Chereads / PORTA LOKA : Land of 12 Gates / Chapter 8 - Chapter 7 : Pertempuran di Verittam | Part 1

Chapter 8 - Chapter 7 : Pertempuran di Verittam | Part 1

Aku menatap gadis punk bernama Glara yang tampak menyeringai dingin berdiri di salah satu dari dua belas jalan itu. Di belakangnya berdiri dua orang lain, tapi mereka bukan dua laki-laki yang ikut mengacau di Aras waktu itu.

Yang satu seorang gadis berambut silver yang dipotong sebatas bahu. Dia mengenakan jenis pakaian yang sama seperti gadis bernama Glara, hanya saja terlihat lebih minim untuk gadis seusianya. Tingginya mungkin sekitar 160 cm. Gadis itu tersenyum sinis sambil melipat dua tangannya di dada dengan wajah congkak.

Lalu sosok yang satu lagi seorang pria paruh baya berwajah datar dan kaku. Ia memakai kacamata hitam yang sepertinya digunakan untuk menutupi bekas luka pada mata kirinya yang tampak besar hingga sampai batas alis. Tubuhnya tinggi dan mengenakan kemeja panjang dengan kerah tegak persis seperti milik Ayah, hanya berbeda warna saja.

"Jadi yang mana anak itu?" seru gadis berambut silver sambil menatap menyelidik padaku dan juga Arga bergantian.

"Yang berambut biru," sahut Glara singkat.

"Oh... Dia manis sekali," serunya dengan nada suara yang dibuat-buat. Ia lalu melirik dengan tatapan menggoda pada Arga. "Tapi yang berambut hitam itu terlalu menarik untuk diabaikan. Bolehkah dia untukku saja?"

Aku melirik pada Arga yang hanya berdiri acuh sambil menatap tajam pada gadis itu. Sedangkan gadis itu malah salah tingkah sendiri dan tidak berhenti tersenyum dengan wajah merona. Aku tidak heran, karena Arga memang selalu mempunyai daya tarik yang tidak bisa diabaikan oleh lawan jenisnya. Bahkan aku sudah lelah menjadi burung hantu yang selalu disewa gadis-gadis di sekitar pemukiman Aras.

Gadis bernama Glara itu tampak berdecih gusar. "Hentikan Lana! Kita ke sini bukan untuk mencari teman kencan. Tujuan kita adalah membawa bocah itu pada Raja Rodra."

"Tapi apa salahnya kita bersenang-senang sedikit, Lagipula pekerjaan ini tidak akan berat. Sayang sekali jika orang setampan itu dilewatkan."

"Hentikan Lana!" kali ini yang berseru adalah pria si berkacamata. Ekspresi wajahnya masih tetap saja datar, ia melirik pada gadis bernama Lana itu melalui celah kacamatanya. "Jangan terlalu menganggap remeh mereka semua, tetap fokus pada pekerjaanmu. Kita sudah tidak punya banyak waktu."

Gadis bernama Lana itu langsung menunduk lesu. "Baiklah Paman Alto."

Glara kembali menatapku dengan mata gelapnya yang tajam. Aku sudah tidak takut lagi dengan gadis itu. Meskipun dia lebih kuat dan memiliki senjata yang mematikan, aku tidak akan kalah. Aku sudah membulatkan tekad untuk menjadi orang yang kuat dan tidak mudah menyerah. Meskipun aku belum tahu tentang kekuatanku, tapi aku pasti akan bisa menaklukannya.

"Kau percaya diri sekali gadis muda," suara Kakek Kyu tiba-tiba terdengar menyela. Pria tua itu lalu maju perlahan, berdiri di antara aku dan Arga. "Kau berbicara seolah-olah bisa dengan mudah mengambilnya."

Glara beralih menatap pada Kakek Kyu dengan mimik wajah yang serius dan waspada. Diikuti gadis bernama Lana dan juga pria bernama Alto itu. Mereka terlihat memperhatikan kakek Kyu dengan seksama.

"Ada seorang Edaf di sini?" tanya gadis bernama Lana dengan ekspresi wajah hampir tertawa. Dan benar saja, gadis itu tiba-tiba langsung tertawa terbahak-bahak padahal tidak ada yang lucu sama sekali. "Apa yang bisa dilakukan seorang pengendali tanah di sini?" serunya dengan tawa yang menyebalkan. Ia lalu menatap berkeliling seolah mencari sebuah objek yang baru saja diucapkannya.

Aku mantap kesal pada gadis itu, tanganku terkepal marah karena dia sudah menghina Kakek Kyu. "Tutup mulutmu!" teriakku dengan nada marah. "Berani sekali kau menghina Kakek Kyu."

Gadis itu masih terlihat menahan tawanya sesaat, lalu kemudian menatap intens padaku dengan sudut bibirnya yang ditarik tinggi. "Menghina? Aku tidak menghina, tapi aku memberi tahu tentang kenyataan. Jadi sebaiknya kalian langsung menyerah saja, karena kalian tidak akan selamat jika seorang pengendali air ada di sini."

Gadis itu tiba-tiba membuat beberapa pergerakan pada tangannya dan mengarahkan pada seluruh titik di atas permukaan air di sana. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari bawah air. Permukaan air yang tadi tampak tenang, kini menjadi beriak dan lama kelamaan muncul ombak besar.

Sebuah gelombang air yang besar muncul dari bawah laut, menutupi kabut yang mengelilingi Verittam itu. Dan itu membuat semua jalan masuk menuju kedalam Verittam tertutup dengan gelombang air yang menyerupai tembok besar.

"Jadi dia seorang Noa (pengendali air)," ucap Ayah.

"Sial! Semua jalan masuk sudah tertutup," seru Arga sambil menatap berkeliling pada tembok air raksasa yang menjulang tinggi. "Apa yang harus kita lakukan? Jelas dia akan sulit dikalahkan karena ini medan tempur yang sempurna untuknya."

Mendengar itu aku mendecak kesal. "Memangnya apa yang harus ditakutkan, aku tidak peduli meskipun dia bisa mengendalikan semua air itu. Yang jelas kita harus menang agar jalan itu terbuka lagi."

"Jangan gegabah Kazo, kau belum bisa menguasai kekuatanmu. Dan mereka tidak akan semudah itu untuk dikalahkan," kata Kakek Kyu.

"Justru itu. Aku tidak akan pernah tahu kekuatanku jika aku tidak mencoba menggunakannya. Lagipula aku tidak mau terus-terusan bersembunyi di belakang kalian."

"Kalian banyak bicara rupanya," teriak gadis berambut silver karena merasa diabaikan.

Lalu setelahnya sebuah gelombang air besar datang dari dua sisi yang berbeda, mengepung kami yang berada di salah satu jalan menuju Verittam. Gelombang air itu datang dengan bentuk menyerupai monster besar ditambah suara gemuruh yang memekakkan.

"Alluvio."

Air dengan jumlah volume yang tidak bisa diperkirakan itu jatuh tepat di atas kami dengan kecepatan luar biasa.

BRUSH

Sial!

Gemuruh memekkakan menggema tepat di telingaku. Saat itu aku seharusnya sudah terhempas kedalam lautan di bawah sana. Tapi aku langsung membuka mata saat kusadari bahwa aku masih berdiri di tempat yang sama. Kulihat Ayah membuat sebuah pusaran angin besar menggunakan tongkatnya. Sebuah ruang tercipta di tengah-tengah jalan yang melindungi kami dari serangan dahsyat gadis itu.

"Untunglah masih sempat," teriak Ayah sambil terus menahan jumlah air yang terus menghantam dinding anginnya. "Tapi aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi, air ini terlalu besar."

Dinding angin itu benar-benar hanya bertahan sekitar satu menit lamanya, lalu menyusut dan memecah sisa air yang masih terus menghantam menjadi butiran-butiran kecil.

Tapi ternyata para Arya tidak memberi kesempatan sama sekali untuk kami bernafas, mereka bertiga langsung menyerang maju saat dinding itu terbuka.

Pria berkacamata itu menghantam Ayah dan Arga dengan dengan gelombang anginnya. Begitu juga dengan gadis berambut silver itu langsung mengurung Kakek Kyu dengan gelombang airnya. Dan itu artinya, gadis bernama Glara itu yang akan menjadi lawanku.