Erlan keluar dari kamar mandinya ia sedikit terkejut ketika melihat Angel masih duduk si ruangannya. Pantas saja mualnya silih berganti datang terus, ternyata sumbernya belum pergi juga.
Angel berjalan menuju Erlan ia membuat raut wajahnya sedikit khawatir. Ia meletakkan tangan kanannya di pundak Erlan sedangkan tangan kirinya di dada Erlan mengelus dada itu. Erlan menatap Angel dari atas sampai bawah, Angel menunjukkan pekerjaan aslinya sepertinya.
Lihatlah, dua kancing baju atasan Angel sudah di buka. Rok spannya juga terangkan lebih tinggi. Pandangan Angel juga menjadi sensual. "Kamu sepertinya sakit. Mau aku bantu obatin? atau bantu aku pijitin?" tanya Angel sambil tangan kirinya memutar di atas dada Erlan.
Erlan menghela nafasnya, "Saya sakit karena sumber penyakit saya ada di depan saya saat ini. Bukankah Saya sudah bilang benarkan pakaianmu dan gantilah parfum dengan aroma lain. Aroma ini sama seperti aroma orang mati, saya tak suka. Busuk!"
Angel menata Erlan dengan raut kagetnya, sepertinya Angel sedikit tak percaya apa yang di katakan oleh Erlan. Tapi Erlan tak bohong memang aroma yang tercium di hidungnya itu kok. "Udah sana saya gak kuat bau kamu!" usir Erlan.
Angel menatap kesal Erlan, ia mengambil tas dan mengancingkan baju atasannya. "Dasar aneh!Dasar Gay!" kata Angel sambil menatapnya kesal. Ia lalu menutup dengan kencang pintu Erlan. "Kalau Gue gay, mana mungkin Gue mau punya anak, tiga lagi. Terus juga kalau Gue gay gak mungkin Gue buat istri Gue kelelahan kemarin," monolog Erlan.
Erlan menatap jam di ruangannya ada waktu setengah jam sebelum waktu jam kerja habis. Erlan terlebih dahulu menyemprotkan pengharum di ruangannya, hidungnya lebih senang bau seperti ini ketimbang parfum milik orang. Hanya aroma tubuh dan parfum milik Manda yang membuat Erlan candu.
.
.
.
.
Erlan sedang menyetir menuju rumahnya. Tiba-tiba ia menginginkan makan pizza dengan keju mozarella diatasnya. Erlan membelokkan mobilnya menuju tempat yang terkenal enak pizzanya di daerah sini.
Setelah memesan dan mendapatkan pesanan Erlan menuju rumahnya. Didalam mobil Erlan sesekali melirik plastik berisi pizza itu, aroma pizza sangat membuat Erlan ngiler. Membayangkan bagaimana tak putus putusnya keju itu saat Erlan tarik dan juga bagaimana lumernya keju itu saat di mulut Erlan. Erlan sudah tak sabar memakannya, dan ini sedikit aneh karena Erlan tak pernah menginginkan hal sampai seperti ini.
Erlan memasuki rumahnya ketika gerbang otomatis rumahnya terbuka. Terlihat Manda yang sedang duduk di kursi teras. "Ngapain Bumil di situ? Em mau nungguin aku pasti, senangnya kalau pulang pulang di sambut," batin Erlan.
Erlan mematikan mesin mobilnya lalu mengambil plastik berlogo pizza itu. Erlan menutup pintu mobil tak lupa menguncinya. Ia langsung menghampiri Manda, "Kamu ngapain di sini?" tanya Erlan dengan senyuman yang mengembang.
"Nungguin Pak Mar."
Pupus sudah bayangan indah Erlan, senyumannya perlahan surut. "Oh," jawab singkat Erlan. Manda tak menatap Erlan justru ia menatap plastik yang di bawa Erlan, aroma dari dalam plastik itu yang membuatnya menatap terus. "Kamu bawa apa itu?" tanya Manda.
Erlan memberikan plastik putih itu, Manda menerimanya lalu membuka plastik itu. "Wah pas banget aku juga lagi pingin pizza, terus aku baru aja suruh Pak Mar beliin, makanya aku nungguin Pak Mar."
"Kenapa gak bilang aku?" ucap Erlan. Ia tiba-tiba merasa tidak suka ketika Manda memilih untuk bilang ke Pak Mar ketimbang dirinya.
"Kamu kan lagi sibuk, aku takut ganggu kamu. Toh, sama aja kan." Jawaban Manda membuat Erlan semakin menatap tak suka Manda. Selera makannya hilang karena bete. "O," jawab singkat padat Erlan dengan nada bete. Ia memilih masuk ke dalam rumah saja, bahkan Manda tak menyambutnya dengan pelukan atau yang lainnya.
Manda menatap Erlan yang masuk tanpa bilang padanya. "Napa tuh?" tanya Manda pada dirinya sendiri. Ia mengangkat bahunya acuh, "Mungkin capek. Dah ah nunggu Pak Mar lagi aja kasian udah aku suruh. Kalau tahu Erlan bawa pulang pizza ia gak perlu repotin orang lain."
Erlan melangkah menaiki setiap anak tangga, semakin banyak yang ia lewati semakin tambah rasa kesalnya, Manda tak mengikutinya. Padahal ia ingin bermanja-manja dengan Manda, ia rindu dia dan kembar.
Erlan melihat kamarnya yang bersih dan rapi seperti biasa. Ia langsung menjatuhkan tubuhnya di kasur empuknya tanpa melepas jas dan sepatunya. "Bumil Bumil, padahal baru pertama masuk kerja," gerutu Erlan. Ia berharap mendapatkan sambutan seperti dulu waktu Erlan mendapatkan kerjaan pertama.
Manda menaruh dua plastik berisi pizza itu di atas meja dapur, untung tadi meminta membelikan yang ukurannya kecil saja. Manda menaiki tangga menuju kamar Erlan yang juga kamarnya. "Lan, kok malah tiduran gak mandi dulu sih," omel Manda.
"Kan malah diomelin," batin Erlan yang masih pura-pura tidur.
"Lan ih! Mandi sana loh. Ya Allah, udah gak lepas jas, gak lepas sepatu, tas taruh di lantai nih kalau ke injek gimana coba? Lan malah tidur, kamu tuh keringetan sana mandi!"
"Padahal lebih keringetan waktu jadi OB, taulah," batin Erlan.
Erlan tetap tak bergeming membuat Manda jadi sebal sendiri. Ia membungkukkan sedikit tubuhnya ke bawah untuk melepas sepatu Erlan lalu meletakkannya di jejeran sepatu di walk in closet sekalian menyiapkan baju Erlan dan Manda juga sekalian menuju kamar mandi mengatur suhu shower agar lebih hangat.
"Lan, Erlan, bangun kamu harus mandi." Manda kali ini berkata lembut sambil mengelus pipi tirus Erlan. "Kamu mandi dulu aku udah siapin air hangat loh."
Erlan membuka matanya menatap istrinya itu. "Mandiin." Manda mencubit hidung Erlan, "Mandiin mandiin dah sana buruan." Erlan mendengus sebal sudah bete tambah bete pokoknya kesal banget deh.
Erlan berjalan gontai ke kamar mandi istrinya itu sangat tak peka. Manda yang melihat itu menatap aneh Erlan, "Kenapa sih tuh?" tanya Manda pada dirinya sendiri.
Manda memilih ke dapur untuk mengambil pizzanya. Manda mengambil piring menaruh beberapa potong pizza dari dua loyang yang berbeda itu. Ia juga membawakan untuk Erlan. "Bik ini di bawa aja buat anak Bibik di rumah," kata Manda sambil memberikan satu box yang masih utuh. Bik Surti mengucapkan terimakasih pada Manda.
Manda menuju lantai dua ia membawa nampan berisi dia piring dan dua gelas. Makan untuk Erlan dan Pizza tak lupa teh mint dan susu hamilnya. Itu untuknya dan Erlan, Manda memutuskan membawa makanan ke atas karena melihat Erlan yang sepertinya kelelahan sekali.
Manda menaruh nampan di atas nakas lalu menutup pintu kamar. Manda mengambil laptop milik Erlan dan memutar video drama yang baru saja merilis episode baru. Ia bersila di atas kasur dan mulai menonton episode itu sambil memakan pizzanya.
Erlan sudah segar dengan baju santainya. Ia melihat ke arah Manda yang sedang menonton drama dengan memakan pizza dengan perlahan. "Habisin susu kamu dulu, mumpung masih anget." Manda menatap kaget Erlan ia tak tahu jika Erlan sudah selesai mandi.
Erlan acuh saja ia memilih merebahkan tubuhnya lalu membelakangi Manda. Membuat Manda semakin yakin jika Erlan tak hanya lelah saja pasti ada maunya nih. Manda menghentikan acara menontonnya lalu menyingkirkan laptop itu.
"Erlan," ucap Manda sambil memeluk Erlan dari belakang. "Hmm..." Balasan Erlan membuat Manda semakin yakin. "Erlan kenapa? aku punya salah ya?" kata lembut Manda.
"Maaf deh kalau aku punya salah. Jangan diem diem aja dong Lan. Mau aku pijitin?" tawar Manda tapi tak digubris. Manda menghela nafasnya, ia yang hamil dan seharusnya ia yang seperti ini bukan malah Erlan. Harus sabar sama bayi gede ini.
Manda membalik tubuh Erlan dengan susah payah. Lalu mencium kedua pipi Erlan. "Kamu capek ya? Lan jangan diem aja dong."
Erlan hanya menatap Manda membuat Manda berdecih, lalu merubah ekspresinya menjadi sedih, "Ya udah deh kayaknya kamu gak pingin aku di sini deh. Aku keluar aja," kata Manda dengan memelas kan wajahnya. Erlan mencengkal tangan Manda yang hendak turun dari kasur. Erlan membawa Manda dalam pelukannya.
"Aku bete sama kamu. Kamu gak nyambut aku pulang kayak biasanya malah nunggu Pak Mar. Kamu juga lebih milih Pak Mar buat beliin apa yang kamu pinginin padahal aku selalu bilang ke kamu kalau ada apa apa kabari aku. Terus aku pingin manja-manjaan sama kamu tapi kamu malah gak peka."
Manda menatap suaminya ini dengan cengong. Hanya karena itu sampai membuat Erlan marah dan diam begini. Astagaaa, untung sayang kalau engga udah aku buang nih, alay benar.
Erlan mendusel kepalanya di leher Manda membuat Manda kegelian. Erlan menjadi lebih sedikit nakal, ia menggigit leher putih Manda yang langsung di hadiahi oleh cubitan di tangannya oleh Manda. "Sakit tahu!" sebal Manda.
"Halah biasanya juga mendesah kamunya." Manda langsung melototkan matanya karena ucapan Erlan yang los los tak terkendali, sedangkan Erlan hanya cengar-cengir. Manda melepaskan pelukan Erlan lalu mengganti posisinya yang lebih nyaman ia ingin menonton lagi.
Manda akhirnya meraih laptop Erlan lalu melanjutkan apa yang ia sempat tunda karena ada tugas mendesak yang harus diselesaikan. Sedangkan Erlan memeluk Manda dari belakang sambil mengusap perut Manda. Erlan menumpangkan kepalanya dengan tangannya. Ia juga ingin melihat apa yang istrinya lihat.
"Kamu gak pingin apa gitu Yang?" tanya Erlan pada Manda yang masih fokus menonton. Tiba-tiba Manda terpikirkan sesuatu, "Ada, kenapa?" jawab sekaligus tanya dari Manda.
"Apa? aku turutin itu." Manda melihat kebelakang menatap Erlan, "Seriusan!! Suer?! " pasti Manda pada Erlan, dengan cepat Manda mengambil sesuatu lalu ia meminta Erlan untuk duduk.
Manda menyisiri rambut Erlan terlebih dahulu lalu menguncir rambut Erlan, "Mau kamu apain rambut aku?" tanya Erlan pasalnya Erlan merasakan Manda membelah rambutnya tepat di tengah, membagi dua.
Manda tak menjawab ia sedang kesenangan sekarang. Manda mengucir rambut Erlan, dan menjadi antena di kepala Erlan. Manda langsung terpingkal-pingkal begitu juga dengan Erlan. Ia mengaca dirinya di keca besar kamarnya. Erlan tak marah ia justru merasa lucu dengan wajah dan rambutnya.
Manda masih tertawa di atas kasur sana. Rambut Erlan sangat kaku karena ia beri gel rambut. jadi sudah di kuncir dua, tegak lagi dua duanya, persis antena serius sumpah!
Erlan berjalan menuju kasur, "Sekarang mau ngapain?" tanyanya. "Nonton aja deh tapi kamu tetep kayak gitu."
Erlan mengangguk ia menurut saja, jarang jarang Manda mengidam. Manda menonton dengan duduk dan Erlan di sebelah Manda dengan memeluk Manda dari samping. Menaruh kepalanya di pundak Manda. Manda mengelus pipi Erlan sambil terus menonton.
"Susunya di minum," perintah Erlan.
"Kamu juga makan dulu."
"Oke Oke tapi suapin ya?" pintar Erlan dengan wajah memohon. Manda tak bergeming ia memilih mengabaikan Erlan dan terus melanjutkan kegiatan menontonnya. Erlan yang tak kunjung mendapatkan respon istrinya itu mengulangi permintaannya berkali-kali.
Erlan menatap Manda dengan dahi mengerut. Istrinya ini malah memilih menatap laptopnya yang menampilkan drama itu. Erlan tiba-tiba memiliki ide jahil, ia mengganggu pandangan Manda pada laptop dengan dua antena di kepalanya ini. Kadang ia menggerakkan kedua antena itu ke leher dan pipi Manda agar Manda semakin terganggu. "Ish! Erlan... Ya Allah ya Rabbi."
"Suapi Yang," ucap Erlan dengan nada manja dan wajah yang dibuat semelas melasnya. Manda menghela nafasnya, mau tak mau ia harus menunda acara menontonnya lagi, karena suaminya ini sedang mode manja. Manda mengambil makan lalu menyuapi Erlan.
Erlan duduk di hadapan Manda dengan sabar Manda menyuapi Erlan dengan segala tingkahnya yang ada. Manda menatap Erlan lekat-lekat. Wajah Erlan yang dibuat kalem, sedangkan di kepalanya ada dua kuncir yang sudah seperti tiang membuat dirinya terkesan menjadi orang gila. Ppfftt, Manda terus menahan tawanya ketika ia menyamakan suaminya sendiri dengan orang gila.
"Kenapa sih Yang?" tanya Erlan yang sudah menatap bingung Manda. Manda menggeleng bisa-bisa Erlan marah lagi nanti jika tahu dirinya menyamai Erlan dengan orang gila. "Apa sih Yang? ketawa mulu sih."
"Kamu.. kayak orang gila deh Lan Hahahahhahaha," jelas tawa Manda langsung pecah. Ia tertawa sampai terpingkal-pingkal. Erlan yang awalnya tidak apa apa di kuncir oleh Manda sekarang malah jadi mode bete lagi. Lihat bahkan istrinya tak berhenti tertawa kencang.
"Ha. Ha. Ha. terusin aja ketawanya," kata Erlan dengan ketus. Manda menghentikan tawanya, benarkan dugaanya Erlan akan marah lagi. Manda meminta maaf lalu menyuapi Erlan kembali. Erlan menerima suapan itu dengan wajah tertekuk tekuk.
Manda masih menahan tawanya sampai selesai menyuapi Erlan bahkan ketika ia minum susu hamilnya hampir saja tersedak. Erlan memilih merebahkan tubuhnya lalu memeluk dari samping Manda, mengabaikan tawa Manda yang membuat telinganya panas.
Manda mengambil laptop lalu melanjutkan menonton dramanya. Tangan Erlan masuk kedalam baju Manda mengelus perut Manda. Manda membiarkan saja Erlan selama tak aneh aneh.
Erlan berpikir ngidam Manda kali ini masa ada ngidam ingin nguncir rambut sih. Ini beneran ngidam atau Manda mengerjai dirinya atau jangan jangan anak anaknya yang mengerjainya. Manda menatap Erlan yang terus terusan menatap perutnya, ia tersenyum terlihat bahwa Erlan sangat sayang dengan kembar bahkan mau menuruti kemauan dirinya.
Sebenarnya ngidam Manda bukan ingin menguncir Erlan tapi melihat wajah Erlan yang kesal. Entahlah mungkin anak anaknya suka melihat Ayah mereka kesal atau ternistakan. Ya mumpung lagi pingin melihat Erlan kesal jadi dia punya ide jahil dengan menguncir rambut Erlan begitu.
Manda mengambil sepotong pizza lalu memasukkan ke mulutnya sambil menonton drama aktor favoritnya. Satu tangan Manda yang lain mengelus pipi Erlan yang entah mengapa ia lebih senang mengelus rambut dan pipi Erlan.
"Kamu gak makan pizza nya?" tanya Manda. Erlan menggeleng ia bukan tidak terlalu suka pizza dan makanan cepat saji lainnya.
"Kalau gitu kenapa beli? Kamu belinya juga banyak loh Lan. Jangan boros boros ah gak suka aku," ucap Manda. Erlan menatap Manda tanpa menghentikan elusannya di perut.
"Tadi tuh kepingin banget sumpah gak bohong Man. Aku aja sampai ngiler tadi," kata pembelaan dari Erlan.
"Lah kenapa gak dimakan sekarang?" tanya Manda lagi. "Udah gak nafsu makannya," jawab Erlan dengan singkat dan terkesan cuek.
Manda menatap bingung Erlan, "Kenapa?"
"Gara gara kamu nunggu Pak Mar. Terus kamu gak nyambut aku pulang," jawab Erlan tanpa menatap Manda. Manda jelas menatap cengong Erlan bisa-bisanya hanya karena itu buntut permasalahan ada aja. Emang suaminya ini limited edition.
Manda melihat drama kembali, tiba-tiba ia melihat yang sangat menarik perhatiannya. "Lan kalau kita punya unit hidroponik enak kali ya Lan." Erlan yang mendengar perkataan Manda langsung memejamkan matanya. Ia menerima sinyal yang buruk dari perkataan Manda, jadi ia memilih pura-pura tidur saja.
"Apalagi kamu yang bikinin, wah serius kamu langsung kelihatan keren. Rio Dewanto lewat, aktor Korea lewat, model lewat, lewat semua pokoknya Lan."
"Kan, benaran kan sinyalnya emang buruk, dahlah," batin Erlan sambil berusaha meraih kantuknya. Lagian istrinya ini aneh sekali, di dunia ini kan ada yang namanya TUKANG dan ada yang namanya TOLONG. Ia tinggal meminta tolong orang yang bisa diminta tolong atau menyewa tukang ahlinya.
Manda melihat Erlan yang memejamkan matanya tangan Erlan juga sudah berhenti mengelus perutnya malah sudah memeluk pinggangnya. Padahal ia kan minta ditemani menonton, dasar suaminya itu.
Manda tak menghentikan acara menontonnya ia malah mengganti dari drama menjadi kartun kesukaannya. Ia tadi sudah menonton pagi, siang, dan sore jadi ia ingin menonton malam juga.
Upin dan Ipin inilah dia,
Kembar seiras itu biasa,
Upin dan Ipin ragam aksinya,
Kami senangi sapa jua,
Upin dan Ipin selamanya.
Erlan menghela nafasnya, istrinya masih saja menonton dua botak itu. Bisa bisa anak-anaknya ikutan botak.
Manda melihat animasi anak kembar itu. Ia sangat sering menonton apalagi semenjak dirinya tinggal di sini. Tak ada kegiatan yang dilakukannya membuat dirinya hanya bisa menonton, jalan naik turun, makan, minum, rebahan. Jadi ya begitulah.
Erlan sudah berpura-pura tidur tapi rasa kantunya tak kunjung datang. Ia membuka matanya istrinya masih menonton animasi itu, belum ada habisnya. "Yang, jangan nonton terus," kata Erlan membuat Manda memandangnya.
"Ya aku mau ngapain selain nonton. Mau masak gak boleh, mau bersih bersih gak boleh, apa apa gak boleh." Manda mengatakannya dengan sedih ia ingin punya kegiatan udah itu aja.
"Ya kan aku sama Bunda takut kamu kenapa-kenapa."
"Dulu aku bersih bersih rumah sendiri, masak sendiri gak kenapa kenapa tuh," sungut Manda sambil cemberut.
"Itukan dulu, Bunda tuh panik malah kayaknya trauma lihat kamu kesakitan kayak waktu itu. Aku aja mau di marahin tujuh hari tujuh malam. Dan Bunda ada benarnya juga, disini ada pembantu kenapa harus kamu yang lakuin."
"Tapi aku pingin punya kegiatan Lan. Bersihin kamar ini aja deh. Atau apa gitu, aku bosen sumpah," rengek Manda.
"Iya nanti tapi kata Dokter Rina harus istirahat dulu."
Manda memutar bolanya jengah, padahal yang dimaksud Dokter Rina itu jangan sampai kecapekan dan lakuin hal berat. Masa masak atau bersih bersih doang jadi kegiatan berat. Aishh....
Manda mengentikan acara menontonnya ia sudah malas jika begini. Bosen bosen bosen bosen. . . . .
Manda mengembalikan laptopnya lalu memeluk Erlan, ia ingin merayu Erlan, ya setidaknya membantunya berbicara pada mertuanya itu. "Lan.. ayolah masak doang deh." Manda mengelus pipi Erlan. Erlan menggeleng, "Gak gak gak, udah ada Bik Surti."
Manda cemberut tapi ia tak menyerah, ia mendekatkan dirinya ke Erlan. Menenggelamkan wajahnya di dada Erlan. "Ya udah kalau gitu bersih bersih kamar ini aj deh," ucap Manda. Erlan kembali menggeleng.
"Cuci baju? punya kamu sama aku aja deh," ucap Manda tapi di tolak oleh Erlan, "Gak usah."
Manda mencubit lengan Erlan, "Terus aku ngapain?! Aku gak bisa kalau suruh rebahan terus Lan. Ya Allah aku ini hamil bukan orang penyakitan. Aku mau punya kegiatan Lan setidaknya aku gak makan tidur makan tidur kayak patrik gini."
Manda terus mencubiti tubuh Erlan, "Auw auw auw sakit Yang!" kata Erlan sambil berusaha menghindari cubitan Manda. Manda jengkel sekarang, ia langsung membalik badannya membelakangi Erlan. "Iya ya ya, tapi aku bilang dulu sama Bunda, jangan ngambek dong Yang."
"Ih Lan! Kamu kan yang suami aku, harusnya kamu yang ngijinin aku bukan Bunda. Tahu Bunda khawatir tapi harusnya kamu kasih pengertian ke Bunda juga!"
Erlan mendesah kesal, dilarang salah, di iyain juga salah. Aish... untung sayangnya pakek banget. "Ya iya kamu boleh masak, cuma masak doang ya gak yang lainnya."
Manda langsung berbalik badan, "Seriusan? Gak tipu tipu kan?" Erlan mengangguk, "Cuma masak doang loh, engga yang lainnya."
"Cuci baju?" tanya Manda. "Engga."
"Bersihin kamar?" tanya Manda sekali lagi. "Engga boleh Yang, kalau masih nawar terus aku batalin nih."
"Jangan dong."
Manda memeluk Erlan dengan senang, tak apa tak apa ia masih bisa merayu Erlan untuk yang lainnya. Yang penting saat ini ada kegiatan buat besok. Erlan membalas pelukan Manda mengusap rambut istrinya yang super duper ini.
"Lan kok tiba-tiba aku pingin sesuatu ya." Erlan menghela nafasnya, astagaa anak anaknya ini tak tahu jika Ayahnya baru hati pertama kerja dan ingin bermanja-manja dengan Bunda nya.
"Apa?" tanya Erlan.
Manda membisikkan sesuatu pada Erlan. Kali ini serius dari anaknya sendiri tanpa ada ide apapun darinya. Erlan yang mendengar bisikan Manda langsung mendelik, "HAH?!"
Erlan rasanya ingin menenggelamkan dirinya ke dasar samudra. "Ya ampun Nak kamu belum lahir aja udah buat Ayah kamu angkat tangan, gimana pas kamu lahir bisa bisa kamu minta satu dunia lagi."