Aku bangun cepat dengan nafas tersengal-sengal. Terduduk sambil menengadah, memandang langit-langit ruangan rendah yang terbuat dari papan. Aku mendengus lega saat menyadari di mana aku berada, setidaknya sekarang aku masih hidup.
Rasa pusing terus memenuhi area kepalaku. Tubuhku pegal dan sakit. Apa yang terjadi sungguh-sungguh menguras semua tenaga. Aku menatap berkeliling dalam ruangan kamar yang luasnya tak seberapa.
Aku menoleh pada dipan milik Arga yang berada tepat di samping dipanku. Mataku langsung terbelalak saat menatap tubuh Arga yang terbaring kaku dengan perban yang menutup hampir seluruh tubuhnya. Wajahnya pucat pasi dan juga lemah.
"Arga... Ugh.."
Dadaku rasanya seperti terbakar, padahal aku hanya bergerak sedikit. Aku meraba area dadaku dan baru menyadari akupun juga mendapat perban yang terbalut menutupi bagian dada hingga perut. Sejak kapan aku mendapatkan luka ini?
"Kau sudah sadar?"
Aku menoleh pada suara ayah yang kini sudah berdiri di ambang pintu kamar. Ayah berdiri sambil menatap intens padaku dengan sorot matanya yang tajam dan tegas seperti biasanya. Aku cukup terkejut dengan penampilannya yang jelas-jelas berbeda dari biasanya.
Aku bisa melihat rambut yang terlihat bersih dan tertata dengan rapi, begitu juga dengan pakaian aneh yang dikenakannya. Sebuah kemeja hitam yang panjangnya menyentuh lutut, dengan kerah tegak yang hampir menutup separuh lehernya. Lalu hiasan kancing emas yang menambah kesan mewah pada pakaiannya. Jelas ayah terlihat tampan dan gagah. Tapi sejak kapan dia mempunyai baju itu?
Ayah berjalan menghampiri dengan sebuah gelas dan langsung menyodorkannya padaku. Aku menatap cairan hitam pekat yang mengisi separuh gelas kecil itu.
"Minumlah, ini akan membuat rasa sakitmu berkurang," ucapnya. Aku ragu sesaat karena tidak tahu cairan apa yang ada di dalamnya. Namun akhirnya aku mengambil gelas itu dan menenggak isinya dengan perlahan.
"Ughhh... Apa ini? Pahit sekali," seruku sambil membekap mulut saat rasa pahit yang memuakkan itu memenuhi tenggorokan dan juga lambungku.
"Memang pahit, tapi itu akan memulihkan tenagamu dengan cepat. Sudah tiga hari sejak kejadian itu, seharusnya lukamu sudah tertutup sepenuhnya."
"Tiga hari? Jadi aku pingsan selama tiga hari?" sergahku yang langsung disambut anggukan kepala oleh ayah.
"Pecahan jarum es dari pedangmu ikut mengenai tubuhmu sendiri. Itu karena kau belum bisa menguasai kekuatanmu yang terlalu besar. Tapi kau masih beruntung, lukamu tidak mengenai organ dalammu." Ayah tampak murung sambil melihat ke arah tubuh Arga yang masih terbaring lemah.
"Seberapa parah lukanya?"
Aku lalu memandang ayah yang memejamkan matanya sesaat, berusaha untuk tidak memperlihatkan rasa khawatirnya dengan keadaan Arga saat ini.
"Arga menggunakan Yajirushi saat tubuhnya belum kuat. Sedangkan selama ini dia tidak pernah bisa melatih dirinya sendiri karena tempat yang tidak memungkinkan. Yajirushi adalah tehnik tertinggi yang dimiliki para Urya (pengendali angin), mereka bisa meningkatkan dan mengendalikan angin sebesar apapun. Namun Yajirushi milik Arga masih jauh dari kata sempurna, dan itu malah melukai dirinya sendiri dan mengenai organ dalamnya. Untung saja dia hanya menggunakan tehnik itu satu kali."
Aku mendengarkan penjelasan ayah dengan seksama. Jelas aku tidak lupa dengan apa yang terjadi hari itu dan kenapa Arga bisa sampai terluka separah ini. Dan satu hal yang membuatku sedikit marah, bagaimana bisa ayah menutupi tentang kenyataan hidupku selama ini? Kenyataan yang jauh berbeda dengan hidup yang kujalani selama ini.
"Aku membawamu ke dunia ini saat umurmu belum genap satu tahun."
Aku langsung mendongak saat ayah tiba-tiba mengucapkan kalimat itu. Dia menatap padaku dengan mata tegasnya lalu mengambil langkah duduk di atas dipan di samping tubuh Arga. Tanpa bertanyapun sepertinya ayah sudah tahu apa yang ada di dalam kepalaku.
Ayah mengeluarkan pipa rokoknya, dia menyalakan lalu menyesapnya perlahan. Seolah mengambil jeda sebelum ia menceritakan semuanya. Aku terdiam, menunggu dengan sabar. Karena aku juga ingin tahu siapa diriku? Dari mana asalku? Dan kenapa aku di sini?
"Porta Loka adalah sebuah wilayah utuh yang bentuknya menyerupai sebuah lingkaran penuh. Dikelilingi oleh dua belas gerbang besar dan juga lapisan pelindung yang bernama Arkala. Itu yang membuat mereka tidak bisa disentuh dan juga tidak bisa menyentuh dunia luar. Arkala diciptakan untuk bisa mencium dan mendeteksi benda atau makhluk apapun yang berada di luar Porta Loka. Itulah kenapa Arga kemarin melarangmu membawa buku itu keluar."
"Tapi bukankah kita juga berasal dari Porta Loka. Lalu kenapa Arkala tidak bisa mendeteksi keberadaan kita?" tanyaku dengan kening berkerut.
"Itu karena kami semua dan juga kau memiliki mantra pelindung yang dibuat Kakek Kyu saat pertama kali kami datang ke Aras. Dan bau tempat ini yang membuat Arkala sulit mendeteksi keberadaan kita."
Mendengar itu mataku kembali terbelalak. "Kakek Kyu? Jadi kakek Kyu tahu semua ini?
"Tentu saja aku tahu."
Suara berat dan serak yang tentu saja kukenal terdengar dari balik pintu kamar yang memang tidak ada penutupnya. Aku melihat bayangan kakek Kyu yang duduk di lantai sambil menghisap pipa rokoknya seperti biasa. Dan aku masih menatap tidak percaya bahwa kakek Kyu juga berasal dari Porta Loka.
"Ceritakan intinya saja Saiga. Tentang Porta Loka, dia bisa mempelajari itu dengan sendirinya," ujar kakek Kyu yang langsung membuat Ayah mengangguk.
"Tepatnya empat belas tahun yang lalu saat Ayahmu masih menjabat sebagai Raja Porta Loka. Dan itu dua tahun sebelum kelahiranmu. Saat itu terjadi kekacauan besar-besaran di Porta Loka. Ayahmu, Raja Hiroki Aiken tiba-tiba mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai Raja karena paksaan dari Bangsa Arya."
"Bangsa Arya?"
"Ya. Rakyat di Porta Loka terdiri dari dua Bangsa yaitu Arya dan Rania. Dan sejak dulu Bangsa Arya tidak pernah setuju jika Bangsawan Hiroki dan keturunannya terus menduduki takhta kerajaan. Mereka berusaha melakukan berbagai cara untuk menggulingkan kekuasaan raja yang memimpin. Bahkan mereka juga mendukung tiga keturunan Bangsawan yang membelot dan juga berkhianat pada Raja dan juga rakyat. "
"Tiga Bangsawan yang berkhianat, maksudnya?"
"Mereka Bangsawan Nover, Nolan dan juga Veda. Cerita ini terjadi di masa lalu, mungkin lain kali kau bisa mendengar cerita itu. Sebenarnya tidak semua dari mereka berkhianat. Hanya karena dulu leluhur mereka pernah melakukan sebuah kejahatan, tiga Bangsawan ini sudah mendapat predikat buruk dari rakyat. Ada satu orang yang memang sangat berambisi ingin menggulingkan kekuasaan Raja Aiken, yaitu Ballavan Nover Rodra. Raja Porta Loka saat ini, dan dia adalah keturunan Bangsawan Nover. "
"Dia menghasut para Arya dan juga rakyat dengan mengatakan bahwa Raja Aiken memiliki niat untuk kembali membuka Gerbang Hiroki agar bisa menguasai Hira. Hira adalah pusaka yang menjadi pusat seluruh kekuatan dan juga pusat keseimbangan kehidupan di Porta Loka. Sedangkan orang yang bisa membuka gerbang Hiroki adalah dari keturunannya sendiri."
"Tentu saja rakyat marah dan langsung terhasut dengan perkataan Rodra. Karena jika Gerbang Hiroki terbuka lagi, itu akan menjadi kehancuran bagi Porta Loka. Karena selain tersimpannya Hira, Gerbang Hiroki memiliki kekuatan gelap yang dahsyat. Dan itu yang membuat Gerbang Hiroki tidak pernah dibuka lagi bahkan untuk para peserta ujian. Dulu Porta Loka pernah mengalami bencana alam mengerikan akibat ulah keturunan dari tiga Bangsawan yang berkhianat, mereka membangunkan makhluk di dalamnya dengan mantra terlarang. Dan satu-satunya orang yang bisa menyegel kembali makhluk itu adalah kakek buyutmu, Major Hiroki Jakarri."
"Kakek buyutku? Lalu dengan apa dia menyegel makhluk itu?"
Ayah kembali melanjutkan. "Dengan pusaka Hira. Karena kakekmulah yang membuat benda pusaka itu dan digunakan untuk menyegel makhluk di dalam Gerbang Hiroki dan juga mengembalikan kekacauan yang terjadi di Porta Loka. Beliau juga yang membuat kunci gerbang itu dan menanamkannya secara turun temurun pada keturunannya sendiri. Dan itulah yang membuat Bangsawan Hiroki terus menduduki takhta kerajaan hingga ratusan tahun lamanya. Karena mereka memang bertugas untuk melindungi gerbang tersebut dan juga pusaka yang ada di dalamnya."
"Namun tetap saja Bangsa Arya dan para Bangsawan yang mendukung mereka tetap melakukan pemberontakan. Yang akhirnya Ayahmu berhasil digulingkan, dan Rodra mendapat dukungan penuh dari Bangsa Arya dan juga kepercayaan dari rakyat. Namun tidak semua, para Bangsa Rania masih menjadi pengikut Raja Aiken hingga saat ini. Karena Bangsawan Hiroki juga keturunan dari Bangsa Rania, dan selama ini Bangsawan Hiroki selalu menjaga amanah mereka dengan baik."
Aku mendengarkan cerita yang luar biasa itu dengan antusias." Lalu... apa yang terjadi selanjutnya dengan Raja Aiken?"
Aku kembali bertanya dengan nada canggung. Aku tahu Raja itu ayahku, tapi sepertinya sangat sulit dan aneh jika aku harus memanggilnya dengan sebutan Ayah. Apalagi aku tidak punya memori apapun tentangnya.
"Rodra memiliki dua motif kenapa dia ingin merebut tahkta Ayahmu. Yang pertama, karena dia ingin menguasai Porta Loka, dan dia sudah lama mendambakan posisi itu setelah sebelumnya dia berhasil masuk menjadi penasehat Raja."
"Apa? Jadi dia penasehat Raja?"
"Betul. Licik sekali bukan? Lalu motif yang kedua adalah dia ingin membuka kembali Gerbang Hiroki dan menguasai Hira untuk kepentingannya sendiri. Karena saat kejadian itu, Pangeran Raito telah berusia dua tahun. Dan dia adalah kakak kandungmu Kazo."
Tidak ada yang bisa kugambarkan lagi bagaimana perasaanku saat mendengar itu. Mataku membulat sempurna dengan wajah tercekat. Bagaimana tidak? Ternyata aku juga punya seorang kakak.
"Ka-kakak, jadi maksud ayah aku punya seorang kakak di sana?"
Ayah mengangguk." Ya. Kau punya kakak laki-laki yang usianya tidak beda jauh dengan Arga. "
"Lalu di mana dia sekarang? Apa yang terjadi padanya?" Aku penasaran bagaimana dengan rupa dan penampilannya. Apakah dia mirip denganku? Apa dia memiliki rambut biru seperti rambutku?
Ayah tersenyum melihatku yang begitu antusias. Namun tiba-tiba sebuah guratan kesedihan tersirat diwajahnya.
"Saat itu ayahmu ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara Loka yang letaknya di bawah Menara Seiya. Tapi Rodra tetap mengijinkan Ratu Ayumi, ibumu, tetap tinggal di Istana karena dia menginginkan kakakmu. Karena syarat membuka gerbang Hiroki adalah keturunan terakhirnya saat usianya sudah mencapai 13 tahun. Dan mau tidak mau Rodra harus sabar menunggu hingga kakakmu berusia 13 tahun."
"Lalu dua bulan setelahnya, ibumu baru menyadari bahwa ternyata ia mengandung lagi. Saat itu beliau merasa senang tapi juga sedih dan takut. Beliau senang dengan kehadiranmu tapi juga takut jika Rodra tahu, dia akan membunuh kakakmu yang sudah dianggap tidak ada gunanya lagi. Karena kunci gerbang Hiroki hanya akan diberikan pada keturunan terakhirnya saja."
"Sampai akhirnya Ibumu meminta bantuan pada pelayan setianya, dan dia adalah istriku dan juga Ibu Arga. Ratu meminta istriku untuk memalsukkan tentang kematiannya, beliau menceritakan tentang kehamilannya dan juga rencana jahat dari Raja Rodra. Istriku menyanggupinya dan berjanji akan merawat Raito di Istana. Rencana itu berhasil, kematian ibumu tersebar ke seluruh wilayah Porta Loka. Bahkan sampai ke telinga Raja Aiken. Karena Raja tidak tahu tentang rencana Ibumu, beliau menjadi depresi dan kehilangan kewarasannya. Istriku hanya bisa membantu melarikan diri melewati Menara, dan setelah itu ibumu berjuang sendirian berpindah dari satu kota ke kota lain dalam keadaan mengandung."
"Dan saat itu, tepat lima bulan setelah ibumu melarikan diri, Ibu Arga menghubungiku melalui Alpha (alam bawah sadar) dan menceritakan semua kejadian yang terjadi di Istana. Istriku ketakutan karena Raja Rodra sudah mengetahui tentang pemalsuan kematian Ratu Ayumi dan mengetahui jika Ratu sedang mengandung lagi. Dia memintaku untuk mencari Ratu dan memberitahu Bangsa Rania tentang apa yang terjadi di Istana. Dan setelah itu... "Ayah tiba-tiba menghentikan ucapannya sesaat sambil termangu, menatap kosong dengan netra hampa yang tidak bisa kuartikan.
"Istriku tewas ditangan orang keji itu."
Darahku rasanya mendidih, tanganku terkepal kuat. Apalagi saat melihat raut wajah Ayah yang terlihat menanggung kesedihan dan juga kebencian. Ballavan Nover Rodra, jadi dia adalah orang yang membuat keluargaku hancur dan terpisah-pisah. Bahkan dia juga menghancurkan kebahagian orang lain yang bahkan tidak punya hubungan apapun dengannya.
"Lalu apa yang terjadi dengan Ibuku?"
"Rodra sudah mengetahui yang sebenarnya, dia langsung mengutus prajuritnya dan juga para Arya untuk menyisir semua wilayah kota untuk mencari Ibumu. Karena amanah dari Ibu Arga, aku akhirnya mencari Ibumu, dan beruntung saat itu Ibumu bersembunyi di Kota Antari dan tinggal bersama keluarga dari Bangsa Rania. Saat aku menemukannya beliau sedang dalam kondisi sakit dan akhirnya melahirkanmu secara prematur. Kelahiranmu disambut meriah oleh Bangsa Rania yang selama ini menolong ibumu. Tapi... Kebahagian itu hanya berlangsung sesaat dan berganti dengan sebuah kesedihan tak berujung karena Ibumu tidak bisa diselamatkan lagi. Beliau mengalami komplikasi parah, ditambah lagi selama kehamilannya dia terus berpindah- pindah tempat mencari perlindungan agar prajurit Loka tidak bisa menemukannya. Lalu ibumu di makamkan di pemakaman Wari milik Bangsa Rania yang berada di Kota Antari. Dan setelahnya aku langsung menemui Ain Maori, pemimpin dari Bangsa Rania. Aku menjabarkan semua yang terjadi di Istana dan juga kelahiranmu. Lalu akhirnya dia menghubungi Kyuron yang saat itu sedang menjelajah di wilayah Bumi. Hingga akhirnya dia membuat keputusan untuk mengirimu ke Bumi agar Rodra tidak bisa menemukanmu."
Ayah mengakhiri kalimatnya dengan helaan berat dari nafasnya. Sedangkan aku masih tertegun mencerna semua hal yang kudengar itu dengan perasaan berkecamuk. Kejam! Itulah kata yang terbesit di kepalaku. Aku marah pada Raja keji itu, tapi saat aku mencerna alur dari cerita itu aku baru menyadari, mungkinkah semua ini salahku? Benarkah ini salahku?
"Aaaaaarrrrrrrrrrgggghhh...." teriakku dengan nada marah dan putus asa. Aku menjambak rambutku sendiri dengan keras yang membuat Ayah langsung panik dan menarik tanganku.
"Kazo apa yang kaulakukan? Ada apa denganmu?"
"Maaf. Maafkan aku Ayah, seharusnya aku tidak lahir saja dan Arga tidak akan kehilangan Ibunya. Dan pasti Ibuku juga masih hidup...."
"Bicara apa kau!" bentak kakek Kyu yang sudah berdiri di ambang pintu kamar dengan wajah marah. "Berhenti menyalahkan diri sendiri bocah bodoh. Kau sama saja menyalahkan takdir yang sudah digariskan untukmu. Jika kau memang merasa bersalah, tunjukkan kekuatanmu dan jangan kecewakan orang-orang yang sudah berkorban untukmu. Kau dilahirkan bukan untuk menjadi orang yang lemah dan pesimis, setidaknya itu yang diinginkan Ibumu. Latih dirimu, dan kuasai semua kekuatanmu agar kau bisa mengalahkan semua musuhmu, melindungi Porta Loka dan juga membawa pulang kembali Ayah dan kakakmu. Kau mengerti. Jadi berhenti menyalahkan dirimu sendiri dan jangan menangis seperti anak kecil! "
Aku menatap wajah kakek Kyu yang masih terlihat berang. Suaranya yang serak dan berat tidak memiliki keraguan sama sekali. Dia mengucapkan semua itu dengan lantang dan yakin. Dan itu cukup membuat hatiku tenang dan merasa termotivasi. Tapi tetap saja, menerima itu tidak semudah aku membalikkan telapak tangan. Aku lalu menatap pada dua telapak tanganku dan langsung teringat dengan kekuatan yang pernah muncul pada diriku.
"Apakah aku benar-benar memiliki kekuatan untuk bisa mengalahkan Rodra?"
"Keturunan Bangsawan Hiroki tidak pernah mengecewakan, kau tahu. Mereka semua adalah pahlawan. Jadi percayalah pada dirimu sendiri. Mengerti! Tapi... Aku khawatir akan satu hal."
"Apa maksudmu Kyuron?"
"Aku takut kakakmu akan menjadi musuh terbesarmu suatu saat nanti. Rodra tidak mungkin sebodoh itu dengan membunuhnya. Dan mungkin saja dia sudah melatih dan menghasut kakakmu, menjadikannya tameng untuk melawanmu suatu saat nanti. Jadi siapkan dirimu sebaik-baiknya Kazo. Kau harus bersiap jika bertemu dengannya suatu saat nanti."
"Jadi, kapan kita akan menuju Porta Loka?" Aku bertanya mantap dan yakin.
"Siapkan dirimu dari sekarang. Karena kita akan berangkat besok."
Mendengar itu tiba-tiba ayah langsung bangkit dari duduknya. "Tapi Kyuron, kita tidak bisa menuju Verittam jika Tuan Maori belum menjemput."
"Tapi kita sudah kehabisan waktu. Para penjelajah Arya sudah tahu keberadaan kita, aku yakin besok mereka pasti akan datang lagi kemari."
"Tapi bukankah mereka sudah kalah?"
Tapi kakek Kyu malah berdecih mengejek. "Jangan percaya diri. Bahkan serangan yang kaulakukan kemarin hanya bisa melukai ujung jarinya saja."
"Apa? Tapi tidak mungkin?"
"Itu benar Kazo. Bangsa Arya terkenal dengan fisiknya yang kuat, dan mereka tidak akan kalah semudah itu."
Aku mematung tak percaya, bagaimana bisa ada orang yang selamat dengan kekuatan sebesar itu? Namun aku langsung mendengus kesal saat menyadari bahwa mereka itu buka manusia biasa.
"Kyuron, kita tetap harus menunggu Tuan Maori menghubungi Kazo dulu. Karena kita tidak bisa masuk ke dalam Verittam tanpa bantuannya. Lagipula kita akan kalah kekuatan jika kita sampai bertemu dengan penjelajah Arya."
"Maksud Ayah dua lelaki dalam satu tubuh itu?"
Benar saja Ayah langsung dan menghampiriku. "Kau sudah bertemu dengannya Kazo?"
"Iya. Aku melihatnya. Seorang pria tua dalam satu tubuh bersama seorang lelaki muda bernama Ain Naoki."
"Benar itu adalah Tuan Maori dan putranya. Lalu apa yang tuan Maori katakan padamu? "
"Tidak ada karena dia langsung mendorongku ke dalam sebuah lubang. Dan aku kembali terbangun di sini."
Ayah hanya mengangguk. " Tidak masalah. Setidaknya mereka sekarang sudah bersiap didalam Verittam."
"Tapi Ayah, kalau Rodra terus mengejar dan ingin menangkapku kenapa kita harus kembali ke Porta Loka?"
"Memangnya kau mau lari terus menerus? Lagipula kau memang harus kembali ke Porta Loka, karena namamu sudah terdaftar di Menara Seiya sebagai peserta ujian. Dan jika kau sudah menjadi peserta, Rodra dan anak buahnya tidak akan bisa menyentuhmu kecuali kau gagal ujian atau mengundurkan diri."
Aku kembali menatap bingung. Menara Seiya? Peserta ujian? Kenapa ada begitu banyak peraturan yang tidak kumengerti sama sekali. Ayah langsung mendesah panjang saat melihat ekspresi wajahku yang terlihat polos.
"Tidur saja sekarang, besok kita membutuhkan banyak tenaga. Biar Arga yang menjelaskan semuanya nanti padamu."
Aku mengangguk paham dan membaringkan tubuh di atas dipan. Arga masih tergolek di sana. Aku snagat berharap ia bangun sekarang karena rasa penasaranku pada Porta Loka masih sangat besar.
"Kapan kau bangun Arga? Aku ingin mendengar banyak cerita darimu."
"Kau ini berisik sekali, aku jadi tidak bisa tidur tahu."
Aku mengerjap beberapa saat, menatap pada sayup mata Arga yang terpicing karena sinar lampu minyak yang menyilaukan. Dia terbaring sambil tersenyum jahil seperti biasanya.
"Arga!"
Aku hampir menubruknya jika saat itu Arga tidak berteriak kencang.
"Berhenti! Kau mau membuatku koma lagi?"
"Iya baiklah. Tapi sejak kapan kau sadar?"
"Sejak kau menangis tadi."
"Apa? Aku tidak menangis?"
"Lalu tadi apa? Kau bernyanyi? Hahaha.. "
"Hei hentikan! Atau aku akan benar-benar membuatmu koma lagi."
"Oh benarkah? Itu menakutkan hahahah.."
"Diam sialan! " seruku dengan gusar. "Oiya, kau punya hutang banyak cerita padaku!"
"Cerita apa?"
"Porta Loka, memang apalagi?"
"Bukannya itu cuma dongeng ya?"
"Bahh...sekarang bahkan kau meniru ucapanku!"
"Aku tidak peduli!"
"Berhenti jadi menyebalkan!"
"Aku tidak dengar."
"Arga!"
BUKH
Dua bantal melayang tepat pada wajahku dan juga wajah Arga. Suara kakek Kyu yang geram terdengar menakutkan dari arah luar.
"Jika kalian tidak tidur, aku yang akan membuat kalian tidur selamanya!"
Lalu setelahnya aku langsung terdiam begitu juga dengan Arga. Tapi diam-diam kami terkikik pelan, coba saja saat itu bisa melihat wajah kakek Kyu. Tapi pria tua itu kini sudah tertidur kembali, karena suara dengkurnya sudah terdengar riuh.
Aku kembali memandang langit-langit kamar dengan perasaan yang tak bisa kujelaskan. Besok aku harus mengucapkan selamat tinggal pada rumah ini. Rumah yang sudah melindungiku selama dua belas tahun. Lalu setelahnya, aku akan memulai petualangan baruku, di Negeri Porta Loka.