Davina melangkahkan kakinya memasuki rumah sederhana milik pamannya. Terlihat Paman dan bibi nya itu memiliki tamu istimewa.
"Kau sudah pulang?" Tanya Sarah, bibi Davina.
Davina menganggukkan kepalanya sopan. "I-iya," sahutnya.
"Duduklah, paman mau berbicara dengan mu sebentar," perintah Johan, paman Davina.
Davina pun hanya bisa menurut dan duduk di samping bibinya dengan tenang. Gadis cantik itu diam sambil memilin bajunya karena takut.
Ya, karena Davina takut ia di marahi karena melakukan sesuatu yang tidak di sukai oleh paman dan bibi nya itu.
"Sebelumnya, kenalkan... Dia adalah Revan Maheswara, CEO dari RMa corp," ucap Johan mengawali pembicaraan.
Davina melihat Revan sekilas dan tersenyum, kemudian menundukkan kepalanya sopan.
"Senang b-berkenalan dengan anda. S-saya Davina," sapa Davina yang sudah sangat gugup.
Detak jantung Davina sudah tidak beraturan lagi. Bahkan untuk mendongakkan kepalanya, Davina sudah tidak sanggup.
Kini pikirannya mulai menerawang jauh dan memikirkan hal yang tidak-tidak.
"Senang bertemu dengan mu, Davina. Kau lebih mengesankan daripada yang ku lihat di foto," sahut Revan memuji Davina.
Memang tidak bisa di pungkiri bahwa Davina sangat cantik. Manik nya yang hitam dan bercahaya, kulitnya yang putih bersih dan juga wajahnya yang sangat mulus terawat.
"Langsung saja pada intinya. Tuan Revan datang kemari untuk melamar mu!" Sela Johan yang sukses membuat Davina mendongakkan kepalanya karena terkejut dengan pernyataan itu.
"A-apa?" Sahut Davina tidak percaya.
"Iya. Paman mu berniat untuk menjodohkan mu denganku. Dan, aku sungguh-sungguh ingin menikahi dirimu,"
Kini Revan yang angkat bicara. Sementara itu, Sarah dan Johan hanya bisa diam sambil menahan senyuman mereka. Ini adalah rencana yang memang sengaja mereka lakukan.
Awalnya Johan menawarkan untuk menjodohkan Revan dengan Nara putri kandungnya sendiri. Tapi, Revan lebih dahulu mengetahui latar belakang dari Davina yang merupakan kekasih Dilan. Maka dari itu, Revan lebih tertarik untuk menikahi Davina dari pada Nara.
"T-tapi, anda belum mengenal saya. Bagaimana anda bisa seyakin itu?" Sahut Davina takut.
"Tidak masalah. Aku sudah mendengar banyak tentang dirimu dari Paman mu ini," ucap Revan meyakinkan.
"Kau terima saja lamaran dia. Kau cukup beruntung untuk menikahi seorang CEO!" Bisik Sarah pada keponakan nya itu.
Sementara Davina masih terdiam dan terus menundukkan kepalanya. Ia baru saja memutuskan hubungan dengan Dilan. Lalu, bagaimana bisa ia memutuskan untuk menikah secepat ini.
"Ekhemm.." Deham Revan karena suasana tiba-tiba berubah menjadi canggung.
"Sepertinya, nona Davina tidak tertarik untuk menerima lamaran dari saya," ucap Revan sambil melirik Johan dengan tajam.
"T-tidak. B-bukan seperti itu. Mungkin Davina masih perlu memikirkan lamaran anda. Tolong, anda jangan berkecil hati," sahut Johan panik.
Sarah mencubit paha Davina hingga gadis cantik itu meringis kesakitan. Itu adalah ancaman supaya Davina mau menerima lamaran dari Revan yang tak lain atasan dari Paman nya itu.
"S-saya... S-saya menerima lamaran anda, Tuan Revan. Maaf, atas kelancangan saya karena membuat anda berkecil hati," ucap Davina dengan berat hati.
Revan pun mengembangkan senyum penuh kemenangan. Langkahnya untuk membalas dendam pada keluarga Arsenio sebentar lagi akan berjalan dengan mulus.
Akhirnya, mereka pun segera menentukan tanggal pertunangan.
Ah, tidak. Lebih tepatnya langsung tanggal pernikahan karena Revan tidak mau Dilan tau tentang hal ini dan akan mengacaukan segalanya.
Hanya 3 hari. Waktu yang di berikan oleh Revan untuk bersiap adalah 3 hari. Yang mana ia hanya ingin sebuah pernikahan kecil dan hanya di hadiri oleh kedua pihak keluarga saja.
Bukan tanpa alasan. Tetapi ini semua sengaja ia lakukan untuk menutupi identitasnya sementara dari Dilan yang sudah lebih dahulu tau bahwa Revan adalah kakak tirinya yang masih menyimpan dendam pada keluarganya.
***
Malam harinya, Davina menangis di dalam kamar meratapi nasibnya lagi. Gadis itu menenggelamkan wajahnya di antara kedua lututnya. Punggungnya naik turun karena Isak tangisnya sendiri.
Brakk!!!
Pintu kamar Davina terbuka lebar dengan kasar. Dan terlihat seorang gadis seumuran dengan nya itu muncul dari balik pintu.
Dia adalah Nara Anindita. Sepupu perempuan Davina.
Gadis dengan tatapan mata tajam itu berjalan cepat menghampiri Davina yang masih menangis di samping ranjang kamarnya.
Plakk?!
Tamparan keras itu mendarat di pipi mulus Davina. Entah kenapa, Nara datang dengan emosi yang memuncak seperti Davina sudah berbuat kesalahan besar pada gadis itu.
"Ada apa dengan mu, Nara?" Tanya Davina sembari memegangi pipinya yang perih karena tamparan sepupu nya itu.
Bukannya menjawab, Nara justru menjambak rambut Davina hingga gadis cantik itu mendongak ke atas.
"Arrgghh... Sakit... Lepaskan tanganmu, Nara. Kau kenapa?" Rintih Davina yang kesakitan.
Rambut Davina serasa hampir lepas dari kepalanya karena kuat nya jambakan dari Nara. Nara memang sering berbuat kasar pada Davina, tetapi tidak pernah separah ini.
"Apa kau tau kesalahan mu? Kau itu selalu berpura-pura munafik!" Geram Nara tanpa alasan.
Nara menghempaskan tubuh Davina hingga tersungkur di lantai kamarnya.
"A-apa maksudmu sebenarnya?" Tanya Davina tak mengerti.
"Kau benar-benar membuatku semakin membenci mu. Apa tidak cukup bagimu memiliki Dilan? Lalu, kau mau menikahi seorang CEO terpandang di negara ini? Kau sungguh serakah!" Ucap Nara dengan emosi yang memuncak.
Dengan susah payah, Davina berdiri dan berjalan mendekati Nara. Tangannya mengepal kuat menahan amarahnya.
"Apa kau tau? Kau tidak pernah sekalipun merasakan apa yang aku rasakan selama ini," ucap Davina dingin.
Gadis itu menatap sepupunya dengan lekat, bahkan tak berkedip sedetikpun. Hal ini membuat Nara perlahan menjadi takut pada Davina.
"A-apa maksudmu? jangan berbicara yang tidak masuk akal!" ketus Nara.
Davina masih dengan ekspresi wajah yang datar dan terus menatap Nara.
"Apapun yang kau lakukan padaku selalu ku terima meskipun itu menyakitkan. Dan untuk pernikahan ini? Apakah aku yang memintanya? Aku bahkan tidak tahu menahu tentang pernikahan ini? Kenapa kau justru menyalahkan aku? Apa kau pikir aku juga mau menikah dengan orang yang sama sekali tidak ku kenal?" Tukas Davina bertubi-tubi yang membuat Nara diam tak berkutik.
Perlahan Davina berjalan semakin mendekati Nara. Namun, Nara justru mundur menjauhi Davina. Untuk pertama kalinya Nara melihat ada aura dingin dan penuh amarah pada diri Davina.
"Hentikan semua perbuatan kasar mu padaku. Atau aku tidak segan-segan untuk membalas nya. Bahkan binatang pun akan menyerang jika nyawanya berada dalam bahaya. Apa kau mengerti?" Tutur Davina penuh penekanan.
Melihat Davina yang tak main-main dengan ancamannya membuat Nara benar-benar takut bukan main. Gadis itu memilih untuk pergi meninggalkan Davina di kamarnya tanpa mengatakan sepatah katapun.
Setelah kepergian Nara, Davina langsung ambruk di atas kasurnya dan kembali menangis.
"Jika bukan karena orangtua ku, aku tidak akan pernah menahan semua ini terlalu lama..." Gumamnya sambil memejamkan mata cantik nya itu.
****