Sebuah ketukan kembali terdengar membuat Manda mau tak mau membuka matanya. Manda membuka pintunya. Betapa kagetnya dia ternyata yang mengetuk pintu adalah dua teman Erlan. Hal itu juga yang dirasakan Reno dan Gani.
"Loh Manda? Eh kayaknya kita salah rumah deh Man," kata Reno. Reno mengenal Manda karena pacar Reno adalah sahabat Manda.
"Kalian gak salah kok. Mau nemui Erlan kan??" Gani dan Reno saling melempar pandangan. Manda mempersilahkan masuk Gani dan Reno tapi mereka berdua justru masih menatap Manda tidak percaya.
Tak berselang lama terdengar suara Erlan. Gani dan Reno langsung menatap tanya pada Erlan. Erlan menuju para sahabatnya ini, seakan tahu maksud tatapan mereka Erlan akhirnya meminta mereka berdua untuk masuk dan duduk terlebih dahulu.
Erlan menjelaskan semua, benar-benar semua. Rani dan Gani jelas terkejut bahkan mereka ikut emosi. Mereka tak menyangka Gerlan melakukan hal senekat ini. Dan Manda bukan bagian dari permasalahan harus ikut terseret.
"Terus selanjutnya Lo bakal apa?" tanya Reno. Jujur ia merasa bersalah, karena pestanya itu Manda dan Erlan harus mengalami hal seperti ini.
"Nerusin hiduplah. Gue abis ini bakal cari pekerjaan, ya setidaknya ada pemasukan," jawab Erlan
"Beasiswa luar negeri Lo?" tanya Gani.
"Yaa Gue tolak, gak mungkinkan Gue terima dengan apa yang sedang menimpa Gue." Erlan sebenarnya berat hati, tapi mau bagaimana lagi. Tak apalah perjuangan dirinya untuk mendapatkan beasiswa FULL harus lenyap tak tersisa.
Manda memberikan teh untuk mereka lalu menuju kamar. Manda menutup pintu kamarnya dengan pelan lalu ia bersandar pada pintu kamarnya yang sudah ia tutup itu. Ternyata tak hanya dirinya yang harus kehilangan mimpi-mimpinya. Erlan ternyata juga. Manda mengelus perutnya yang tiba-tiba terasa sedikit nyeri. Ini pertama kalinya ia merasa seperti ini.
"Ya ampun Dek, kamu kenapa? " Lirih nya dalam hati.
Manda menidurkan dirinya di kasur. Manda berpikir mungkin dengan tidur akan merasa lebih baik. Manda terus meringis, sakit di perutnya tak kunjung hilang. Samar-samar ia mendengar decitan pintu.
"Kamu kenapa?" tanya Erlan yang melihat Manda tiduran sambil menahan sesuatu.
"Perut aku, nyeri," kata pelan Manda. Erlan mendekatkan dirinya lalu duduk di lantai membuat wajahnya lebih dekat dengan perut Manda. Tangan Manda masih setia mengelus perutnya.
Tiba-tiba tangan Erlan ikut mengelus perut Manda. Manda yang merasakan langsung terkaget, tangannya berhenti mengelus perutnya terganti tatapan kagetnya pada Erlan, namun Erlan masih fokus pada elusan itu.
Tangan Erlan masih terus mengelus membuat rasa nyeri itu berkurang dan malah membuat Manda tertidur. Erlan tak pernah merasakan perasaan ini. Ada perasaan baru yang tak bisa Erlan deskripsikan saat mengelus perut Manda. Yang pasti ada rasa nyaman dan ingin melindungi.
Erlan menatap wajah tidur Manda tanpa menghentikan elusan nya. Ia yakin, Manda pasti mendengar pembicaraannya dengan Reno Gani. Erlan harus menceritakan tentang siapa itu Gege pada Manda. Agar saat Erlan tak ada bersama Manda, Manda tetap waspada.
Erlan kembali menatap perut Manda yang tertutup baju. Perut Manda sudah terlihat lebih menonjol dengan posisi Manda yang berbaring seperti ini.
"Hai." Ini pertama kalinya Erlan berbicara dengan janin itu. Elusannya masih terus berjalan. Erlan malah merasa ia sedang mengelus seorang bayi. Aishh....
"Kira-kira kamu panggil aku apa ya? Papah? Ayah? Daddy?" Erlan terkekeh, ia berbicara sendiri.
"Ayah sepertinya bagus."
"Baik-baik di sana ya bayi. Ayah jaga kamu dari sini."
. ....
Manda terbangun dari tidurnya. Tidurnya kali ini benar-benar nyenyak. Manda melihat ke samping ternyata Erlan tertidur sambil terduduk di atas lantai, kepalanya berada dekat dengan perutnya, tangan Erlan juga masih berada di atas perut Manda.
Manda tersenyum hangat. Erlan benar-benar diluar dugaannya. Nyatanya, Erlan bisa hangat baik dan menghibur. Manda menggelengkan kepalanya ia harus membangunkan Erlan, pasti sakit tidur dengan posisi itu.
Baru saja Manda akan membangunkan Erlan, sebuah ketukan pintu yang terdengar lebih keras dan suara asing yang memanggil nama Erlan.
"Lan, Erlan, ada yang datang," ujar Manda sambil menggoyangkan tubuh Erlan.
Erlan dengan sedikit rasa pusing dan badan yang pegal langsung berusaha bangun dan menuju pintu.
"Iya siapa?"
"Mas Erlan ini Saya Pak Ujang, Mas Mas Erlan harus buruan ke rumah Mas," ujar Pak Ujang yang terlihat begitu tergesa-gesa.
Erlan yang mendengar itu langsung berubah segar dan ikut menatap serius Pak Ujang. "Mas, Nyonya Mas, jantungnya kumat, sekarang enggak mau dibawa ke rumah sakit malah minta Mas Erlan datang."
Manda yang kebetulan menyusul Erlan langsung ikut syok, ia baru tahu ibu mertuanya memiliki penyakit jantung padahal terlihat segar dan sehat-sehat saja. Tak terlihat jika memiliki penyakit serius, memang sempat terlihat lesu dan pucat, ia pikir karena kabar buruk dirinya dan Erlan.
"Kalau gitu kita ke sana," ujar Manda.
"Enggak kita, tapi Aku sama Pak Ujang aja."
Manda menatap Erlan yang sangat serius dan langsung bergegas menuju kamar melewati dirinya begitu saja.
"Tapi Lan, Aku mau ikut."
Erlan memakai jaketnya lalu menggelengkan kepalanya ke arah Manda. Menolak permintaan Manda. "Aku akan segera kembali," kata Erlan.
"Aku mau ikut, kalau gak boleh Aku akan menyusul," kata Manda membuat Erlan menaikkan satu alisnya. Sepertinya Manda adalah tipe keras kepala.
Erlan mengambil jaket dan tas milik Manda lalu memberikan kepada Manda. Sudah tidak ada lagi waktu untuk berdebat. Bundanya sudah tidak bisa menunggu, Erlan takut terjadi apa-apa pada Bundanya.
Manda segera mungkin untuk memakai jaket. "Kamu ikut Pak Ujang, Aku pakai motor," kata Erlan yang langsung mengambil helm miliknya dan kunci motor.
"Saya titip Manda ya Pak," kata Erlan yang langsung menuju motor dan menyalakannya. Manda bahkan belum protes dan belum siap menggunakan jaket.
"Ayo Mbak Manda," kata Pak Ujang mempersilahkan Manda untuk masuk ke dalam mobil.
Manda melihat ke jalanan, Erlan sudah tidak terlihat. Sepertinya laki-laki itu mengebut untuk segera sampai ke rumah. Ia paham, bagaimana khawatirnya seorang anak terhadap ibunya yang sedang sakit, apalagi sakitnya sangat serius.
"Pantas aja Kamu nyuruh Aku sama Pak Ujang ternyata Kamu mau ngebut," batin Manda.
......
Manda dan Pak Ujang sampai di rumah keluarga Erlan. Di halaman rumah sudah ada ambulan yang terparkir, membuat Manda mulai berpikir negatif tentang sang Ibu mertua.
"Pak, ini kenapa ada ambulan?"
"Iya Mbak, setiap Nyonya enggak mau ke rumah sakit Tuan akan manggil tim medis dan dokter yang biasa rawat Nyonya."
Manda menganggukkan kepalanya. "Terimakasih ya Pak, boleh tolong antar Saya masuk Pak?" pinta Manda.
Pak Ujang dengan senang hati mengantar Manda ke kamar lantai satu dimana Nyonya biasa dirawat. Manda menatap satu kamar yang begitu banyak orang berpakaian putih khas rumah sakit silih berganti. Mereka sedang mempersiapkan alat dan juga memeriksa Ibu mertuanya.
"Itu kamarnya Mbak Manda, Saya antar sampai di sini ya. Kalau butuh apa-apa Saya ada di depan Mbak," ujar Pak Ujang kepada Manda.
"Terimakasih banyak Pak."
Manda mengambil langkah masuk ke dalam kamar ketika tim medis sudah selesai dan keluar dari kamar itu. Di dalam Manda melihat Ibu mertuanya yang terbujur kaku dengan Erlan yang bersimpuh di dekat kasur.
"Erlan disini Bun."
Manda merasa ikut sedih mendengar nada bicara Erlan yang begitu lemah. Laki-laki itu mengelus lengan Bundanya dengan lembut dan halus. "Erlan?"
Manda menatap sang mertua yang memanggil dan mulai tersadar. "Anak Bunda," ucapnya lirih yang disusul dengan air mata yang mengalir deras.
"Iya Bunda, ini Erlan."
"Jangan pergi ya."
Erlan terdiam sejenak lalu ia menghela nafasnya. Sekarang bagaimana ia harus menolaknya?
Manda menatap Erlan yang diam, sama seperti yang mertua, ia menunggu jawaban Erlan. Sebenarnya Manda sedikit berat hati jika harus tinggal di rumah ini. Ia merasa tidak kuat jika harus mendengar hujatan dari sang ayah mertua. Papa Erlan.
"Kalau gitu, Bunda ikut Erlan aja ya."
Sela Bunda Erlan yang seakan tahu Erlan akan menolak. "Erlan tinggal disini, Bunda tenang aja ya, cepat sembuh. Erlan rawat Bunda."
Bunda Erlan langsung menatap binar Erlan ia begitu bahagia anak semata wayangnya kembali di dekatnya. Erlan menatap Manda melalui kaca lemari kamar ini. Sebuah tatapan ragu dan bahu yang luruh lemas setelah mendengar ucapannya.
"Erlan pasti punya rencana, tenang Man, Erlan pasti melindungi kita," ujar Manda di dalam hatinya.