba di kunci dalam rumah. Erlan meminta Manda untuk mengambilkan minyak dan P3K. Erlan mendudukkan tubuh Om Ivan di kursi ruang tamunya.
Erlan meminta Manda untuk membuatkan minum sedangkan dia mengobati Om Ivan. "Om Ivan di suruh Papa? Bilang sama Papa ya Om kalau Bunda udah lama gak ke sini lagi. Dan Erlan bisa hidup tanpa mereka, Erlan juga gak mengharapkan bantuan dari mereka."
"Kamu salah paham Lan." Om Ivan meringis lalu menyerahkan ponselnya berisi beberapa bukti yang selama ini anak buahnya dapatkan.
"Om ke sini memang perintah Papa kamu. Tapi bukan karena Bunda kamu, justru karena kamu Erlan."
"Maksud Om?" tanya Erlan
"Kamu salah jika mengira Papa kamu udah gak peduli dengan kamu. Selama ini Papa kamu selalu mencari penyebab masalah kamu. Sampai dia dapat informasi siapa dalangnya dan Papa kamu juga tahu, kamu tahu siapa dalang di balik ini dan kamu memilih untuk bertanggung jawab, jujur disitu Papa kamu bangga sama kamu Erlan."
"Papa kamu mengusir kamu itu ada alasannya Lan. Dia sengaja mancing Gerlan buat keluar karena setiap kita merentas selalu saja ada hambatan. Tapi perkiraan kita salah, Gerlan tak keluar dan Om gak tahu apa penyebabnya."
"Om minta anak buah Om untuk pantau rumah kalian lima hari belakangan ini. Dan benar ada yang mencurigakan. Om kemarin baru saja menangkap orang yang mengirim paket aneh di rumah kamu. Dia bilang bahwa dia gak tahu siapa yang menyuruhnya tapi orang itu hanya menginginkan satu."
"Kamu sama Manda pisah. Dan bayi dalam kandungan Manda meninggal." Jantung Erlan semakin tak terkontrol lagi detakannya.
𝙋𝙔𝘼𝙍!!
Tiba-tiba kaca jendela rumah Erlan pecah karena sebuah lemparan batu dan kotak yang cukup berat. Manda yang mendengar suara pecahan kaca keluar menuju ruang tamu.
Terlihat pipi Erlan dan tangannya sudah tergores karena pecahan kaca. "Erlan!"
Manda berlari ke Erlan yang sedang melindungi tubuh Om Ivan. "Stop! di situ aja Man, banyak pecahan kaca!" Manda langsung diam di tempat. Erlan melihat ke arah batu yang terbungkus kertas dan kotak.
Erlan membuka kotak itu betapa terkejutnya ia melihat bangkai anak tikus yang masih ada darah segar dan ada tiga anak tikus yang sudah tak bernyawa. Erlan juga melihat tulisan merah yang menulis nama Manda dan bayi kembarnya.
Om Ivan melihat batu yang terbungkus kertas itu lalu membacanya. "Mari membuat anakmu seperti itu Manis." Manda menutup mulutnya tak percaya, ia melihat jelas tikus itu dan ia mendengar jelas apa yang Om Ivan bacakan.
"Ini bahaya Lan. Ini teror."
Manda terduduk lemas di atas lantai, ia menangis, mengetahui bayinya dalam bahaya. Mata Manda sudah berkunang-kunang. Ia melihat Erlan yang berlari kearahnya.
"MANDA!!!"