Chereads / BUKAN SALAH JODOH 2 / Chapter 17 - Permintaan

Chapter 17 - Permintaan

Cklek!

Pintu kamar Herman terbuka, pria itu langsung menutup server online dimana dia sedang sibuk live streaming, begitu menyadari ada yang mencoba membuka pintu kamarnya, Herman segera mengambil long Cardi dan mengikatkan tali pada pinggangnya.

"Ehem! Ya sebentar!" Ujarnya lalu membukakan pintu.

Wajah Aoran nampak datar di balik pintu, membuat Herman heran.

"Kenapa? Uda malam bukannya tidur, malah ganggu hidup om." Ujar Herman sedikit ketus, dia memainkan alisnya yang seperti ulat bulu.

"Mm.. om, ada yang ingin aku bicarakan dengan om."

"Penting?" Tanya Herman menyelidik.

Aoran ragu ragu mengangguk, seharusnya sih dia jawab penting saja, ini kan demi kelangsungan hidup keluarga besar Wihelmina, dimana dia sebagai satu satunya keturunan.

"Yaudah masuk, ayo duduk!" Ujar Herman menarik kursi di depan laptopnya dan memberikan pada Aoran, sementara dia duduk di tepi ranjang dengan kaki terlipat imut.

"Ada apa toh? Kayaknya penting banget, kayaknya beban banget? Kenapa? Hidup dengan ibu bapakmu berat ya?" Tanya Herman menimpa pertanyaan pertanyaan nya sendiri, dia memperhatikan ujung kukunya yang tampak begitu rapi dan terurus.

"Hem.." Aoran menghela nafas panjang sebelum sesi curhatnya dimulai.

"Om, gimana sih cara dekat dengan gadis? Supaya kita bisa menjalin hubungan baik dan akrab?"

What! Herman merapikan rambut rambutnya hingga tapi ke belakang telinga, dia ga salah denger ini. Kayaknya masalah seperti ini tuh familiar ya dalam kehidupan keluarganya.

"Maksud mu apa sih Aoran? Kau sedang menaksir seorang gadis?" Tanya Herman bingung, dia menautkan alis dan mengerutkan dahi.

"Bu, bukan om! Aku tidak suka dengan gadis ini! Aku cuma kasihan saja sama dia. Tapi sepertinya dia ga suka dikasihani dan diperhatikan!"

"Ah masa!" Jawaban Herman membuat Aoran sedikit jengkel.

"Mm.. jadi kami dulu satu sekolahan, terus ada sedikit masalah sih, semenjak itu dia menghindari aku terus, terus.. saat dia diterima di kampus juga, sepertinya dia sengaja tak ambil beasiswa, mungkin karena aku juga kuliah di kampus yang sama itu."

Herman melerai tangan tangan lentiknya dari atas pangkuan paha, dia menyimpan kedua lengan di sisi tubuhnya, menyandarkan punggung pada ruang kosong di belakangnya.

"Masalah apa? Sampai kau berpikir seperti itu tentangnya?" Tanya Herman menyelidik.

"Mm.. masalah kecil sih om.." ujar Aoran ragu ragu, dia tidak mungkin kan menceritakan ciuman pertama mereka sewaktu di UKS.

"Ya apa?" Sambar Herman begitu ingin tahu.

Aoran tampak ragu ragu, wajahnya jadi merah jambu. "Mmm.. kecelakaan yang memalukan lah om antara kamu berdua.." ujar Aoran kemudian.

"Maksudnya, kau buat dia malu gitu?" Tanya Herman heran.

"Ya.. kurang lebih seperti itu sih om." Jawab Aoran bingung, dia mengurut leher belakangnya yang tidak pegal.

"Terus rencana mu apa?" Tanya om Herman kemudian.

"Pertama, om ga boleh menikah dengannya, kedu.. om harus ajarin aku supaya dekat dengannya."

Mendengar ucapan Aoran barusan membuat bulu mata lentik Herman bergoyang goyang tak percaya.

"Kau sedang bahas gadis di kantor tadi ya?" Selidik Herman tak percaya.

Aoran mengangguk tak mau mengingkari.

"Hah? Tapi sepertinya gadis itu tidak kenal denganmu deh!" Ucapan Herman benar benar menusuk hati Aoran.

"Dia cuma pura pura ga kenalkan om, aku yakin dia masih marah padaku karena kecelakaan memalukan di masa lalu itu." Ujar Aoran yakin. Entah keyakinan darimana.

"Lalu?" Tanya Herman.

"Om, aku mau lanjut sekolah di luar negeri, aku mau dia juga sekolah di tempat yang sama denganku, lalu.. yang aku butuh kan dari om saat ini, bagaimana caranya agar aku bisa dekat dengannya secara alami?" Tanya Aoran dengan sorot mata serius.

Herman menarik senyuman di bibirnya, dia mengangkat jari telunjuk dan menjentik jentik manja.

"Sini, dekatkan telingamu, biar om bisikin gimana cara menaklukkan dunia pergadisan!" Seringai tampak jelas di bibir om herman.

****

Keesokan harinya, Herman datang bersama Vira, turun dari mobil mahal mereka yang terparkir lurus di halaman rumah keluarga Lu.

Rumah mewah ini sudah sedikit lebih berantakan, taman taman bunga sudah tak seindah dulu, kaca rumah, lampu lampu taman tampak tak terurus.

Di depan sana, di teras rumah sudah berdiri tuan dan nyonya Lu beserta dua putra dan putri mereka, tentu saja tak ada Lily di sana.

"Silahkan masuk nyonya.." sambut nyonya Lu masih saja sama seperti dulu, terdengar ramah dan hangat.

Miran meneliti penampilan Herman dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Jadi ini calon suami Lily? Ujarnya bergidik ngeri.

Jo pun melakukan yang sama, dia merapat mendekati Miran dan berbisik.

"Kasihan kak Lily ya.. udah tua tapi banyak gaya.." bisik Jo membuat anggukan di kepala Miran.

"Ayo tuan, nyonya silahkan masuk.." tuan dan nyonya Lu menuntun tamu mereka menuju ruang utama.

"Miran, ambilkan minuman untuk tamu kita ya sayang. Ah.. kalian mau minum apa?" Tanya nyonya Lu pada tamunya dengan wajah sumringah.

Miran dan Jo saling menyikut jengkel.

Mau minum apa bagaimana, orang cuma ada air putih saja kok di rumah ini!

Tidak perlu menunggu jawaban dari tamu, Miran segera melangkah ke dapur, dia hanya akan menyuguhkan air putih saja.

"Terima kasih nyonya dan tuan mau singgah di sini, kami merasa sangat terhormat." Ujar tuan lu membuka obrolan, Vira tersenyum dengan sorot mata meneliti sekeliling, dia mencari sosok Lily di rumah ini, tapi dia tak menemukan gadis itu.

Lily sudah tak tinggal di sini, sekalipun dia tinggal di sini, gadis itu akan sibuk keluar masuk mencari uang untuk kehidupannya yang selalu pas Pasan.

"Jadi begini tuan dan nyonya Lu.."

"Jangan panggil seperti itu nyonya, panggil saja Lu.." ujar tuan Lu sungkan dan ucapannya membuat wajah nyonya Lu merah padam.

"Ah baik, jadi begini keluarga Lu, perihal permintaan anda malam itu, aku dan.. ini.. -Vira menunjuk pada Herman yang tersenyum- aku dan Kang Herman, kami sudah mengambil beberapa pembicaraan."

Mendengar ucapan Vira, wajah suami istri Lu tampak penuh harapan.

Miran tiba dengan nampan di tangannya, dia menurunkan gelas satu persatu dengan hati hati ke meja.

"Jadi.. kami memutuskan akan mengambil putrimu untuk perjodo--"

Prak! Byuur..

Gelas di tangan Miran terbalik, air putih segar itu membasahi meja.

"Miran.." desis nyonya Lu menahan geram.

"Ah, tidak apa apa kok, tidak masalah.." ujar Vira menengahi wajah merah nyonya Lu yang melotot pada putrinya.

"Ma, maaf nyonya.." ujar Miran dengan wajah bersalah.

"Tidak apa.. tidak masalah.." ujar Vira.dengan senyuman tipis.

Jadi Lily akan menikah dengan si tua Bangka ini! Miran benar benar tak percaya, dia sampai gugup saat mendengar persetujuan tak masuk akal ini, kasihan sekali Lily.

"Apa itu artinya keluarga Wihelmina akan membantu perusahaan keluarga Lu?" Sambar tuan Lu dengan wajah sumringah penuh harap.

Miran yang sedang mengelap meja, melirik dengan ekor mata dan berdesis dalam diam. Dasar papa! Tapi wajah ibunya tak kalah lebih menjengkelkan.

Mereka benar benar menjual Lily!

Herman berdehem diantara selatan keluarga Lu.

"Kita bisa bicarakan semua itu.." ujar Herman dengan suara nya yang berat dan berwibawa.

"Ah, kau benar tuan.." balas tuan Lu sungkan.

"Keluarga Lu, sebelum pernikahan ini kita setujui, ada satu permintaan yang harus kalian penuhi."

"Apa itu?" Tanya tuan lu penuh harap, dia benar benar membutuhkan uluran tangan keluarga Wihelmina saat ini.

"Keluarga Wihelmina hanya menikahkan anggota keluarga dengan pendidikan yang setara.." ujar Herman dengan wajahnya yang tampak congkak dan menyebalkan.

Bruk!

Miran menggebrak meja, membuat semua yang ada di sana terkejut.

Sialan keluarga kaya ini! Bisa bisanya dia menghina seperti ini!

Kesal Miran sambil melangkah meninggalkan pertemuan dua keluarga itu, pertemuan di luar nalar sehatnya.

Lily harus tahu semua ini!

***